Fishing Down yang saya maksud adalah suatu kondisi buruk yang menimpa kandungan ikan di lautan, fenomena ini ditandai dengan makin jauhnya jarak tempuh nelayan (skala kecil), kian sedikitnya jumlah produksi dan semakin kecil pula ukuran-ukuranya. Sebut saja pada kasus ikan tuna, tahun 90, nelayan skala kecil aceh bisa mendapatkan yellofin tuna pada jarak tempuh kurang dari 12 mil lepas pantai dengan ukuran antara 80-150 kg per ekor. di tahun tersebut, seorang nelayan bisa mendapatkan 300-700 kg yellofin tuna setiap harinya.
Dipihak lain, indikasi dari terjadinya fenomena fishing down di Aceh, hilangnya beberap biota laut seperti kerang-kerangan, siput (hijau) dan kepiting bakau. Lalu, beberapa jenis ikan muara seperti kembung, dencis, layur, tali pinggang, biji nangka, peperek, teri dan sejenis ikan muara lainnya semakin sulit untuk diperoleh.
Gejala ini dipengaruhi oleh peningkatan suhu air laut yang tidak lagi steril untuk pertumbuhan plankton (terumbu karang), kemudian pembuangan limbah yang mengandung racu, serta penggunaan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (trawl n bom), secara alamianh, trend ini juga dipicu oleh terjadinya tsunami besar pada akhir tahun 2004 yang melenyapkan 17.000 ha hutan manggrove dan 19.000 hutan pantai serta merusak beberapa spot terumbu karang disepanjang pantai barat dan tengah Aceh.
Dampak buruk dari trend diatas adalah semakin berkurangnya income nelayan disatu sisi, ancaman berkurangnya konsumsi protein untuk penduduk Aceh dan sumatera pada umumnya (aceh merupakan pemasok utama kebutuhan ikan penduduk sumatera dan malaysia dan singapura).
Berkurangnya income nelayan diakibatkan oleh kian sedikitnya jumlah ikan serta bertambahnya bea operasi (jarak tempuh) yang harus dilewati untuk mencapai titik kawanan ikan. situasi akan sangat buruk untuk nelayan dan mengancam serapan protein penduduk.
Jadi, trend fishing down yang saya maksud disini adalah keadaan dimana kandungan ikan diperairan Aceh (selat malaka dan samudera hindia) dirasakan semakin berkurang, semakin kecil (ukuranyan) dan semakin jauh pula jarak tempuh (nelayan) nya.
Definisi yg anda kemukakan ini setali tiga uang dengan konsep Fishing Down Marine Food Webs yg dikemukakan oleh Pauly dan rekan di tahun 1998.
Intinya, makna 'down' yg disebut oleh Pauly tsb terkait dgn menurunnya trophic level, atau TL (tingkatan di jaring2 makanan) dari ikan/hewan yg dieksploitasi. Hal ini terkait dgn sifat ecosystem effect of fishing yg terjadi di alam.
Sebagai contoh, jika ikan predator kelas tinggi, macam tuna (ini contoh saja ya) terlalu dieskploitasi habis2an (oleh siapa saja), maka sudah tentu biomassa tuna pun akan berkurang. Akibatnya, maka mangsa yg biasa dimakan tuna (misalnya ikan medium pelagic, spt tenggiri, tongkol, dsb), pun membludak jumlah (krn predatornya berkurang). Secara otomatis, nelayan yg biasa menangkap tuna, yg pada akhirnya "kehabisan" tuna, akan beralih sasaran tangkapan ke ikan2 medium pelagic tsb (tenggiri, tongkol, dsb). Begitu seterusnya, tenggiri dan tongkol pun terekspoitasi secara masif, shg jumlahnya menurun, dan proses berantai ini pun berulang kembali. Mangsa tenggiri dan tongkol akan membludak (krn predator mrk, tenggiri & tongkol berkurang). Mangsa ini antara lain ikan2 small pelagics spt selar, sardine, teri, dsb. Nelayan pun beralih target ke small pelagics. Jika small pelagic ini over-exploited, maka yg "tersisa" bagi nelayan adalah hewan2 invertebrate yg berupakan mangsa ikan2 small pelagic, misalnya zooplankton (spt. udang gerago, mysids, dsb.), benthos, dan ubur2. Proses ini tentunya tdk terjadi dlm waktu 5 - 10 tahun, tapi trend ini di banyak tempat konsisten terjadinya, sebagaimana yg diulas di paper tsb.
Jadi secara kasat mata, yg terlihat adalah tangkapan ikan bagi nelayan akan makin mengecil ukurannya (dalam kurun waktu 10 - 20 tahun baru terlihat biasanya) dan semakin jauh lokasi fishing ground-nya (karena terjadi fenomena range collapse secara spasial, terutama untuk ikan2 pelagic dan juga demersal tertentu).
Di pantai timur Canada, pada saat stok ikan Cod (Gadus morhua, sejenis ikan demersal) collapsed di akhir tahun 1980an - awal 1990an, maka yg terjadi adalah membludaknya lobster (akibat ecosystem effects of fishing). Nelayan lobster panen, tetapi nelayan Cod gigit jari. Sebagian nelayan Cod mau konversi jadi nelayan Lobster, tapi sebagian lagi terpaksa nganggur dan tdk ingin utk pindah profesi, krn mengangkut banyak faktor, yakni faktor sosial, ekonomi dan budaya; dan tidak hanya faktor ekologi dan teknologi penangkapan semata.
Dipihak lain, indikasi dari terjadinya fenomena fishing down di Aceh, hilangnya beberap biota laut seperti kerang-kerangan, siput (hijau) dan kepiting bakau. Lalu, beberapa jenis ikan muara seperti kembung, dencis, layur, tali pinggang, biji nangka, peperek, teri dan sejenis ikan muara lainnya semakin sulit untuk diperoleh.
Gejala ini dipengaruhi oleh peningkatan suhu air laut yang tidak lagi steril untuk pertumbuhan plankton (terumbu karang), kemudian pembuangan limbah yang mengandung racu, serta penggunaan alat-alat tangkap yang tidak ramah lingkungan (trawl n bom), secara alamianh, trend ini juga dipicu oleh terjadinya tsunami besar pada akhir tahun 2004 yang melenyapkan 17.000 ha hutan manggrove dan 19.000 hutan pantai serta merusak beberapa spot terumbu karang disepanjang pantai barat dan tengah Aceh.
Dampak buruk dari trend diatas adalah semakin berkurangnya income nelayan disatu sisi, ancaman berkurangnya konsumsi protein untuk penduduk Aceh dan sumatera pada umumnya (aceh merupakan pemasok utama kebutuhan ikan penduduk sumatera dan malaysia dan singapura).
Berkurangnya income nelayan diakibatkan oleh kian sedikitnya jumlah ikan serta bertambahnya bea operasi (jarak tempuh) yang harus dilewati untuk mencapai titik kawanan ikan. situasi akan sangat buruk untuk nelayan dan mengancam serapan protein penduduk.
Jadi, trend fishing down yang saya maksud disini adalah keadaan dimana kandungan ikan diperairan Aceh (selat malaka dan samudera hindia) dirasakan semakin berkurang, semakin kecil (ukuranyan) dan semakin jauh pula jarak tempuh (nelayan) nya.
Definisi yg anda kemukakan ini setali tiga uang dengan konsep Fishing Down Marine Food Webs yg dikemukakan oleh Pauly dan rekan di tahun 1998.
Intinya, makna 'down' yg disebut oleh Pauly tsb terkait dgn menurunnya trophic level, atau TL (tingkatan di jaring2 makanan) dari ikan/hewan yg dieksploitasi. Hal ini terkait dgn sifat ecosystem effect of fishing yg terjadi di alam.
Sebagai contoh, jika ikan predator kelas tinggi, macam tuna (ini contoh saja ya) terlalu dieskploitasi habis2an (oleh siapa saja), maka sudah tentu biomassa tuna pun akan berkurang. Akibatnya, maka mangsa yg biasa dimakan tuna (misalnya ikan medium pelagic, spt tenggiri, tongkol, dsb), pun membludak jumlah (krn predatornya berkurang). Secara otomatis, nelayan yg biasa menangkap tuna, yg pada akhirnya "kehabisan" tuna, akan beralih sasaran tangkapan ke ikan2 medium pelagic tsb (tenggiri, tongkol, dsb). Begitu seterusnya, tenggiri dan tongkol pun terekspoitasi secara masif, shg jumlahnya menurun, dan proses berantai ini pun berulang kembali. Mangsa tenggiri dan tongkol akan membludak (krn predator mrk, tenggiri & tongkol berkurang). Mangsa ini antara lain ikan2 small pelagics spt selar, sardine, teri, dsb. Nelayan pun beralih target ke small pelagics. Jika small pelagic ini over-exploited, maka yg "tersisa" bagi nelayan adalah hewan2 invertebrate yg berupakan mangsa ikan2 small pelagic, misalnya zooplankton (spt. udang gerago, mysids, dsb.), benthos, dan ubur2. Proses ini tentunya tdk terjadi dlm waktu 5 - 10 tahun, tapi trend ini di banyak tempat konsisten terjadinya, sebagaimana yg diulas di paper tsb.
Jadi secara kasat mata, yg terlihat adalah tangkapan ikan bagi nelayan akan makin mengecil ukurannya (dalam kurun waktu 10 - 20 tahun baru terlihat biasanya) dan semakin jauh lokasi fishing ground-nya (karena terjadi fenomena range collapse secara spasial, terutama untuk ikan2 pelagic dan juga demersal tertentu).
Di pantai timur Canada, pada saat stok ikan Cod (Gadus morhua, sejenis ikan demersal) collapsed di akhir tahun 1980an - awal 1990an, maka yg terjadi adalah membludaknya lobster (akibat ecosystem effects of fishing). Nelayan lobster panen, tetapi nelayan Cod gigit jari. Sebagian nelayan Cod mau konversi jadi nelayan Lobster, tapi sebagian lagi terpaksa nganggur dan tdk ingin utk pindah profesi, krn mengangkut banyak faktor, yakni faktor sosial, ekonomi dan budaya; dan tidak hanya faktor ekologi dan teknologi penangkapan semata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar