31 Juli, 2010

Daerah Terdampak Pencemaran Lebih Luas

Jakarta, Kompas - Luasan daerah terdampak pencemaran tumpahan minyak di Blok West Atlas lebih luas dari perkiraan awal. Jumlah nelayan dan petani rumput laut yang terkena dampak tumpahan minyak diverifikasi lagi. Sementara tuntutan ganti rugi sesuai standar internasional.

Kilang yang dioperasikan PTTE Pacific Australasia di Blok West Atlas, perairan Australia, itu bocor pada 21 Agustus 2009. Akibat terbawa arus dan gelombang laut, tumpahan minyak itu memasuki Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia. Tumpahan minyak itu menurunkan tangkapan ikan nelayan dan merusak rumput laut petani di sejumlah wilayah di Provinsi Nusa Tenggara Timur.

Berdasarkan data Tim Advokasi Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor, awalnya disebutkan luasan daerah terdampak mencapai 16.420 kilometer persegi. Namun, temuan terbaru Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional serta Badan Riset Kelautan dan Perikanan (BRKP) mengindikasikan daerah di luar areal itu juga terkena tumpahan minyak.

Ketua Tim Advokasi Tuntutan Ganti Rugi Pencemaran di Laut Timor Masnellyarti Hilman menjelaskan, ”Data daerah yang terkena tumpahan minyak itu jauh lebih luas dari data awal. Namun, kepastian luasnya masih dipastikan.”

Penelitian BRKP juga menemukan kandungan Polycyclic Aromatic Hydrocarbon (PAH) di sejumlah wilayah budidaya rumput laut, ekosistem perairan, dan padang lamun di sejumlah kawasan, termasuk Taman Nasional Laut Sawu. ”Data itu sudah termasuk dalam data yang dipertukarkan dengan PTTEPAA dalam negosiasi di Perth, pekan ini. Kami telah meminta pemerintah daerah memverifikasi jumlah warga yang terkena dampak dan mengumpulkan KTP mereka,” kata Masnellyarti.

Tentang uang muka ganti rugi, Masnellyarti menyatakan, PTTEPAA masih mempertimbangkan itu. ”Akan tetapi, mereka berkomitmen mengganti setiap kerugian yang bisa dibuktikan secara ilmiah. Kini kami membangun modeling pergerakan tumpahan minyak agar bisa menunjukkan dengan data ilmiah dampak tumpahan terhadap nelayan, petani rumput laut, dan ekosistem perairan Nusa Tenggara Timur,” kata Masnellyarti.


Berstandar internasional

Sementara itu, pemerintah provinsi dan kabupaten/kota di NTT meminta pemerintah pusat mengajukan tuntutan ganti rugi pencemaran Laut Timor sesuai standar internasional. Pencemaran tak boleh hanya memperhitungkan dampak konkret sekarang, tetapi lebih luas dan menyangkut seluruh biota laut serta ekosistem di dalamnya pada masa yang akan datang.

”Soal perhitungan nilai ganti rugi harus lebih teliti dan berstandar internasional. Jika kita menuntut berlebihan, orang akan menertawai kita, tetapi jika kita meminta kurang juga rakyat akan kecewa,” kata Wakil Gubernur Nusa Tenggara Timur Esthon Foenay di Kupang, kemarin. (ROW/KOR).


-Sumber: Kompas, 31 Juli 2010, Halaman 13-

Tidak ada komentar: