leh : Slamet Subyakto, A Romadlon dan Sofiati
Ikan cobia (Rachycentron candum) termasuk ikan pelagis yang hidup di perairan tropis dan sub tropis, dan banyak di temukan di Samudra Pasifik, Atlantik dan sebelah barat dya Meksiko. Di Indonesia ikan ini serinh di jumpai di sekitar peraiaran Pulau Bali.
Bentuk tubuhnya menyerupai terpedo dengan kepala dan mulut relatif lebar dibandingkan bagian tubuh lainnya. Sisik berukuran kecil dan terbenam dalam kulit yang tebal. Badan berwarna coklat gelap dengan bagian bawah berwarna kekuning-kuningan, dan terdapat dua garis tebal keperakan sepanjang tubuh pada ikan yang masih muda. Pada habitat aslinya ikan cobia ini banyak ditemukan dengan panjang 80-100 cm, dan dapat tumbuh maksimal sepanjang 180 cm.
Ikan cobia hasil budidya pada Karamba Jaring Apung (KJA) di laut dapat dipanen setela ukuran mencapai 25-35 cm denagan masa pemeliharan 80-100 hari. Pemeliharan yang lebih lama tetap mem berikan keuntungan karena ikan ini mempunyai pertumbuhan yang cepat, dimana ikan-iakan cobia denagan berata awal berukuran 5-7 kg dapat ditingkatkan bobot tubuhnya sebesar 1-2 kg/bulan. Pemeliharaan selama 20 bulan pada KJA akan di peroleh ikan cobia dengan berat antara 12-15 kilogram.
Ikan cobia yang telah dipanen dari KJA dapat diekspor ke USA, Taiwan, dan pasar lokal ikan ini masih bernilai ekonomis. Pemasaran biasnya dalam bentuk ikan beku dan merupkan bahan pembuatan sashimi. Pada pangsa pasar Asia lebih diminati selaian dagingnya yaitu bagian gonad ikan, perut dan kepala untuk bahan sup.
Namun masalahnya, kendala utama pada budidaya ikan jenis ini adalah benih yang belum tersedia secara kontinyu sehingga beberapa pengusah mencoba mengimpor benih dari Taiwan. Di Indonesia upaya pematanagan gonad ikan cobia melalui manajemen pakan yang baiak telah di lakukan sejak tahun 2005 oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali dan telah berhasil dipijahkan pertama kalinya pada Bulan Agustus 2005 denagn jumlah telur sebanyak 880.000 butir. Pertambahan panjang larva cobia umur 1 hari panjang total 3,3-3,47 mm berwarna coklat agak kehitaman.
Pada umur 3 hari panajang total 4,25-4,75 mm dan larva cobia akan melalui makan rotifer dan nauplii copepoda. Pada umur 8 hari panajng total 6,5-6,7 mm. Pada D-10 panajng total 6,9-7,4 mm, umur 15 hari panjang total 16,6-17,3 mm. umur 20 hari panjang total larva 18,7-19,8 mm.
Teknologi
Pemeliharan larva cobia tidak bisa terlepas dari pakan alami rotifer, dimna rotifer itu memiliki keunggulan: mudah dikultur, tingkat produksinya tinggi, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, berukuran kecil dan bergerak lambat sehingga larva mudah menangkapnya. Kualitas rotifer perlu di perkaya sehingga rotifer memiliki kualitas nutrisi yang tinggi. Sebagian pakan larva ikan, rotifer pada umumnya bersifat non selektif filter feeder. Pakan yang berupa partikel-partikel terdiri dari fitoplankton, detritus dan bakteri di ambil terus menerus sambil berenang. Secara umum ukuran pakan yang masuk kedalam mulut rotifer adalah partikel dengan kisaran diameter 10-20 mikron.
Beberapa jenis phytoplanton dapat di jadikan pakan rotifer di antaranya Chlorella, Isocrysis, Dunaliella, Monocrysis, tepung spirullina, selain itu bisa menggunakan yeast dan pakan komersil. Denagn sifat rotifer yang filter feeder memudahkan untuk aplikasi beberapa jenis bahan pengkayaan terutama asam lemak essensial (EPA dan DHA), selain itu dapat juga diberikan vitamin. Kandungan asam lemak pada rotifer dipengaruhi kepadatan pakan yang diberikan yang berpengaruh secara kuantitatif tetapi tidak besar pengaruhnya secara kualitatif.
Pemelihara larva ikan cobia di Balai Budidaya Air Payau situbondo telah berhasil dilakukan pada bak beton berukuran 10 m²yang telah terisi air laut yang sudah difiltrasi dan disterilisasi serta dilengkapi dengan sistem aerasi dan saluran pengaturan air. Pada uji coba tersebut larva ikan cobai berumur 1 hari (D-1) diperoleh dari Balai Besar Riset Perikana Budidaya Laut Gondol, Bali. Larva ssebanyak 60.000 ekor ditebar pada 2 bak pemelihara larva sehingga masing-masing bka 30.000 ekor.
Cara pemeliharaan larva ikan cobia meliputi :
Pada hari pertama sampai hari ke - 10 diberi minyak cumi dan ditambahkan Chlorella sp dengan kepadatan 50.000-100.000 sel/ml.
Pada hari kedua (D-2) diberi pakan berupa rotifer denagan dosis pemberian rotifer 10-15 individu/ ml, Rotifer setipa akan di berikan ke larva, terlebih dahulu dimasukan ke dalam ember 10 liter denagn kepadatan 1000 sel/ml kemudian di perkaya denagn bahan pengkaya EPA dan DHA, vitamin C, dan probiotik (Bacillus) kemudian dibiarkan selama 2 jam untuk memberikan bahan-bahan pengkayaan tersebut dimakan oleh rotifer.
Nauplii artemia diberiakan mulai larva D-8 dengan dosis pemberian 0,5-1 ind./liter sampai D 20.
Mulai hari ke-10 pakan buatan di berikan denagn dosis pembeerian 0,5-2 ppm tiap kali pemberian denagn frekuensi 3 kali sehari sampai panen. Udang rebon (Mysid) mulai di berikan pada D-20 sampai panen.
Grading mulai dilalukan pada D-22.
Kualitas air diukur secara periodik setiap 5 hari sehari.
Panen benih ikan cobia dilakukan pada saat larva berumur 25 hari, dengan air diturunkan secara perlahan-lahan, dan ikan di ambil dan dihitung menggunka gayung. Dari hasil panen di BBAP Situbondo denagn menggunakn rotifer yang diperkaya dengan EPA, DHA, Vitamin C dan probiotik, pada bak pertama berhasil dipanen benih cobai sebanayk 3.421 ekor(sr=12,3%), sedangkan pada bak kedua 3.680 ekor (SR=12,3%) atau rata-rata SR sebesar 11,85%.
Hasil pengukuran parameter kualitas air selama pemeliharan larva masih pada kisaran normal untuk kehidupan benih ikan yaitu DO: 4,66-5,87 ppm, pH: 7,6-7,75, salinitas: 31-32 ppt suhu: 31-32ºC, ammoniak: 0,0139-0,048 ppm dan nitrit:1,68-2,515 ppm.
Ikan cobia telah berhasil dibenihkan dan dibududyakan, dan ini menjadikan peluang yang sangat besar untuk pengikatan produksi ikan budidaya. Pengikatan budidaya ikan cobia dapat dilakaukan dengan pengikatan jumlah KJA untuk pemeliharaan ikan cobia dan pengikatan jumlah benih yang di perlukan untuk budidaya tersebut. Upaya inipun akan berhasil jika pasr terbentuk dan permintah terus ada, sehingga upaya pengingkatan produksi seyogyanya mengikuti peningkatan permintaan pasar.
Sumber : Majalah Minapolotan Edisi Februari 2010
Ikan cobia (Rachycentron candum) termasuk ikan pelagis yang hidup di perairan tropis dan sub tropis, dan banyak di temukan di Samudra Pasifik, Atlantik dan sebelah barat dya Meksiko. Di Indonesia ikan ini serinh di jumpai di sekitar peraiaran Pulau Bali.
Bentuk tubuhnya menyerupai terpedo dengan kepala dan mulut relatif lebar dibandingkan bagian tubuh lainnya. Sisik berukuran kecil dan terbenam dalam kulit yang tebal. Badan berwarna coklat gelap dengan bagian bawah berwarna kekuning-kuningan, dan terdapat dua garis tebal keperakan sepanjang tubuh pada ikan yang masih muda. Pada habitat aslinya ikan cobia ini banyak ditemukan dengan panjang 80-100 cm, dan dapat tumbuh maksimal sepanjang 180 cm.
Ikan cobia hasil budidya pada Karamba Jaring Apung (KJA) di laut dapat dipanen setela ukuran mencapai 25-35 cm denagan masa pemeliharan 80-100 hari. Pemeliharan yang lebih lama tetap mem berikan keuntungan karena ikan ini mempunyai pertumbuhan yang cepat, dimana ikan-iakan cobia denagan berata awal berukuran 5-7 kg dapat ditingkatkan bobot tubuhnya sebesar 1-2 kg/bulan. Pemeliharaan selama 20 bulan pada KJA akan di peroleh ikan cobia dengan berat antara 12-15 kilogram.
Ikan cobia yang telah dipanen dari KJA dapat diekspor ke USA, Taiwan, dan pasar lokal ikan ini masih bernilai ekonomis. Pemasaran biasnya dalam bentuk ikan beku dan merupkan bahan pembuatan sashimi. Pada pangsa pasar Asia lebih diminati selaian dagingnya yaitu bagian gonad ikan, perut dan kepala untuk bahan sup.
Namun masalahnya, kendala utama pada budidaya ikan jenis ini adalah benih yang belum tersedia secara kontinyu sehingga beberapa pengusah mencoba mengimpor benih dari Taiwan. Di Indonesia upaya pematanagan gonad ikan cobia melalui manajemen pakan yang baiak telah di lakukan sejak tahun 2005 oleh Balai Besar Riset Perikanan Budidaya Laut Gondol, Bali dan telah berhasil dipijahkan pertama kalinya pada Bulan Agustus 2005 denagn jumlah telur sebanyak 880.000 butir. Pertambahan panjang larva cobia umur 1 hari panjang total 3,3-3,47 mm berwarna coklat agak kehitaman.
Pada umur 3 hari panajang total 4,25-4,75 mm dan larva cobia akan melalui makan rotifer dan nauplii copepoda. Pada umur 8 hari panajng total 6,5-6,7 mm. Pada D-10 panajng total 6,9-7,4 mm, umur 15 hari panjang total 16,6-17,3 mm. umur 20 hari panjang total larva 18,7-19,8 mm.
Teknologi
Pemeliharan larva cobia tidak bisa terlepas dari pakan alami rotifer, dimna rotifer itu memiliki keunggulan: mudah dikultur, tingkat produksinya tinggi, mempunyai toleransi yang tinggi terhadap lingkungan, berukuran kecil dan bergerak lambat sehingga larva mudah menangkapnya. Kualitas rotifer perlu di perkaya sehingga rotifer memiliki kualitas nutrisi yang tinggi. Sebagian pakan larva ikan, rotifer pada umumnya bersifat non selektif filter feeder. Pakan yang berupa partikel-partikel terdiri dari fitoplankton, detritus dan bakteri di ambil terus menerus sambil berenang. Secara umum ukuran pakan yang masuk kedalam mulut rotifer adalah partikel dengan kisaran diameter 10-20 mikron.
Beberapa jenis phytoplanton dapat di jadikan pakan rotifer di antaranya Chlorella, Isocrysis, Dunaliella, Monocrysis, tepung spirullina, selain itu bisa menggunakan yeast dan pakan komersil. Denagn sifat rotifer yang filter feeder memudahkan untuk aplikasi beberapa jenis bahan pengkayaan terutama asam lemak essensial (EPA dan DHA), selain itu dapat juga diberikan vitamin. Kandungan asam lemak pada rotifer dipengaruhi kepadatan pakan yang diberikan yang berpengaruh secara kuantitatif tetapi tidak besar pengaruhnya secara kualitatif.
Pemelihara larva ikan cobia di Balai Budidaya Air Payau situbondo telah berhasil dilakukan pada bak beton berukuran 10 m²yang telah terisi air laut yang sudah difiltrasi dan disterilisasi serta dilengkapi dengan sistem aerasi dan saluran pengaturan air. Pada uji coba tersebut larva ikan cobai berumur 1 hari (D-1) diperoleh dari Balai Besar Riset Perikana Budidaya Laut Gondol, Bali. Larva ssebanyak 60.000 ekor ditebar pada 2 bak pemelihara larva sehingga masing-masing bka 30.000 ekor.
Cara pemeliharaan larva ikan cobia meliputi :
Pada hari pertama sampai hari ke - 10 diberi minyak cumi dan ditambahkan Chlorella sp dengan kepadatan 50.000-100.000 sel/ml.
Pada hari kedua (D-2) diberi pakan berupa rotifer denagan dosis pemberian rotifer 10-15 individu/ ml, Rotifer setipa akan di berikan ke larva, terlebih dahulu dimasukan ke dalam ember 10 liter denagn kepadatan 1000 sel/ml kemudian di perkaya denagn bahan pengkaya EPA dan DHA, vitamin C, dan probiotik (Bacillus) kemudian dibiarkan selama 2 jam untuk memberikan bahan-bahan pengkayaan tersebut dimakan oleh rotifer.
Nauplii artemia diberiakan mulai larva D-8 dengan dosis pemberian 0,5-1 ind./liter sampai D 20.
Mulai hari ke-10 pakan buatan di berikan denagn dosis pembeerian 0,5-2 ppm tiap kali pemberian denagn frekuensi 3 kali sehari sampai panen. Udang rebon (Mysid) mulai di berikan pada D-20 sampai panen.
Grading mulai dilalukan pada D-22.
Kualitas air diukur secara periodik setiap 5 hari sehari.
Panen benih ikan cobia dilakukan pada saat larva berumur 25 hari, dengan air diturunkan secara perlahan-lahan, dan ikan di ambil dan dihitung menggunka gayung. Dari hasil panen di BBAP Situbondo denagn menggunakn rotifer yang diperkaya dengan EPA, DHA, Vitamin C dan probiotik, pada bak pertama berhasil dipanen benih cobai sebanayk 3.421 ekor(sr=12,3%), sedangkan pada bak kedua 3.680 ekor (SR=12,3%) atau rata-rata SR sebesar 11,85%.
Hasil pengukuran parameter kualitas air selama pemeliharan larva masih pada kisaran normal untuk kehidupan benih ikan yaitu DO: 4,66-5,87 ppm, pH: 7,6-7,75, salinitas: 31-32 ppt suhu: 31-32ºC, ammoniak: 0,0139-0,048 ppm dan nitrit:1,68-2,515 ppm.
Ikan cobia telah berhasil dibenihkan dan dibududyakan, dan ini menjadikan peluang yang sangat besar untuk pengikatan produksi ikan budidaya. Pengikatan budidaya ikan cobia dapat dilakaukan dengan pengikatan jumlah KJA untuk pemeliharaan ikan cobia dan pengikatan jumlah benih yang di perlukan untuk budidaya tersebut. Upaya inipun akan berhasil jika pasr terbentuk dan permintah terus ada, sehingga upaya pengingkatan produksi seyogyanya mengikuti peningkatan permintaan pasar.
Sumber : Majalah Minapolotan Edisi Februari 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar