19 Juli, 2010

Hibahkan Kapal Asing Ilegal kepada Nelayan

PENCURIAN IKAN

Jakarta, Kompas - Sebanyak 57 kapal ikan asing yang ditahan oleh patroli pengawasan Kementerian Kelautan dan Perikanan diusulkan untuk dipinjamkan dan dihibahkan kepada kelompok nelayan. Kapal-kapal tersebut sedang menunggu keputusan pengadilan.


Kapal-kapal asing yang ditahan karena menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia itu kini dititipkan di pelabuhan perikanan di Pontianak, Kalimantan Barat; Belawan, Medan; Tarempa dan Ranai, Kepulauan Riau.


Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kementerian Kelautan dan Perikanan Aji Sularso di Jakarta, Selasa (6/7), menjelaskan, hingga kini kapal ikan asing ilegal yang ditahan 105 kapal, 65 kapal di antaranya dinyatakan layak pakai.


Dari yang ditahan itu, delapan kapal asal China telah mendapat kekuatan hukum tetap untuk dimanfaatkan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia, Pemerintah Provinsi Gorontalo, Maluku, Kalimantan Tengah, dan Riau, serta Institut Pertanian Bogor dan Universitas Diponegoro.


Adapun 57 kapal lainnya, menurut Aji, diusulkan untuk dipinjamkan kepada kelompok usaha nelayan serta dihibahkan. Upaya peminjaman kapal itu melalui beberapa tahapan, antara lain persetujuan gubernur, verifikasi kredibilitas koperasi, dan kesepakatan agar kapal sewaktu-waktu dihadirkan dalam proses pengadilan.


Proses yang cepat


Direktur Penanganan Pelanggaran Kementerian Kelautan dan Perikanan Nugroho Aji mengemukakan, kapal yang dipinjamkan nantinya diupayakan untuk dihibahkan.


”Kami mengharapkan proses hukum terkait status kapal berlangsung lebih cepat sehingga kapal tidak dibiarkan teronggok dan rusak,” ujar Nugroho.


Proses hukum yang cenderung lama akan membuat kondisi kapal terus menurun. Bahkan, kata Nugroho, tidak dapat lagi dioperasikan.


Hibah kapal perikanan ilegal mengacu pada Undang-Undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-Undang No 31/2004 tentang Perikanan.


Meski telah banyak kapal asing yang ditahan, pencurian ikan di perairan Indonesia ditengarai masih marak. Beberapa wilayah yang rawan pencurian, antara lain, adalah perairan Natuna, laut Sulawesi Utara, Halmahera, dan Arafuru.


Pencurian antara lain dilakukan oleh kapal asing yang berbendera Indonesia. Kapal patroli Kementerian Kelautan dan Perikanan hanya mampu menangkap sekitar 25 persen dari kapal ilegal pencuri ikan. Ini karena jumlah kapal patroli yang dimiliki terbatas.


Tahun 2010, anggaran pengawasan perairan 100 hari dengan jumlah kapal patroli 22 unit. Periode Januari-Juni 2010, kapal ikan ilegal yang ditangkap 120 unit. Kapal-kapal itu antara lain berasal dari Vietnam, Thailand, Filipina, China, dan Malaysia.


Pencurian ikan, kata Aji, kemungkinan akan semakin marak pada Juli-Agustus karena kecenderungan banyaknya ikan di zona ekonomi eksklusif Indonesia pada bulan-bulan ini.


Menurut Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara) M Riza Damanik, perubahan iklim telah mengubah perilaku ikan tangkapan. Daerah yang dahulu menjadi titik konsentrasi ikan tangkapan telah ditinggalkan, sementara daerah yang belum dikenali sebagai daerah tangkapan ikan justru menjadi titik konsentrasi ikan tangkapan.


Oleh karena itu, pemerintah harus mengintervensi dengan memberikan informasi wilayah penangkapan ikan. Proyeksi itu harus menjamin ketepatan wilayah penangkapan ikan di perairan Indonesia.


”Jika nelayan memanfaatkan informasi perkiraan wilayah penangkapan ikan dan ternyata nelayan tersebut gagal mendapatkan tangkapan, pemerintah harus menyediakan mekanisme ganti rugi,” kata Riza


Selain itu, perlu mekanisme jaminan hidup bagi nelayan yang menghadapi musim paceklik. ”Perubahan iklim membuat musim penangkapan ikan semakin tidak teratur. Aktivitas penangkapan juga harus mendapatkan asuransi keselamatan karena perubahan iklim meningkatkan risiko keselamatan nelayan perikanan tangkap,” papar Riza.


(LKT/ROW)

Tidak ada komentar: