Hari Sabtu 13 Januari
2018 menjadi hari yang meriah bagi sekelompok pemerhati, pecinta
lingkungan di Lombok Barat. Tak kurang dari seratus orang, tua-muda
bahkan anak-anak, laki-laki perempuan, warga Indonesia maupun orang
asing, bule Australia, bersemangat berpartisipasi dalam kegiatan
penanaman mangrove di kawasan pesisir utara Teluk Lembar, Dusun Cemare,
Desa Lembar Selatan, Lembar, Lombok Barat. Tak lelah menanam, masyarakat
terus upayakan pemulihan ekosistem pesisir bermangrove.
Acara ini merupakan puncak acara Bakti
Sosial Penanaman Mangrove Korps Alumni Akademi Usaha Perikanan – Sekolah
Tinggi Perikanan (AUP-STP) – KORAL Korwil Nusa Tenggara Barat bekerja
sama dengan Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Nusa Tenggara
Barat. Turut mensukseskan kegiatan ini beberapa instansi/lembaga terkait
dan masyarakat, diantaranya Dinas Kelautan dan Perikanan NTB, BKIPM II
Mataram, BKSDA NTB, Polair Polda NTB, PMI Lombok Barat, WCS NTB,
Pokmaswas PPM Cemare, Siswa-Siswi Sekolah di Lembar, Mahasiswa/i
University of New England - Australia, dan Perwakilan BPSPL Denpasar
Wilker NTB.
Setidaknya ada enam orang pegawai BPSPL
Denpasar yang merupakan alumni AUP-STP. Bentuk partisipasi BPSPL
Denpasar Wilker NTB adalah menyediakan bibit mangrove (propagule)
sejumlah ratusan serta memberikan paparan materi tentang ekosistem
mangrove yang disampaikan oleh M. Barmawi. Dalam paparan ini disampaikan
antara lain fungsi-fungsi penting mangrove dalam menjada kawasan
pesisir dari aneka bencana, sebagai habitat hidup berbagai jenis biota,
dan sebagai pengendali pemanasan global. Kepedulian masyarakat menjadi
faktor paling penting dalam upaya pelestarian ekosistem mangrove. Lokasi
yang akan ditanami ini merupakan bagian tak terpisahkan dari Kawasan
Ekosistem Esensial (KEE) Mangrove Teluk Lembar (Lombok Barat) yang telah
ditetapkan oleh Bupati beberapa waktu lalu.
Pada kesempatan tersebut BPSPL Denpasar
Wilker NTB juga berkesempatan mensosialisasikan jenis-jenis ikan
dilindungi kepada para peserta, diantara pari manta, hiu paus, penyu,
lobster (Panulirus spp.), rajungan (Portunus pelagicus), dan kepiting bakau (Scylla spp.).
Dua biota terakhir, rajungan dan kepiting, yang banyak ditemukan di
dalam ekosistem mangrove sudah terancam kelestariannya karena ditangkap,
dikonsumsi dibawah ukuran yang diijinkan oleh pemerintah. Berdasarkan
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 56 tahun 2016, disebutkan
bahwa ukuran terkecil rajungan dan kepiting bakau yang boleh ditangkap
adalah berkarapas lebih dari 10 cm atau berat lebih dari 60 gram per
ekor (rajungan), ukuran lebih dari 15 cm atau berat lebih dari 200 gram
per ekor (kepiting bakau). Dalam kondisi bertelur juga dilarang pada
periode 6 Februari hingga 14 Desember. Semoga semakin banyak masyarakat
yang sadar untuk tidak menangkap, mengkonsumsi rajungan dan/kepiting
dibawah ukuran yang diijinkan pemerintah. Amin. (Bmw)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar