01 Juli, 2009

"Biorock Technology

sebagai salah satu alternatif upaya rehabilitasi ekosistem terumbu karang”

Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia memiliki hamparan terumbu karang dengan kuantitas yang cukup besar yaitu sekitar 18 % terumbu karang dunia yang terdapat di sepanjang garis pantai Indonesia. Sepanjang 95.181 km garis pantai yang menghampar dari ujung barat hingga ujung timur menempatkan Negara tercinta kita ini diakui dunia sebagai pemegang status garis pantai terpanjang keempat di dunia setelah AS, Kanada dan Rusia. Namun akibat dekatnya letak ekosistem terumbu karang dengan garis pantai membuat ekosistem ini mengalami tekanan yang cukup berat dari masyarakat pesisir setempat. Kegiatan penangkapan ikan menggunakan bom maupun racun sianida merupakan contoh perbuatan tak bertanggungjawab yang sering terjadi. 

Berdasarkan penelitian dari P2O LIPI, hanya tersisa sekitar 5,8 % dari seluruh hamparan terumbu karang Indonesia yang berada dalam keadaan sangat baik. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan sebab ekosistem terumbu karang memegang peranan penting dalam penyerapan karbon yang merupakan penyebab utama terjadinya pemanasan global. Oleh karena itu, dengan menyelamatkan ekosistem terumbu karang kita sekaligus menjamin keberlanjutan bumi ini untuk masa depan.

Upaya penyelamatan dan rehabilitasi ekosistem terumbu karang terus dilakukan baik oleh pemerintah, LSM maupun masyarakat pesisir setempat. Banyak kisah sukses yang patut kita banggakan terungkap oleh media, tetapi juga terkadang diiringi berbagai hambatan dan masalah. Namun, semangat tersebut tak kunjung surut mengingat pentingnya menjaga kelestarian ekosistem ini sebagai penentu masa depan kelautan Indonesia. Beberapa upaya rehabilitasi terumbu karang yang telah dilakukan di Indonesia antara lain adalah dengan mengembangkan teknik transplantasi karang, terumbu karang buatan, maupun metode akresi mineral (biorock technology).

Biorock technology adalah suatu proses deposit elektro mineral yang berlangsung di dalam laut, biasanya disebut juga dengan teknologi akresi mineral. Teknologi ini dikembangkan Prof. Wolf H. Hilbertz seorang ilmuwan kelautan pada tahun 1974. selanjutnya sejak tahun 1988, prof. Wolf H. Hilbertz (Germany) bersama Dr. Thomas J. Goreau (AS) seorang ahli ekologi karang melakukan riset untuk mengembangkan lagi biorock technology dengan fokus pada perkembangbiakan, pemeliharaan dan restorasi terumbu karang serta struktur proteksi pesisir. Penelitian mereka telah dilakukan di berbagai belahan dunia termasuk Indonesia. Sayangnya kedua peneliti tersebut telah meninggalkan kita, namun peninggalan konsep pemikiran mereka telah sangat bermanfaat bagi perkembangan dunia rehabilitasi terumbu karang. Cara kerja dari metode ini adalah melalui proses elektrolisis air laut, dengan meletakkan dua elektroda di dasar laut dan dialiri dengan tegangan rendah 3,8 sampai 17 volt yang aman sehingga memungkinkan mineral pada air laut mengkristal di atas elektroda. 

Biorock memiliki struktur yang dibentuk dari besi dialiri listrik tegangan rendah, mekanisme kimiawi terjadi ketika aliran listrik tadi menimbulkan reaksi elecktrolityc yang medorong pembentukan mineral alami pada air laut, seperti calcium carbonat dan magnesium hidroxyde. Pada saat bersamaan perubahan elektrokimia mendorong pertumbuhan organisme disekitar sturktur. Akibatnya ketika bibit karang ditempelkan pada struktur besi tersebut, perumbuhannya akan lebih cepat terjadi. Berdasarkan konsep Biorock ini, endapan CaCO3 dibentuk melalui reaksi listrik dari anoda dan katoda. Pada konteks elektro kimia (electrochemistry), katoda adalah sambungan yang mensuplai elektron ke ion pada larutan untuk mendorong suatu reaksi kimia terjadi. Katoda dapat terbuat dari berbagai mineral yang menghantar listrik, setelah beberapa kali uji coba, disarankan untuk menggunakan ram besi non-galvanis. Sedangkan anoda adalah sambungan yang mengambil ion elektron dari ion pada larutan dengan tujuan untuk memudahkan reaksi kimia terjadi. Anoda dapat terbuat dari karbon, timah ataupun titanium.

Dilihat dari proses pembentukan deposit mineralnya, mineral accretion bukanlah suatu reaksi oksidasi langsung seperti elektroplatting, tetapi merupakan suatu proses yang tidak langsung, dimana pengendapan mineral terjadi karena suatu hasil sampingan dari perubahan pH di sekitar katoda ketika terjadi proses elektrolisis pada air laut. Ketika klorin dan oksigen terkumpul di sekitar anoda, maka mineral magnesium dan kalsium yang melimpah di air laut akan mengendap di katoda. Material yang terdeposit sebagian besar terdiri atas kalsium karbonat yang secara struktur kimia mirip dengan batu karang.

Daya larut produk merupakan hal yang sangat berpengaruh pada proses deposit mineral, dimana daya larut produk adalah konsentrasi maksimum dari zat untuk larut pada air. Pengendapan dan keseimbangan dari CaCO3 dan Mg(OH)2 pada air laut sangat kompleks karena adanya interaksi dengan ion dan senyawa lain. Konsentrasi dari Ca2+ dan CO32- pada daerah di dekat permukaan air sebenarnya beberapa kali lebih besar dari yang dibutuhkan untuk mengendapkan CaCO3.. Pengendapan menghambat ion dan senyawa organik inilah yang menjadi alasan mengapa jumlah pengendapan CaCO3 tidak secara spontan terjadi. Sekali padatan CaCO3 terbentuk, bentuk ini tidak akan berubah dengan kondisi yang sangat biasa. Mg(OH)2 tidak dapat bertahan pada kondisi ini dan menjadi tidak stabil.

Ada beberapa alternatif sumber tenaga yang digunakan untuk menjalankan sistem ini, baik dengan menggunakan pembangkit listrik tenaga matahari (solar cell), pembangkit listrik tenaga pasang surut, generator, aki maupun listrik rumah tangga. Tenaga yang digunakan adalah arus DC dengan kisaran antara 1-24 Volt. Pada beberapa penelitian digunakan tegangan dengan kisaran 6-12 Volt. Densitas yang digunakan untuk memberikan hasil yang terbaik sekitar 3 A per m2 permukaaan katoda.

Elektrolisis dapat terjadi pada larutan yang encer atau larutan garam. Situasi yang biasanya terjadi pada proses elektrolisis adalah ekstraksi klorin dari air laut. Deposit mineral terbentuk dengan proses sebagai berikut:

1. Ketika tegangan melewati elektroda, maka katoda akan menjadi cukup negatif untuk menarik ion hidrogen dari air laut dan menyumbangkan elektron untuk mengubah ion hidrogen menjadi gas yang akan naik ke permukaan.
2e- + 2H+ H2 (gas)

2. Dengan semakin habisnya ion hidrogen di sekitar elektroda, maka terjadi reaksi kimia:
H2CO3 H+ + HCO3- 2H+ + CO32-
Pada saat ion hidrogen di dekat katoda habis, berdasarkan prinsip Le Chatelier’s reaksi akan bergerak ke kanan untuk membentuk ion H pada perairan. Hal ini juga akan meningkatkan konsentrasi ion karbonat (CO32-) pada perairan. Pada akhirnya konsentrasi ion CO32- semakin besar untuk membentuk reaksi:
Ca2+ + CO32- CaCO3 (solid)
Pengendapan kalsium karbonat di atas katoda terjadi ketika tingkat kelarutan dari Ca2+ dan CO32- melebihi keadaan untuk dapat larut pada cairan. Endapan kalsium karbonat ini disebut juga aragonite, merupakan endapan keras, kuat dan hampir tak dapat larut. Pengendapan dari CaCO3 adalah pengendapan pertama yang terjadi ketika tegangan rendah. Ketika tegangan pada katoda meningkat maka reaksi lain mulai mendominasi.

3. Ketika ion hidrogen di sekitar katoda berubah menjadi gas hidrogen, daerah di dekat katoda menjadi kehabisan ion H dan sesuai dengan hukum kesetimbangan kimia maka ini akan meningkatkan pH di daerah sekitar katoda membuat larutan menjadi basa. Reaksi yang terjadi:
H2O + 2OH- H+ + OH-
untuk memulai mengembalikan ion H+. Ini membuat konsentrasi ion OH -meningkat. Ketika konsentrasi ion OH- meningkat maka reaksi yang terjadi adalah:  
Mg2++ 2OH- Mg(OH)2 (solid)
Pengendapan kalsium karbonat di atas katoda terjadi ketika tingkat kelarutan dari ion magnesium dan ion OH- melebihi keadaan untuk dapat larut pada cairan. Bentuk solid dari magnesium hidroksida juga disebut brucite. Endapan ini lebih lunak dan dapat larut dalam cairan dibandingkan dengan kalsium karbonat.
Indonesia sendiri telah melakukan upaya rehabilitasi terumbu karang dengan teknologi ini sejak tahun 2000, yaitu di derah Pemuteran Bali. Kegiatan ini dipelopori oleh “Karang Lestari Pemuteran” bekerjasama dengan dive shop, pengelola hotel, restoran, para nelayan dan para ilmuan yang memilki kepedulian tinggi terhadap kelestarian terumbu karang. Struktur Biorock yang dipasang di Pemuteran berjumlah 22 struktur dengan bentuk yang sama seperti struktur yang ada di pulau Kwadule, Kuna Yala, Panama. Struktur ini ditempatkan pada kedalaman 120 kaki. 

Biorock di Pemuteran Bali memiliki tingkat keberhasilan paling tinggi dari 19 negara lain yang juga menerapkan metode biorock ini, oleh karena itu Biorock di Pemuteran telah 5 kali meraih penghargaan baik lokal maupun internasional. Kunci keberhasilan Biorock di Pemuteran Bali tak diragukan lagi ialah karena keterlibatan dari berbagai pihak terutama masyarakat sekitar terutama kelompok nelayan dan Pecalang laut (polisi desa adat). Fakta ini merupakan suatu sinyal baik dalam usaha melestarikan dan merehabilitasi ekosistem terumbu karang Indonesia yang termasuk dalam segitiga karang dunia. Dan usaha ini membutuhkan peran serta dari seluruh pihak yang ingin bumi ini selalu lestari. Mari bersama kita menyelamatkan teumbu karang, sekarang. 

Oleh : Rifki Furqan, S.St.Pi (Alumni Sekolah Tinggi Perikanan Jakarta)

1 komentar:

Yunaldi mengatakan...

tidak terlalu pengaruh terhadap pertumbuhan karang, di bikin dari batu, semen sama saja...dan juga kena bleaching habis...