21 Juli, 2010

Pencurian Ikan Makin Marak

JAKARTA, KOMPAS.com — Terpuruknya hasil tangkapan nelayan akibat cuaca buruk perairan tidak diikuti dengan turunnya pencurian ikan. Pencurian ikan justru ditengarai semakin marak, terutama pada Juli-Agustus. Kerugian negara diperkirakan meningkat sampai 40 persen.

Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Aji Sularso di Jakarta, Selasa (20/7/2010), mengemukakan, pencurian ikan kian marak karena kecenderungan banyaknya ikan di Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) pada bulan-bulan ini.

Peningkatan pencurian itu didasarkan pada persebaran ikan tuna, yang menjadi incaran kapal ikan asing, di wilayah ZEEI pada kedalaman laut 80 meter-140 meter. Beberapa perairan yang rawan pencurian antara lain perairan Natuna, Laut Sulawesi Utara, Halmahera, dan Arafura.

Sementara itu, anggaran pengawasan perairan tahun ini diturunkan dari 180 hari menjadi 100 hari dengan kapal patroli 22 unit. Keterbatasan itu menyebabkan kapal patroli hanya mampu menangkap 25 persen dari kapal pencuri ikan.

”Hari operasi pengawasan menurun 40 persen sehingga patroli berkurang. Akibatnya, pencurian ikan semakin merajalela,” ujar Aji.

Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik menyatakan, kerugian akibat praktik pencurian ikan dan penangkapan ikan ilegal setiap tahun ditaksir mencapai Rp 30 triliun. Kerugian tersebut masih ditambah dengan potensi kehilangan penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sebesar Rp 50 triliun setiap tahun.

Dengan menurunnya waktu pengawasan dan semakin maraknya pencurian ikan, kerugian negara ditaksir meningkat 40 persen, meliputi kerugian akibat hilangnya komoditas perikanan sebesar Rp 11 triliun-Rp 12 triliun dan penambahan kerugian PNBP sebesar Rp 20 triliun.

Pencurian ikan yang semakin marak, ujar Riza, tak hanya merugikan keuangan negara, tetapi juga mengancam ketahanan pangan nasional. Setiap tahun, sekitar 2,8 juta ton ikan dipasok oleh nelayan kecil untuk kebutuhan nasional.

Anggaran pengawasan tahun 2010 semula dipatok Rp 320 miliar, tetapi Rp 40 miliar dialihkan untuk perikanan budidaya pada April. Dari sisa anggaran pengawasan Rp 280 miliar, sebesar 70 persen dikelola oleh pemerintah pusat.

Hingga Juni 2010, ada 120 kapal ikan ilegal yang ditangkap dan berasal dari Vietnam, Thailand, Filipina, China, dan Malaysia. Kapal-kapal itu rata-rata berbobot mati lebih dari 70 ton dan bisa menghadapi gelombang tinggi. (LKT)

2 komentar:

The Soelistyowati mengatakan...

bolehkan saya sharingkan artikel anda ke teman-teman saya?

MUKHTAR A.Pi. M.Si mengatakan...

silakan semoga bermanfaat