24 Januari, 2016

Setiap Anak Lahir Dengan Fitrah

Hasil gambar untuk Setiap anak lahir dengan fitrah 
Ayah, Ibu…
Setiap anak yang diturunkan ke dunia
lahir dalam keadaan fitrah bukan?

“Kullu mauluudin yuladu alal fitrah. Fa abaawahu.”

Setiap anak lahir dengan fitrah,
bergantung orangtuanya bagaimana ia dibentuk.

Karena anak lahir dengan fitrah,
bukankah berarti tak satupun anak ketika lahir
berniat menghancurkan masa depannya?

Hasil gambar untuk Setiap anak lahir dengan fitrah
Tak ada satupun bayi ketika lahir berniat di kepalanya
“Ah jika besar nanti aku mau kena narkoba” ;
“Ah jika besar nanti aku akan hobi tawuran atau kebut-kebutan”.
Atau pernahkah ia berkata


“jika besar nanti aku akan mencuri uang orangtua.”
“Ah jika besar nanti aku mau membangkang pada ayah dan ibu”.
Adakah anak yang berniat begitu Ayah?
Bukankah berarti setiap anak yang diturunkan Allah ke dunia
Justru pada awalnya cenderung pada kebaikan?

Tetapi, mengapa, sebagian anak-anak ini
Yang lahir cantik, rupawan, lucu dan menggemaskan
Setelah ia beranjak remaja dan dewasa
Justru menjadi beban keluarga
dan menjadi masalah untuk lingkungannya?
Ada apa ini…….



Ayah, Ibu….
Karena anak lahir dengan fitrah
Sebagian masalah anak, justru orangtualah penyebabnya.
Periksalah ternyata sebagian anak justru dijatuhkan harga dirinya
di rumah, bukan di luar rumah

Sebagian kita mungkin pernah memukul tubuhnya,
seolah tubuh anak adalah barang pelampiasan amarah kita
sebagian kita mungkin pernah menampar pipinya,
seolah ia tempat empuk bagi telapak tangan kita
sebagian kita mungkin pernah membentaknya
sambil berteriak dalam hati: akulah yang bekuasa atas dirimu!

Atau mungkin… kita tak pernah melakukan semua itu?

Tapi tahukah ayah ibu,
Sebagian anak memang tak pernah dipukul
Tak pernah dicubit, tak pernah dibentak,
Tapi jarang sekali anak yang lolos untuk tidak disalahkan orangtua
Mulai dari buka mata di pagi hari
Sampai kembali menutup mata di sore hari




Ayah, Ibu….
Karena sebagian anak jatuh harga dirinya di rumah
Tanpa kita sadari, ada sebagian anak yang tak betah
Berada di samping orangtua
Panas hatinya
jika mendengar ‘ceramah-ceramah’ orangtuanya
dan overdosis nasihat yang ia terima
lalu kapan kita mendengarkan anak, ayah, ibu?

Ketika seorang kakak hendak mengambil mainan miliknya
Yang diambil adiknya,


Kita… dengan kekuatan kehakiman yang kita miliki
Dengan gagah berkata: kakak…. Ngalah dong sama adik!

Lihatlah pertunjukkan ini ayah…
Lihatlah ketidakadilan ternyata di mulai dari rumah
Lihatlah… kebenaran ternyata ditentukan oleh faktor usia
Lalu kita berdalil “adik nya kan masih kecil…”


Dalam hati si kakak berkata
“sampai kapan adik akan dibela?”
“Kapankah aku meminta lebih dulu dilahirkan ke dunia?”
“sungguh tak enak jadi seorang kakak”

Karena ketidakadilan di mulai dari rumah
Di tempat lain, sebagian adik pun berkata hal yang sama
“sungguh aku pun tak suka jadi seorang adik”
“Ketika ayah dan ibu tak ada aku sering dikerjai kakak semuanya”


Ayah ibu
Karena sebagian anak dijatuhkan harga dirinya di rumah
Sebagian anak akhirnya tak betah berada di rumah
Rumah baginya hanyalah tempat tidur sementara
Ia lalu mencari harga diri, berkelana mencari surga
Mencari orang-orang yang akan menghargai dirinya

Wahh… ternyata teman-teman ganknya bisa menghargainya
Lalu dalam hati ia berkata


Hm… ternyata aku dihargai jika aku pamer perkasa
aku ternyata perkasa jika menghisap ganja
aku gembira jika bisa menyusahkan siapa saja…..

Apakah itu yang ingin kita inginkan ayah, ibu?
Jika tidak, hormatilah jiwa anak-anak kita
Bukan sekadar uang, jajanan, mainan dan sekolah mahal semata
Itu semua penting
Tapi perkataan dan perlakuan penuh cinta dari Anda
Adalah warisan terindah untuk masa depan mereka


Written By:
Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari
Fasilitator Pelatihan Orangtua di 25 propinsi dan 7 negara
www.auladi.net | inspirasipspa@yahoo.com

Sumber: Buku super best seller “Sudahkah Aku Jadi Orangtua Shalih” Penerbit Khazanah Intelektual, Ihsan Baihaqi Ibnu Bukhari

Anak - Anak Tak Selamanya Kecil
Waktu kita sangat pendek..
Anak-anak itu tak selamanya kecil.
Pada saatnya mereka akan tumbuh dewasa, mandiri, dan berkeluarga.
Jika mereka sudah menikah, tak ada lagi kesempatan untuk bagi kita untuk meniupkan balon, bermain petak umpet, membacakan buku cerita, atau mewarnai bersama.


Betapapun inginnya kita, tak ada lagi waktu yang pantas untuk membuatkan telur ceplok dengan bentuk yang lucu. Kita juga sudah tidak mungkin lagi menyuapi mereka seraya bercanda dan memuji gambar buatannya yang lebih mirip lidi berserakkan


Ya, zaman berganti, masa bertukar.
Yang dulu muda, sekarang tua.
Yang dulu anak-anak, sekarang dewasa.
Dan yang dulu terlihat gagah, sekarang mungkin sudah renta tak berdaya.
Sebagian lagi mungkin sudah lama dikuburkan jenazahnya.
Tidak ada lagi kekuatan untuk berbuat, tak ada lagi kemampuannya untuk melakukan perubahan. Maka apakah yang sudah kita lakukan untuk mengisi ruang jiwa anak kita?


Sungguh, waktu kita sangat pendek.
Anak-anak kita tak selamanya menjadi balita.
Mereka akan tumbuh menjadi kanak- kanak, remaja dan kemudian dewasa. Hari ini mereka memerlukan kita.


Di antara mereka mungkin ada yang belum kering airmatanya karena
berharap bisa bercanda, tetapi orang tuanya sudah bergegas pergi untuk merebut sebuah kata bernama SUKSES. Mereka berlelah-lelah atas nama
anaknya, padahal anaknya sedang kelelahan karena menunggu kesempatan untuk bermain bersama orang tuanya. Mereka ingin berbincang dan bercanda, meski hanya sebentar.


Ya, selagi mereka belum dewasa, belum pula menginjak usia remaja, inilah saat berharga untuk anak kita. Inilah saatnya kita meluangkan waktu
kita untuk menyapa mereka, sebentar saja..
Inilah saatnya bagi kita untuk mengisi ruang jiwa anak-anak kita.

Semoga dengan itu, mereka kelak akan menjadi generasi yang kuat jiwanya, besar semangatnya, kokoh imannya, dan tak putus-putus doanya untuk kita. Sungguh, tak akan pernah ada waktu menguati jiwa anak-anak kita, kecuali kita sengaja meluangkannya.

Lalu, apakah yang sudah kita lakukan?
Karena anak-anak itu tak selamanya kecil...
(faudzil adzim)

Tidak ada komentar: