Foto: Dok. detikcom
Jakarta - Menko Maritim Luhut Binsar Panjaitan
meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhenti melanjutkan
kebijakan penenggelaman kapal. Kementerian di bawah koordinasinya itu
diminta lebih fokus pada peningkatan ekspor perikanan tangkap yang
disebut terus merosot.
Namun kebijakan penenggelaman kapal sendiri diklaim diatur oleh Undang-Undang. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, tindakan penenggelaman kapal tercantum dalam UU No 45/2009 tentang Perikanan.
"Yang saya lakukan ialah tugas negara dengan menjalankan amanah UU Perikanan, dan penenggelaman kapal pun hampir 90% adalah putusan pengadilan," ujar Susi dalam keterangan resminya seperti dikutip dari video yang diunggah oleh akun resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan di YouTube, Rabu (10/1/2018).
Namun kebijakan penenggelaman kapal sendiri diklaim diatur oleh Undang-Undang. Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti mengatakan, tindakan penenggelaman kapal tercantum dalam UU No 45/2009 tentang Perikanan.
"Yang saya lakukan ialah tugas negara dengan menjalankan amanah UU Perikanan, dan penenggelaman kapal pun hampir 90% adalah putusan pengadilan," ujar Susi dalam keterangan resminya seperti dikutip dari video yang diunggah oleh akun resmi Kementerian Kelautan dan Perikanan di YouTube, Rabu (10/1/2018).
Namun, Luhut sendiri berpendapat, kapal-kapal yang telah ditangkap itu
lebih baik diserahkan ke nelayan lewat koperasi. Luhut yang mengaku
inisiator penenggelaman kapal berpikir, apakah kebijakan itu perlu terus
menerus dilakukan. Pasalnya, masih ada cara lain yang bisa dilakukan
untuk memanfaatkan kapal-kapal tersebut ketimbang
"Saya
bilang, kenapa sekarang tidak kapal itu diberikan (ke nelayan) dengan
melalui proses yang benar kepada koperasi-koperasi nelayan kita sehingga
mereka bisa melaut," tutur Luhut.
Pernyataan Luhut sendiri diyakini juga berlandaskan atas amanat Undang-Undang yang ada. Staf Khusus Menko Maritim Urusan Legal Lambock V. Nahattands menjelaskan, dalam UU Nomor 45 Tahun 2009, pada pasal 76A, benda dan atau alat yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan memang dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah dapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri.
Namun, Undang-undang juga memberikan opsi agar kapal-kapal tadi bisa digunakan untuk sejumlah kepentingan perikanan Indonesia lainnya, seperti pelelangan untuk negara, hingga penyerahan ke kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi perikanan seperti yang tercantum dalam Pasal 76C ayat 5 UU Perikanan Nomor 45 Tahun 2009.
"Dalam Pasal 76c, ayat 5, ini yang dimaksud Pak Menko, benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi perikanan," ungkapnya.
Pernyataan Luhut sendiri diyakini juga berlandaskan atas amanat Undang-Undang yang ada. Staf Khusus Menko Maritim Urusan Legal Lambock V. Nahattands menjelaskan, dalam UU Nomor 45 Tahun 2009, pada pasal 76A, benda dan atau alat yang dihasilkan dari tindak pidana perikanan memang dapat dirampas untuk negara atau dimusnahkan setelah dapat persetujuan dari Ketua Pengadilan Negeri.
Namun, Undang-undang juga memberikan opsi agar kapal-kapal tadi bisa digunakan untuk sejumlah kepentingan perikanan Indonesia lainnya, seperti pelelangan untuk negara, hingga penyerahan ke kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi perikanan seperti yang tercantum dalam Pasal 76C ayat 5 UU Perikanan Nomor 45 Tahun 2009.
"Dalam Pasal 76c, ayat 5, ini yang dimaksud Pak Menko, benda dan atau alat yang dirampas dari hasil tindak pidana perikanan berupa kapal perikanan dapat diserahkan kepada kelompok usaha bersama nelayan dan atau koperasi perikanan," ungkapnya.
https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/3807742/luhut-pakai-pasal-ini-larang-susi-tenggelamkan-kapal
Baca Artikel Lain Tentang Penegelaman Kapal Oleh Ibu Susi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar