TEMPO.CO, Jakarta - Kementerian Kelautan dan Perikanan bersama dengan Commonwealth Scientific and Industrial Research Organization (CSIRO) Australia memberantas illegal, unreported, and unregulated (IUU) fishing di Indonesia. Dengan kerja sama ini, pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia mendeteksi bongkar-muat ikan atau transshipment di laut dan pemodelan pergerakan kapal yang melakukan pendaratan ikan secara ilegal.
"Dua lokasi (rawan IUU fishing), yaitu Laut Arafura dan Indian Ocean. Seperti yang kita tahu Arafura merupakan golden fishing zone
di Indonesia. Kita bisa menangkap ikan sepanjang tahun di sana tanpa
ada musiman. Yang kedua Indian Ocean itu harus dipantau bersama antara
Indonesia dan Australia karena laut itu sangat luas," kata Staf Ahli
Menteri Bidang Ekologi dan Sumber Daya Laut Aryo Hanggono, dalam siaran
tertulis KKP, Sabtu, 20 Oktober 2017.
Menurut Aryo, dalam hal tersebut sebaiknya tools atau teknologi pengawasan dapat digunakan bersama antara Indonesia dan Australia.
Wakil Duta Besar Australia untuk Indonesia Bradley Armstrong
menyatakan Australia juga memiliki komitmen yang sama kuatnya dengan
Indonesia dalam pemberantasan praktik IUU fishing.
"Australia
dan Indonesia berbagi kekhawatiran yang sama terkait masalah
penangkapan ikan ilegal, yang tidak diatur dan tidak dilaporkan. Karena
tidak hanya IUU fishing mengakibatkan banyak kerugian
pendapatan, tetapi juga merusak habitat, menghabiskan persediaan ikan,
dan merusak ketahanan pangan,” kata Bradley Armstrong.
Amstrong mengungkapkan empat kunci untuk memperkuat pertarungan melawan IUU fishing pada tingkat global dan regional, yaitu perlu adanya strategi nasional yang jelas meliputi sistem e-monitoring,
program pemantauan, sistem pemantauan kapal, dan melakukan
tindakan-tindakan yang perlu untuk menjaga pasar seperti melakukan
tindakan penelusuran dan dokumentasi penangkapan.
Sehubungan dengan hal tersebut, saat ini Indonesia terus berupaya untuk mengintegrasikan data hasil pengawasan dari vessel monitoring system (VMS) dan automatic identification system (AlS), dan sistem radar satelit untuk selanjutnya dianalisis.
"Diharapkan dengan integrasi tiga teknologi monitoring ini dapat memprediksi sistem penangkapan dan distribusi kegiatan IUU fishing di dunia mendekati real time demi penegakan hukum dan terjaganya kedaulatan negara," kata Aryo, pejabat Kementerian Kelautan dan Perikanan.
HENDARTYO HANGGI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar