21 Maret, 2009

PUTUSAN PRAPERADILAN TINDAK PIDANA PERIKANAN

SIARAN PERS
ATAS PUTUSAN PRAPERADILAN TINDAK PIDANA PERIKANAN PADA PENGADILAN NEGERI MEDAN DAN  PENANGKAPAN 1 (SATU) UNIT KAPAL ASING BERBENDERA VIETNAM DAN 2 (DUA) UNIT KAPAL ASING BERBENDERA THAILAND OLEH KAPAL PENGAWAS PERIKANAN


Pengadilan Negeri Medan Sumatera Utara melalui Hakim Tunggal akhirnya menolak gugatan Praperadilan yang diajukan oleh Capt. Tekky Toreh, SH, MM, Mar Elisa Simanjuntak, SH pada kantor Advokat/Konsultan Hukum Tekky Toreh and Partners, beralamat di Jln. Pulomas Barat XII No. 22 Jakarta Timur 13210 bertindak dan atas nama Wicharn Sirichai-Ekawat Managing Director of Sirichai Marine Fisheries Co. Ltd: beralamat di 1101/7 Wichienchodok Road Mahachai, Samutsakon 7400 Thailand, berdasarkan Surat Kuasa Khusus tertanggal 5 MARET 2009.

Gugatan ini berawal dari penangkapan yang dilakukan oleh Kapal Pengawas Hiu 006 milik Ditjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dean Perikanan, Departemen Kelautan dan Perikanan yang di Nakhodai oleh Robert Peranginangin, pada tanggal 23 Februari 2009, sedang melakukan operasi pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan di ZEEI Selat Malaka, kemudian terdeteksi sebuah kapal sedang berada pada posisi 05º11’35” LU - 098º 54’13” BT, selanjutnya Kapal Pengawas Hiu 006 melakukan penghentian dan dilakukan pemeriksaan, dari hasil pemeriksaan diduga kapal F/V Or. Sirichainava 18 berbobot 300 GT berbendera Thailand membawa ikan sebanyak 200 ton yang diduga ikan tersebut ditangkap secara tidak di ZEE Indonesia, karena berdasarkan bukti permulaan yang kuat diatas kapal terdapat 1 (satu) set alat tangkap jenis trawl yang masih basah. Kapal Pengawas Hiu 006 kemudian mengadhock kapal F/V Or. Sirichainava 18 ke Pangkalan Utama TNI-AL Belawan, untuk diproses lebih lanjut oleh Penyidik TNI-AL.

Sidang Pra Peradilan mulai digelar di Pengadilan Negeri Medan pada hari Senin tanggal 16 Maret 2009. Tuntutan yang diajukan oleh pihak Pemohon (Capt. Tekky Toreh, SH, MM, M.Mar Elisa Simanjuntak, SH), adalah:
Bahwa Termohon (Nakhoda Kapal Pengawas Hiu 006) telah melakukan tindakan penangkapan yang tidak sah;
Tindakan pengambilan sebagian muatan kapal dan perlengkapan kapal yang dilakukan oleh Termohon (Nakhoda Kapal Pengawas Hiu 006) dari kapal F/V Or. Sirichainava 18 adalah tindakan penyitaan yang tidak sah.
Proses berlangsung selama kurang dari satu minggu, dengan memperhatikan alat bukti berupa dokumen baik dari pihak Pemohon maupun pihak Termohon, keterangan saksi dan fakta selama di persidangan, akhirnya Hakim Tunggal yang mengadili Perkara Praperadilan memutuskan bahwa gugatan Pemohon salah alamat, karena dalam tuntutan Pemohon ditujukan kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Sumatera Utara, seharusnya Termohon adalah Departemen Kelautan dan Perikanan. Atas pertimbangan tersebut Hakim Tunggal Pra Peradilan pada Pengadilan Negeri Medan menolak gugatan Pemohon.

Pada saat bersamaan, hari Sabtu, tanggal 14 Maret 2009 tepatnya pukul 12.30 di ZEEI Laut Cina Selatan pada posisi 06º02’000” LU – 107º08’200” BT, Kapal Pengawas Hiu 003 yang di Nakhodai Ahmad Kahar menangkap 1 (satu) unit kapal asing berbendera Vietnam dengan jenis alat tangkap purse seine, dengan 23 (dua puluh tiga) ABK, diduga melakukan tindak pidana perikanan dan saat ini di adhock ke pelabuhan perikanan Pontianak, untuk diproses lebih lanjut oleh penyidik perwira TNI-AL. 

Sedangkan di perairan ZEEI Laut Cina Selatan, pada hari Rabu, tanggal 18 Maret tahun 2009 tepatnya pukul 07.00 WIB Kapal Pengawas Hiu 004 yang di Nakhodai oleh Sugiyo Nurofik menangkap 2 (dua) unit kapal berbendera Thailand pada ZEEI Laut Cina Selatan masing-masing KM. Thepprnchai 2 dengan 8 (delapan) orang ABK warga Negara Thailand dan KM. Marksia 02 dengan 9 (Sembilan) orang ABK. Dugaan kuat bahwa kedua kapal tersebut melakukan tindak pidana perikanan, dengan bukti permulaan yang kuat adalah melakukan penangkapan ikan dengan menggunakan alat tangkap trawl dan tanpa memiliki dokumen. Untuk itu kedua kapal saat ini di adhock ke Lanal Tarempa Kabupaten Anambas dan diserahkan kepada penyidik perwira TNI-AL untuk diproses lebih lanjut .

Menurut Dirjen, putusan praperadilan pada Pengadilan Negeri Medan ditanggapi dengan positif dan terima kasih, karena hal ini menjadi penyemangat untuk memberantas illegal fishing atau pencurian ikan di wilayah pengelolaan perikanan Republik Indonesia demi tegaknya merah putih. 


Jakarta, Maret 2009
Direktur Jenderal P2SDKP


Dr. Ir. Aji Sularso, MMA






1 komentar:

BAO mengatakan...

WAKIL TUHAN ITU BERNAMA SUBARYANTO,SH.

Profesi hakim sering diidentikkan dengan wakil Tuhan di bumi ini. Namun jika putusan-putusan

sang hakim sering dan sangat jauh dari rasa keadilan masyarakat banyak, maka perlu

dipertanyakan lagi - tuhan yang mana yang diwakili oleh sang hakim tersebut? Mari kita

tinjau sepak terjang dari salah satu 'wakil tuhan' ini.

Namanya Subaryanto, SH. Jabatan terakhir yang dipegang saat ini adalah Kepala PN. Pontianak.

Track record ybs ini rupanya sangat fenomenal juga, antara lain coba kita urai satu per

satu.

Pada tahun 2005, ybs telah memvonis bebas atas 12 anggota DPRD terhadap tuntutan korupsi

APBD Singkawang TA. 2003. Materi yang diperkarakan adalah seputar besarnya premi asuransi

anggota DPRD Singkawang yang jumlahnya mencapai Rp. 1,9 M. Kita jadi bertanya-tanya, premi

1,9 M itu untuk jaminan pertanggungan seperti apa ya?

Pada tahun 2006, di PN. Solo, si Subaryanto, SH. telah membebaskan tergugat PT. Tunas

Financindo Sarana atas tuntutan konsumen yang dirugikan. Hebatnya, sang hakim menolak

gugatan karena menganggap bahwa yang dilakukan tergugat adalah telah sesuai dengan yang

diperjanjikan semula, yang notabene adalah klausula baku yang diharamkan oleh UUPK No. 8

Thn. 1999. Sang hakim ini juga tidak perduli jika dalam kasus ini tergugat telah 'memaksa'

konsumen membayar suap pengurusan surat sejumlah Rp. 5,4 jt di Polda Jateng.

Penghujung 2008 Indonesian Corruption Watch melaporkan 58 oknum hakim bermasalah, khususnya

dalam perkara illegal logging. Coba tebak, ternyata sang wakil tuhan ini, Subaryanto, SH

termasuk salah satu dalam daftar hakim bermasalah tersebut. Oleh ICW, hakim-hakim ini

dianggap sengaja membuat kesalahan dalam vonis. Ironisnya lagi, mereka justru mendapatkan

reward/promosi dari institusi Mahkamah Agung.

Awal tahun 2009, pada kasus trafficking dengan pelaku Sumiati, Subaryanto,SH kembali

menggebrak dengan putusan hebohnya. Sumiati yang telah dikejar dan diincar oleh JPU yang

bekerja sama dengan anggota masyarakat dan telah masuk dalam DPO/59/V/2007 di Polda Kalbar,

diputus bebas oleh sang wakil tuhan ini. Padahal dua orang rekan kerja Sumiati telah diputus

bersalah dan telah menghuni penjara selama 2,2 tahun.

Benang merah dari keseluruhan kasus diatas adalah : suap. Tidak membutuhkan pendidikan

tinggi untuk mencium aroma tidak busuk ini. Namun di negara ini, putusan hakim adalah mutlak

dan menjadi rahasia negara. Karena sifatnya itu maka tidak seorang atau institusi manapun

yang berani mempersoalkannya. Persoalannya adalah apabila putusan itu terasa sangat jauh

dari rasa keadilan masyarakat. Lebih celaka lagi bilamana praktik-praktik semacam ini telah

terstruktur mapan dalam lembaga peradilan kita, mulai dari PN hingga ke MA. Rejeki berjamaah

istilah kerennya. Lantas apakah harus dibiarkan terus menerus terjadi?

Garda terakhir rasa keadilan kini berada di tangan Mahkamah Konstitusi. Masyarakat sangat

mengharapkan agar institusi ini mampu berperan sesuai peruntukannya, demi mencegah arogansi

dan anarkisme masyarakat terhadap peradilan (yang tampaknya mulai menjadi trend) di negeri

ini. Banyak bukti yang menunjukkan bahwa kesabaran masyarakat terhadap institusi peradilan,

sudah sangat menipis. Akhirnya, tidak ada salahnya jika MK bersedia meninjau kembali setiap

putusan yang dibuat oleh hakim-hakim bermasalah, khususnya atas putusan hakim Subaryanto, SH

ini. Syukur-syukur bila keputusan-keputusan hakim tersebut dianulir, sekaligus dibuat

keputusan baru yang lebih memenuhi rasa keadilan dan kepastian hukum.

Masyarakat sedang menunggu. Silahkan pak Mahfud.... !!!


Hidayat.