16 Agustus, 2010

Sering Memergoki Malaysia Curi Ikan di Indonesia Tapi Kami Tak Berdaya

Tribunnews.com - Minggu, 15 Agustus 2010 21:58 WIB

batam-peta-rawan-ikan.jpg

BATAM,TRIBUNNEWS, BATAM- Insiden penembakan dan penangkapan 3 petugas DKP oleh polisi Malaysia di perairan Tanjung Berakit, Kepri seperti gunung es karena hal serupa sudah sering. Kejadian itu seperti klimaksnya karena aksi pencurian ikan oleh Malaysia sudah sering dipergoki petugas DKP dan nelayan Indonesia tapi tak bisa berbuat apa-apa.

Ketua Kontak Tani dan Nelayan (KTNA) Kabupaten Karimun, Amirullah menyatakan, berdasarkan keterangan rekan-rekannya sesama nelayan, mereka sering memergoki nelayan asing terutama dari Malaysia, Thailand dan Vietnam melakukan illegal fishing di perairan Indonesia, terutama pada akhir dan awal tahun.

Pada bulan Desember hingga Maret setiap tahunnya merupakan pergantian musim barat dengan awal musim utara. Saat itulah jumlah ikan tangkapan sangat banyak.

"Musim itu juga ombak cukup besar. Tapi pada saat ombak besar itulah ikan banyak. Tapi di satu sisi, hal ini sering kali menjadi kendala bagi petugas kita untuk melakukan pengawasan karena sarana dan prasarana yang kurang memadai," ujar Amirullah, Minggu (15/8).

Dikatakan, nelayan-nelayan asing yang kerap menjarah ikan di perairan Indonesia diakui memiliki sarana yang lebih canggih. Misalnya kapalnya modern sehingga ombak besar bukan jadi halangan lagi.

"Dengan kata lain para nelayan asing itu seakan sudah bisa mengukur kekuatan kita dan seolah-olah memanfaatkan kelemahan kita dalam pengawasan," ujar Amirullah.

Tidak hanya itu, dari sarananya yang lain, dikatakan Amirullah, nelayan asing tidak segan-segan menggunakan perangkat terlarang, seperti pukat harimau, bubu, rawai atau pancing dan sesekali bom ikan. Kapal mereka pun dari segi ukuran cukup besar, yakni antara 20-50 Grasse Tonase (GT) bahkan ada yang sampai 200 GT.

Wilayah perairan Kepri (94% laut) yang sering kali jadi sasaran illegal fishing di antaranya perairan Pulau Pisang, ada di sekitaran Pulau Tokong Hiu, Karimun dan perairan antara Selat Malaka dan Bengkalis.
Demikian juga di perairan Natuna--sekitar pulau Bone dan Kijang, serta Tanjung Berakit, Kabupaten Bintan yang terakhir kali menjadi lahan jarahan 7 nelayan Malaysia yang memanaskan lagi hubungan bilateral Indonesia-Malaysia itu.

Lantas apa yang dilakukan nelayan? "Nelayan kita sering memergoki mereka tapi tidak bisa apa-apa. Selain teknologi mereka sudah canggih kemungkinan besar kecepatan kapal mereka juga sudah melebihi 100 knot per jam," ucapnya lagi.

Untuk itu Amirullah meminta pemerintah, baik di daerah maupun pusat untuk lebih perhatian terkait masalah kelautan dan nelayan kita ke depan.

"Masalah ini sebenarnya sudah lama, dan anehnya hal ini cukup terabaikan. Sekarang sudah kejadian seperti ini, repot kita kan. Malaysia saja bisa memberikan proteksi lebih kepada nelayan mereka walaupun itu jelas-jelas mereka salah tapi mereka seakan-akan tidak peduli lagi. Di satu sisi kita malah berbeda dengan mereka," ujarnya. (*)
Editor : widodo
Source : Tribun Batam

Tidak ada komentar: