21 Agustus, 2010

Amdal Gagal Mencegah Pencemaran

Jakarta, Kompas - Kasus pencemaran perusahaan tambang emas yang meracuni 184 warga Desa Sinar Harapan, Kabupaten Pesawaran, Lampung, menunjukkan instrumen analisis mengenai dampak lingkungan gagal mencegah pencemaran.

Kegagalan itu disebabkan buruknya ketaatan para pemangku kepentingan yang terlibat dalam penerbitan dokumen amdal, termasuk pemerintah.

Hal itu dinyatakan Direktur Eksekutif Nasional Wahana Lingkungan Hidup Indonesia Berry N Furqon di Jakarta, Rabu (18/8). ”Amdal yang diterbitkan Provinsi Lampung terbukti gagal mencegah terjadinya korban aktivitas perusahaan tambang emas. Itu menunjukkan amdal sekadar menjadi dokumen formalitas,” kata Berry.

Dia menyatakan, kegagalan itu bukan disebabkan pengalihan kewenangan penerbitan amdal kepada pemda. ”Masalah intinya adalah bagaimana pemangku kepentingan menaati prosedur penerbitan amdal, termasuk kurang taatnya pemerintah mengevaluasi dan menyetujui dokumen amdal yang diajukan pelaku usaha serta lalai mengawasi pelaksanaannya,” kata Berry.

Pencemaran akibat beroperasinya PT N mengakibatkan ratusan warga Desa Sinar Harapan keracunan, dan 184 orang di antaranya harus dirawat di Puskesmas Gedong Tataan, karena muntah-muntah, pusing, nyeri, dan ulu hati panas.

Deputi Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Imam Hendargo Abu Ismoyo menjelaskan, hasil penyelidikan tim KLH menyimpulkan, PT N diduga kuat melepaskan limbah sianida ke Sungai Cikantor.

”Penyebab keracunan itu bukan limbah merkuri, tetapi sianida yang juga limbah B3. Kegiatan perusahaan itu patut diduga melanggar tata cara pengelolaan limbah B3 karena tidak ada saluran ke kolam penampungan air larian, juga tidak ada tempat penyimpanan sementara limbah B3,” kata Imam.

Asisten Deputi Urusan Pengelolaan B3 dan Limbah B3 Pertambangan, Energi, dan Migas KLH, Rasio Ridho Sani menyatakan, perusahaan dengan konsesi tambang 719,6 hektar itu memiliki dokumen amdal yang disetujui Pemprov Lampung, 2 Februari 2010. ”Dalam dokumen amdal, perusahaan diizinkan menggunakan sianida untuk memisahkan emas dari material yang tidak berharga,” kata Rasio.

Dia membenarkan, pada 2000-2007, perusahaan itu menggunakan merkuri untuk pemisahan emas dari material tidak berharga. Ini berdasarkan amdal dari Departemen Pertambangan dan Energi pada 19 Oktober 1999. ”Penggunaan sianida baru diuji coba Mei hingga 1 Agustus lalu. PT N menyatakan sejak 1 Agustus tidak pernah membuang limbah ke Sungai Cikantor. Kami masih mendalami lagi data terkait pencemaran itu,” kata Rasio.

Deputi Tata Lingkungan KLH Hermien Roosita menyatakan, ”Kami akan meminta Pemerintah Provinsi Lampung mengevaluasi dokumen amdal termasuk upaya pengendalian dan pengelolaan lingkungannya. Jika evaluasi dan revisi tidak dilakukan, KLH berwenang mengambil alih proses evaluasi dan revisi amdal,” katanya.


-Sumber: Kompas, 19 Agustus 2010, Halaman 13-

Tidak ada komentar: