Meningkatkan jumlah kapal pegawas secara signifikan meningkatkan juga uang Negara yang dapat diselamatkan
“KENDATI pencapaian penangkapan kapal illegal fishing dan penyelamatan kerugian Negara cukup besar, saya merasa ada sesuatu yang mengganjal. Khususnya mengenai penanganan pelanggaran dalam tindak pidana perikanan. Saya melihat dan merasakan, proses penangkapan hingga penyidikan tidak sebanding dengan vonis yang ringan dari majelis hakim di pengadilan perikanan. Di pengadilan perikanan masih terjadi multi tafsir sehingga sering diambil hukuman yang ringan. Idealnya kalau satu nafas dan satu bahasa dalam menegakkan merah putih, kan penafsirannya bisa sama, ada sudah ada yurisprudensi sebelumnya”, kata Aji Sularso
Dengan kondisi serupa itu, tentu saja kerugian Negara menjadi berlipat. Proses pengadilan yang memakan waktu lama menurut Aji juga mengakibatkan dampak yang kurang baik. Sebagian barang bukti misalnya, kapal itu sudah diputuskan dan sudah berkekuatan hukum tetap. Tetapi Karena proses pengadilan yang lama, maka barang bukti itu sudah rusak, bahkan ada yang sudah hampir tenggelam. Mau dilelang ? Siapa yang mau dengan kondisi barang yang sudah rusak seperti itu ? Kalau pun mau, tentu harga lelang akan menjadi sangat rendah, jauh dari harga pasaran.
Kini beberapa kapal sebagai barang bukti, selama ini ditambatkan di beberapa Pelabuhan Perikanan Indonesia. “Anda tahu, itu sangat menggangu arus keluar masuk pelabuhan “, ungkapnya. Kondisi serupa itu mau tidak mau berakibat pada tergangunya roda perekonomian Pelabuhan. Jadi banyak kerugian. Oleh sebab itu Dirjen P2SDKP memandang bahwa kejahatan iiligal fishing harus dilihat sebagai extraordinary; sehingga pelakunya harus diperlakukan khusus. Harus cepat dan tepat karena illegal fishing sangat terorganisir.
Begaimana dengan ABK-nya Pak?
ABK yang kita tangkap juga menjadi masalah. Karena mereka juga harus akan dan minum serta obat –obatan. Kalau dipikir-pikir, dari pada untuk membiayai makan dan minum orang asing, kan lebih baik kita manfaatkan untuk nelayan kita. Tetapi kalau kita biarkan, kita terlantarkan,tentu akan jadi masalah HAM. Saat ini ada kurang lebih 214 orang ABK Kapal Illegal Fishing. Dari Vietnam 77 orang, kamboja 25 orang, Thailand 80, China 30 orang, dan Laos 2 orang.
Ada modus pencurian baru ?
Selain persoalan pencurian ikan, kami tengarai, ada ratusan eks kapal yang beroperasi dibawah perusahaan penangkapan ikan di Indonesia, namun izin pelayaran dan izin penangkapan dikeluarkan oleh Negara asal mereka dan belum dicabut. Dalam ketentuan pelayaran internasional, praktek double flagging itu dilarang keras. Ini jelas sangat merugikan Indonesia triliunan rupiah
Modusnya seperti apa ?
Kapal eks asing itu pada saat belayar dan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia itu menggunakan bendera Indonesia. Dengan begitu ia dapat menikmati subsidi bahan baker minyak dari Indonesia. Nilai cukup besar, sekitar Rp. 2,4 milyar per tahun. Kemudian saat memasuki wilayah Negara mereka, Negara asal mereka mengirim hasil ikan curian itu, mereka mengganti dengan bendera Negara asal mereka. Dengan begitu dia akan terbebas dari kewajiban membayar bea masuk.
Curang ya Pak ?
Ya, kita sangat dirugikan. Karena itu saya tidak main-main dengan hal itu.
Tindakan kita bagaimana ?
DKP tengah berusaha melacak kapal-kapal eks asing yang double flagging itu. Tentu saja tidak semudah yang kita bayangkan karena kita harus mengakses informasi kebeberapa negara asal mereka. Doakan saja segera berhasil.
. Dirjen P2SDKP, DR. Aji Sularso, MMA ; (Sumber Majalah Barrcuda Volume V)
“KENDATI pencapaian penangkapan kapal illegal fishing dan penyelamatan kerugian Negara cukup besar, saya merasa ada sesuatu yang mengganjal. Khususnya mengenai penanganan pelanggaran dalam tindak pidana perikanan. Saya melihat dan merasakan, proses penangkapan hingga penyidikan tidak sebanding dengan vonis yang ringan dari majelis hakim di pengadilan perikanan. Di pengadilan perikanan masih terjadi multi tafsir sehingga sering diambil hukuman yang ringan. Idealnya kalau satu nafas dan satu bahasa dalam menegakkan merah putih, kan penafsirannya bisa sama, ada sudah ada yurisprudensi sebelumnya”, kata Aji Sularso
Dengan kondisi serupa itu, tentu saja kerugian Negara menjadi berlipat. Proses pengadilan yang memakan waktu lama menurut Aji juga mengakibatkan dampak yang kurang baik. Sebagian barang bukti misalnya, kapal itu sudah diputuskan dan sudah berkekuatan hukum tetap. Tetapi Karena proses pengadilan yang lama, maka barang bukti itu sudah rusak, bahkan ada yang sudah hampir tenggelam. Mau dilelang ? Siapa yang mau dengan kondisi barang yang sudah rusak seperti itu ? Kalau pun mau, tentu harga lelang akan menjadi sangat rendah, jauh dari harga pasaran.
Kini beberapa kapal sebagai barang bukti, selama ini ditambatkan di beberapa Pelabuhan Perikanan Indonesia. “Anda tahu, itu sangat menggangu arus keluar masuk pelabuhan “, ungkapnya. Kondisi serupa itu mau tidak mau berakibat pada tergangunya roda perekonomian Pelabuhan. Jadi banyak kerugian. Oleh sebab itu Dirjen P2SDKP memandang bahwa kejahatan iiligal fishing harus dilihat sebagai extraordinary; sehingga pelakunya harus diperlakukan khusus. Harus cepat dan tepat karena illegal fishing sangat terorganisir.
Begaimana dengan ABK-nya Pak?
ABK yang kita tangkap juga menjadi masalah. Karena mereka juga harus akan dan minum serta obat –obatan. Kalau dipikir-pikir, dari pada untuk membiayai makan dan minum orang asing, kan lebih baik kita manfaatkan untuk nelayan kita. Tetapi kalau kita biarkan, kita terlantarkan,tentu akan jadi masalah HAM. Saat ini ada kurang lebih 214 orang ABK Kapal Illegal Fishing. Dari Vietnam 77 orang, kamboja 25 orang, Thailand 80, China 30 orang, dan Laos 2 orang.
Ada modus pencurian baru ?
Selain persoalan pencurian ikan, kami tengarai, ada ratusan eks kapal yang beroperasi dibawah perusahaan penangkapan ikan di Indonesia, namun izin pelayaran dan izin penangkapan dikeluarkan oleh Negara asal mereka dan belum dicabut. Dalam ketentuan pelayaran internasional, praktek double flagging itu dilarang keras. Ini jelas sangat merugikan Indonesia triliunan rupiah
Modusnya seperti apa ?
Kapal eks asing itu pada saat belayar dan menangkap ikan di wilayah perairan Indonesia itu menggunakan bendera Indonesia. Dengan begitu ia dapat menikmati subsidi bahan baker minyak dari Indonesia. Nilai cukup besar, sekitar Rp. 2,4 milyar per tahun. Kemudian saat memasuki wilayah Negara mereka, Negara asal mereka mengirim hasil ikan curian itu, mereka mengganti dengan bendera Negara asal mereka. Dengan begitu dia akan terbebas dari kewajiban membayar bea masuk.
Curang ya Pak ?
Ya, kita sangat dirugikan. Karena itu saya tidak main-main dengan hal itu.
Tindakan kita bagaimana ?
DKP tengah berusaha melacak kapal-kapal eks asing yang double flagging itu. Tentu saja tidak semudah yang kita bayangkan karena kita harus mengakses informasi kebeberapa negara asal mereka. Doakan saja segera berhasil.
. Dirjen P2SDKP, DR. Aji Sularso, MMA ; (Sumber Majalah Barrcuda Volume V)
1 komentar:
sbg mhsswa prikanan sy sgt sng jika sdh mulai ada peningkatan pemberantasan illigal fishing. smg DKP dpt trs maju dan berkembang
Posting Komentar