25 Januari, 2009

Krisis Kelautan Diangkat ke Layar Lebar

WWF Berupaya Menemukan Solusi Nyata untuk Permasalahan Penangkapan Ikan Berlebihan yang Terus Memburuk. Film layar lebar dokumenter pertama mengenai dampak penangkapan ikan berlebihan terhadap kondisi laut global akan diputar perdana pada acara sineasbergengsi Sundance Film Festival, 19 Januari. The End of the Line – sebuah film indie yangdiproduksi dengan dukungan WWF – bertujuan memberi peringatan pada kita atas jumlah cadanganikan di laut yang terancam habis dan membangunkan aksi politisi dan konsumen untuk perikananyang bertanggungjawab.

The End of the Line – terpilih untuk masuk dalam kompetisi the World Cinema Documentary dandijadwalkan untuk pemutaran perdana di seluruh jaringan bioskop di dunia tahun ini – menegaskanpentingnya jaringan kawasan perlindungan laut, pengelolaan perikanan yang baik dan konsumsihidangan laut yang berkelanjutan sebagai solusi-solusi kunci untuk perbaikan kesehatan laut."Peluncuran film The End of the Line memberi kesempatan untuk mengangkat krisis perikanankepada publik dan menyampaikan pertanyaan-pertanya an kritis mengenai apa yang sesungguhnyaterjadi dengan laut kita dan apa yang bisa dilakukan untuk itu," ujar Miguel Jorge, Direktur ProgramKelautan WWF Internasional. "Karena hanya sedikit orang yang tahu mengenai kondisi laut kita,kami berharap film ini bisa menjadi stimulan bagi para pecinta film untuk memilih seafood yangdihasilkan dengan cara-cara yang bertanggung jawab."

Film ini dibuat berdasarkan buku The End of the Line, karya Charles Clover, seorang EditorLingkungan untuk harian Inggris The Daily Telegraph, disutradarai oleh Rupert Murray. WWFmemberi dukungan ahli-ahli kelautan dan menyediakan fasilitas di beberapa lokasi pengambilangambar, serta menjadi salah satu organisasi yang membiayai proyek ini. Namun film ini tetapindependen secara keseluruhan. "Penangkapan ikan berlebihan adalah ancaman langsung terbesaruntuk laut kita, dan film ini mengedepankan beberapa contoh paling kasat mata tentang eksploitasiyang berlebihan terhadap sumber daya laut, seperti habisnya cadangan tuna sirip biru di lautMediterania, " tambah Jorge.

"Perlu diketahui bahwa ada beberapa pelaku dalam sektor perikanan yang sedang berusaha kerasuntuk menangkap ikan dengan cara yang bertanggung jawab dan menyediakan hidangan laut yangsehat untuk konsumen dan tidak berdampak negatif untuk laut, dan WWF berkomitmen untukmembuka peluang kerjasama bagi pihak-pihak yang proaktif dan progresif ini."

Imam Musthofa, Koordinator Nasional Program Perikanan WWF-Indonesia menambahkan,"Masyarakat Indonesia juga perlu disadarkan mengenai hal ini, karena seluruh dunia saat inimengarahkan armada, pancing dan jalanya ke laut Indonesia dan sekitarnya, yaitu Laut Cina Selatan,Samudera Hindia dan Pasifik Barat. Kawasan ini diincar untuk ikan-ikan komersial seperti tuna,cakalang, kerapu dan ikan-ikan karang lainnya."

WWF, salah satu pengusung advokasi untuk perikanan yang bertanggung jawab dan konsumsihidangan laut yang berkelanjutan, mendukung upaya-upaya untuk membangun kesadaran tentangkondisi laut yang menyedihkan sambil terus menawarkan pilihan dan solusi yang bisa diterapkan.WWF bekerjasama dengan para pionir dalam industri seafood – dari petani/petambak dan nelayanhingga pembeli – dan pemerintah untuk memperbaiki pengelolaan perikanan global, menyediakanseafood dari sumber-sumber yang berkelanjutan, menciptakan standar-standar sertifikasi produkseafood, dan memenuhi permintaan konsumen akan seafood yang bertanggung jawab.

Dengan bekerja bersama pemerintah dan industri, WWF telah menunjukkan bahwa perikanan yangbertanggung jawab dan perbaikan kondisi laut adalah hal yang mungkin, dan menghimbaukonsumen untuk memilih hidangan laut yang berlabel Marine Stewardship Council (MSC), sebuahcara yang sederhana dan bisa diandalkan untuk mendapatkan seafood yang ramah lingkungan.
Sumber : WWF Indonesia

Tidak ada komentar: