21 Juni, 2017

“What’s Next” dari Kebijakan Pemberantasan “Illegal Fishing”: Tumbuhnya Ekonomi Perikanan Indonesia

maritimenews.id
Muara Baru fish auction market (Photographer: Andi Setyawan/NMN)
Sepekan terakhir, ramai diperbincangkan mengenai “what’s next” dari kebijakan pemberantasan penangkapan ikan yang ilegal, tidak dilaporkan, dan tidak diatur (illegal, unreported, unregulated/IUU fishing) yang diterapkan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti.

Menteri Koordinator bidang Kemaritiman Luhut Binsar Panjaitan merupakan salah satu yang mempertanyakan hal tersebut.
Ia mengatakan, kebijakan IUU fishing telah cukup sukses dijalankan Menteri Susi dalam dua setengah tahun terakhir. Pencurian ikan oleh kapal asing dan praktik alih muat di tengah laut (transhipment) berkurang drastis. Begitu pula dengan praktik pelanggaran perizinan dan penggunaan alat tangkap yang merusak ekosistem laut.

Dampaknya, ikan kini melimpah di perairan Indonesia. Nah, persoalannya, kata Luhut, melimpahnya ikan di perairan nusantara itu ternyata belum bisa dimanfaatkan. Padahal, jika tak ditangkap, ikan-ikan bisa pergi ke perairan negara tetangga atau mati.

“Ikan kan enggak ada agamanya, enggak ada kebangsaannya. Jadi kalau dia enggak ditangkap, dia pindah ke tempat lain atau dia mati dimakan predator,” ujar Luhut pekan lalu.

Menanggapi pernyataan Luhut tersebut, sambil bergurau Susi menjawab, ”Benar ikan itu tidak beragama dan tidak punya kebangsaan, lagi pula kenapa kita harus pikir ikan seperti itu hehehe. Kalau ikan memiliki kewarganegaraan, ya seharusnya dibikinkan KTP saja, atau kalau perlu e-KTP biar tidak repot.”
Menurut Susi, pernyataan Luhut aneh dan tidak realistis. “Illegal Fishing tidak akan pernah berhenti total: pencuri selalu mencoba kembali. Bodoh kita kalau berpikir sudah selesai dengan pencurian ikan,” kata Susi.

“Benar ikan berenang dan ada jenis ikan yang bermigrasi. Tapi selama ikan masih di wilayah Kedaulatan RI: milik kita. Apabila ada yang masuk wilayah kedaulatan kita untuk ambil ikan kita, saya tangkap dan tenggelamkan,” ujar Susi lantang.

Selanjutnya Susi juga mengatakan memang benar ikan akan mati atau dimakan oleh ikan lainnya. “Tapi ikan itu lahir tidak langsung mati, tapi besar, kawin, bertelur, beranak-pianak. Setelah beranak-pianak, ikan pun mati ditangkap/mati sendiri. Itulah kehidupan dalam ekosistem. Fitrah makhluk hidup itu untuk beregenerasi. Jadi kalau tidak ditangkap, bukan berarti rugi,” terang Susi.
Susi bertambah heran mengapa Luhut mempertanyakan “What’s next” dari kebijakan IUU fishing seolah-olah kemelimpahan ikan di perairan Indonesia tidak termanfaatkan.

Menurut Susi, jika Luhut melihat data-data yang ada, melimpahnya ikan telah dimanfaatkan oleh kapal-kapal perikanan nasional dan nelayan-nelayan lokal.
Buktinya, kata Susi, pihaknya sudah memberikan izin berupa Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI) sebanyak 3.834 izin dan Surat Izin Kapal  Pengangkutan Ikan  (SIKPI)  sebanyak 257 izin.

Direktur Kapal dan Alat Tangkap KKP Agus Suherman menambahkan, perizinan itu diberikan kepada kapal-kapal ukuran besar di  atas 70 GT dan banyak  yang  berukuran 150 GT.

“Jadi stok ikan lestari (sustainability maximum yield/MSY) yang kini meningkat menjadi 12,54 juta ton pada 2017 secara bertahap terus dimanfaatkan. Tapi kini tidak lagi dikeruk oleh korporasi-korporasi eks asing yang melakukan penangkapan ilegal, tetapi dinikmati oleh perusahaan-perusahaan penangkapan ikan nasional, nelayan-nelayan lokal, dan masyarakat banyak,” kata Menteri Susi kepada Nusantara Maritime News (NMN).

Selanjutnya, pemanfaatan ikan tersebut berdampak terhadap nilai tukar nelayan yang mencapai 110 dan nilai tukar usaha perikanan (NTUP) nelayan yang mencapai 120 pada tahun 2016. Nilai ekspor meningkat 5,8 persen dari 3,94 juta dollar AS pada tahun 2015 menjadi 4,17 juta dollar AS pada tahun 2016.
Selain itu, terjadi penurunan impor hingga 70 persen sehingga pemerintah bisa menghemat devisa dalam jumlah besar. Pada tahun 2016, kuota impor yang terpakai hanya sebesar 20 persen dari kuota yang telah disediakan.

Peningkatan juga terjadi pada konsumsi ikan masyarakat Indonesia dari 37,2 kg per kapita tahun 2014 menjadi 41,1 kg per kapita pada tahun 2015, dan 43,9 kg per kapita tahun 2016.

Dengan progres tersebut, KKP meningkatkan target konsumsi ikan menjadi 46 kg per kapita tahun 2017 dan 50 kg per kapita tahun 2019 mendatang.
Jadi jelas, kata Susi, “what’s next” dari pemberantasan IUU fishing sudah tampak dan berpotensi terus tumbuh, yakni meningkatnya ekonomi perikanan Indonesia.

Penulis  : Gema dan May Sanjaya
Editor    : Abrial Athar

Tidak ada komentar: