BANJARMASIN, SENIN *- Mayoritas perusahaan tambang batu bara di
Kalsel tanpa tempat pengolahan limbah. Akibatnya, keberadaan perusahaantersebut sering mencemari lingkungan dan meresahkan masyarakat sekitar
tambang.
Hal itu dikatakan Kepala Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD) Kalsel,
Rakhmadi Kurdi. Menurut dia, berdasarkan hasil uji putih yang dilakukan
jajarannya pada 2010 ini, sebanyak 60 persen perusahaan tanpa memiliki punya
pengolahan limbah, khususnya perusahaan berstatus Kuasa Pertambangan (KP).
"Dari 10 perusahaan yang dijadikan sampel, 60 persen tidak punya tempat
pengolahan limbah yang menjadi persyaratan perusahaan tambang," katanya.
Tak heran, jika terjadi banjir maka limbah tambang tersebut langsung meluber
ke kawasan dan menimbulkan pencemaran lingkungan sekitar. Termasuk sebagian
mengalir ke sungai-sungai, yang bantarannya dimanfaatkan masyarakat untuk
perikanan.
Di wilayah Tapin misalnya, terjadi pencemaran terhadap tambak dan perkebunan
masyarakat setempat. Berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan, ternyata
perusahaan tersebut tidak memiliki instalasi pengolahan limbah.
"Di daerah itu ada dua perusahaan tambang yang keduanya tidak punya
pengolahan limbah. Begitu terjadi luberan, ya... langsung masuk ke sungai,"
urainya.
Selain tempat pengolahan limbah, juga banyak perusahaan tambang yang tidak
membuat titik penataan maupun sumur pantau untuk mengantisipasi terjadinya
pencemaran di sekitar areal tambang.
Selama ini, perusahaan tambang tersebut sering menjadi sasaran penyebab
terjadinya pencemaran maupun musibah, khususnya banjir. Hal itu disebabkan
kurangnya kesadaran untuk menaati ketentuan pertambangan tersebut.
Berdasarkan catatan BLHD Kalsel, jumlah tambang yang ada di banua ini
mencapai 400 buah, dan yang masih aktif 336 buah. Dari jumlah tersebut
sebanyak 41 tambang berstatus PKP2B yang izinnya diterbitkan pemerintah
pusat.
Perusahaan tambang batu bara tersebut, telah mengapling lahan seluas 1,8
juta hektare atau sekitar sepertiga dari luas wilayah Kalsel yang mencapai
3,7 juta hektare.
Sedangkan yang menjadi kawasan pertambangan yang sudah melakukan eksploitasi
yaitu seluas 658.742,88 hektare. Jumlah tersebut belum termasuk areal
tambang berstatus KP dan PKP2B seluas 1,8 juta hektare.
Menurut Direktur Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Kalsel, Hegar Wahyu
Hidayat, tidak taatnya mayoritas perusahaan tambang tersebut, karena
pengawasan yang dilakukan pemerintah daerah setempat masih minim. Bahkan,
tidak ada pengawasan sama sekali.
Hal itu terlihat dari respon selama ini. Para pemegang kebijakan tersebut,
turun ke lokasi setelah terjadi musibah yang menimpa masyarakat.
"Pengawasan yang dilakukan masih lemah, bahkan cenderung tidak ada. Terlihat
setelah memberikan izin ya dibiarkan begitu saja. Pemerintah turun ke lokasi
setelah terjadi musibah," terangnya.
Seharusnya, saat proses perizinan dilakukan, pengawasan sudah mulai.
Termasuk mengawasi persyaratan yang menjadi ketentuan, seperti pembuatan
pengolahan limbah.
"Idealnya, sebelum melaksanakan ketentuan peraturan seperti pembuatan
penampungan limbah, izin tidak dikeluarkan. Dengan begitu, pengawasan juga
menjadi mudah," tukasnya.
http://www.banjarmasinpost.co.id/read/artikel/45405/tambang-sering-cemari-lingkungan
*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar