Sudah puluhan tahun, ribuan kapal ikan asing ilegal amat leluasa
menguras kekayaan laut Indonesia. Armada kapal asing itu bahu membahu
dengan mafia kelas kakap di dalam negeri yang juga melakukan praktek
kotor mengeruk ikan di perairan Indonesia.
Tidak hanya mencuri ikan, mereka juga melakukan berbagai macam tindakan melawan hukum, seperti praktek perbudakan dan atau human trafficking,
penyelundupan ke dalam negeri dan ke luar negeri, pemalsuan berbagai
dokumen kapal, pelanggaran hukum laut, memasukkan narkoba dan minuman
keras, serta menikmati solar bersubsidi dan menjualnya ke luar negeri.
Kerugian akibat praktek illegal, unreported, and unregulated fishing (IUU Fishing) diperkirakan mencapai ratusan triliun rupiah. Sejak awal Presiden sangat lantang hendak menumpas perampok kekayaan laut kita.
Sebagai negara maritim, batapa ironis kalau peranan sektor perikanan
di Indonesia sangat kecil. Namun dengan komitmen tinggi menjaga
kedaulatan tumpah darah Indonesia dan penegakan hukum tanpa pandang
bulu, peranan sektor perikanan lambat laun tapi pasti terus meningkat.
Peningkatan sumbangan subsektor perikanan tentu saja terwujud karena
kekayaan laut kita berhasil lebih banyak kita manfaatkan sendiri,
sebaliknya perampokan ikan oleh kapal-kapal asing bisa kita tekan dengan
signifikan. Hal ini terlihat dari peningkatan tajam stok ikan nasional
dari 7,3 juta ton tahun 2013 menjadi 9,9 juta ton tahun 2015 dan naik
lagi menjadi 12,5 juta ton tahun 2016.
Peningkatan kita terjadi karena laju pertumbuhan subsektor perikanan
selalu lebih tinggi ketimbang pertumbuhan ekonomi nasional (produk
domestik bruto) dan jika dibandingkan dengan semua sektor penghasil
barang (tradable sectors). Pertumbuhan subsektor perikanan juga selalu jauh lebih tinggi ketimbang pertumbuhan sektor induknya (pertanian).
Rakyat pun menikmati sebagaimana terlihat dari kenaikan konsumsi ikan
per kapita. Peningkatan itu terjadi merata di seantero negeri, dari
Sumatera sampai Papua.
Selama belasan tahun saldo perdagangan (ekspor minus impor) ikan
Indonesia lebih rendah dari Thailand dan Vietnam. Gencarnya tindakan
peneggelaman kapal asing ilegal–yang tampaknya cukup efektif menimbulkan
efek jera–memberikan hasil nyata. Pada tahun 2015, surplus perdagangan
ikan Indonesia menjadi yang tertinggi di ASEAN. Padahal, pada tahun yang
sama, Indonesia terus mengalami defisit pangan, dan defisit itu
meningkat pada 2016.
Untuk menjaga kesinambungan sumber daya laut kita, pemerintah
melarang penggunaan alat tangkap ikan yang tidak ramah lingkungan.
Nelayan-nelayan kecil lebih mudah menangkap ikan. Ikan yang mereka
tangkap lebih dekat dari pantai dan ukurannya lebih besar.
Yang lebih penting lagi, kesejahteraan petani cenderung meningkat.
Salah satu indikator peningkatan kesejahteraan nelayan perikanan tangkap
adalah nilai tukarnya, yaitu perbandingan harga hasil tangkapan dengan
harga berbagai kebutuhan yang dibeli oleh nelayan.
Di era pemerintahan Jokowi, nilai tukar nelayan perikanan tangkap
menunjukkan tren peningkatan yang berkelanjutan, lebih cepat
dibandingkan dengan nilai tukar nelayan secara keseluruhan. Kenyataan
ini kontras dengan nasib petani pangan yang selama pemerintahan Jokowi
nilai tukarnya mengalami kemerosotan dan berfluktuasi tajam.
Jika visi maritim Presiden Jokowi dilaksanakan secara konsisten,
sektor kelautan dan perikanan niscaya berpotensi memberikan sumbangan
berarti bagi kemajuan bangsa. Lautan kita secara alamiah sudah merupakan
jalan tol gratis tanpa hambatan, tidak perlu aspal, semen, dan besi
untuk mewujudkanny. Laut juga mampu menjadi sumber protein utama
mengimbangi peran daging sapi yang harganya tak kunjung turun secara
berarti dari tingkat yang relatif tinggi dan daging ayam serta telur
yang harganya kerap berfluktuasi.
Sudah barang tentu ada segelintir orang atau pengusaha perikanan yang
terkulai akibat tindakan tegas pemerintah dan penegakan hukum tanpa
pandang. Ada ratusan kapal besar yang terbiasa mengeruk kekayaan laut
kita secara ugal-ugalan. Ratusan kapal besar itu dimiliki oleh hanya
puluhan orang atau perusahaan. Mereke berteriak lantang menggunakan
mulut dan kekuatan orang atau pihak lain. Di masa lalu mereka menikmati
keuntungan luar biasa besar. Dengan kekuatan uang mereka bisa bermanuver
untuk menyingkirkan penghalang-penghalang mereka. Mereka sekarang mulai
unjuk kekuatan menyerang balik.
Waspada. Waspada. Waspada.
Berjayalah Indonesiaku. Jalesveva jayamahe.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar