23 Agustus, 2010

Pemerintah Lupa Dua Dalil Politik Luar Negeri

SALAH seorang perintis hukum internasional di Indonesia Hasjim Djalal ikut merasa geram dengan lemahnya diplomasi pemerintah Indonesia dalam konflik perbatasan dengan Malaysia maupun negara lain. Hasjim pun mengimbau pemerintah agar mendesak Malaysia untuk merundingkan batas-batas laut teritorial. Berikut petikan wawancara wartawan Media Indonesia Amahl Sharif Azwar dengan pria yang pernah menjadi duta besar Indonesia untuk Kanada dan Jerman tersebut di kediamannya di Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (21/8).

Bagaimana Anda melihat kasus teranyar antara Indonesia dan Malaysia?

Kejadian itu, saya tidak tahu persis koordinatnya, tapi katanya terletak enam mil dari Tanjung Berakit. Kita meyakini itu bagian dari teritorial kita. Tapi Malaysia memakai peta yang lama pada 1979. Mereka pun menganggap nelayan itu ada di teritorial Malaysia. Jadi, sesungguhnya kita harus protes. Apalagi yang ditang-kap adalah petugas kenegaraan kita. Menurut hukum, orang tidak diperbolehkan memasuki teritorial laut negara lain. Kalau mengejar di laut lepas, silakan,tapi jangan sampai masuk ke wilayah negara lain. Kita sebaiknya menyelesaikan masalah perbatasan ini, baik dengan Malaysia maupun negara lainnya. Kalau tidak, akan selalu muncul yang namanya kerewelan/

Apa sesungguhnya persoalan utama yang menghambat penentuan wilayah?

Persoalan seluruh negara adalah ini kan batu karang sebagai pembatas teritorial. Sampai mana batasannya? Apa batu karang berhak untuk zona ekonomi? Kalau cuma sebesar meja kan tidak adil? Jadi, apa sesungguhnya peran batu karang untuk menentukan bataslaut teritorial. Itu yang masih menjadi perdebatan hingga sekarang.

Seperti slogan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono bahwa kita ini negara dengan seribu teman, nihil musuh?

Itulah. Semacam keyakinan bahwa kita ini tidak akan perang, boleh saja kita tidak akan perang. Namun, saya sering bilang bahwa dalil yang saya pelajari adalah Si vis pacem, para bellum (Bila kamu menginginkan perdamaian, bersiaplah untuk perang). Bukan berarti bersiap-siap perang, tetapi setidaknya mempersiapkan pertahanan diri sendiri. Saya pernah baca kalau tidak salah sudah ada 117 nelayan asing yang ditangkap diperairan Indonesia plus ribuan nelayan asing yang beroperasi di wilayah kita. Itu luar biasa menyedihkan.

Bagaimana sebaiknya sikap pemerintah ke depannya?

Ada dalil hubungan internasional lain yang sudah saya pegang selama puluhan tahun katakan kepada pemerintah. Yaitu, dua tetangga yang baik adalah tetangga yang garis batasnya jelas {good jence, make good neighbours). Kalau ada dua tetangga yang dekat, tetapi tidak memiliki pagar, sudah pasti akan berkelahi terus. Tidak usah negara. Anda saja, misalnya, dengan tetangga tidak ada pagar yang membatasi, pasti akan bertengkar.

Apakah ini terkait soal anggaran?

Baik pemerintah maupun DPR perlu menyadari betapa pentingnya pertahanan bagi NKRI. Sekarang, pengeluaran kita sebagian besar tersedot untuk kebutuhan pemilu, pemilu kada, dan lain sebagainya. Bukannya itu tidak perlu, tetapi jangan melupakan prioritas keamanan dan pertahanan. Saya kadang-kadang tidak mengerti bagaimana bisa Singapura yang jauh lebih kecil dari Indonesia memiliki jumlah kapal selam yang lebih banyak. Kalau China lebih banyak, saya mengerti. Begitu pula dengan Malaysia yang lautannya juga cukup luas. Singapura lautnya mana? (P-3)

Tidak ada komentar: