15 Mei, 2015

Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Sektor Kelautan di Wilayah Timur

Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggelar kegiatan monitoring dan evaluasi (monev) Gerakan Nasional (GN) Penyelamatan Sumber Daya Alam (SDA) Indonesia sektor kelautan di di balai pertemuan Baileu Siwalima, Karang Panjang, Kota Ambon, tanggal 11 – 12 Mei 2015.  Kegiatan monev dilakukan untuk lingkup tiga provinsi, yakni Provinsi Maluku, Papua, dan Papua Barat, yang dihadiri pimpinan KPK, Adnan Pandu Praja, pimpinan 24 kementerian/lembaga serta empat gubernur serta bupati dan walikota dari tiga provinsi tersebut. 

Kegiatan diawali dengan Rapat Persiapan Operasional Kapal Pengawas dalam Rangka mengantar rombongan Tim Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan di Laksanakan  pada hari Senin tanggal 11 Mei 2015 pukul 9.00 WIT di Kantor Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Maluku di Kota Ambon yang dipimpin oleh Bapak Saifuddin Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan.
Kemudian dilanjutkan Rapat Teknis dan Penjelasan Rencana Aksi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan oleh Tim Pencegahan Korupsi Sektor Sumber Daya Alam KPK pada hari Senin tanggal 11 Mei 2015 pukul 14.00 WIT di Kantor Dinas Pertambangan dan Energi Provinsi Maluku di Kota Ambon yang dipimpin oleh Bapak Saifuddin Sekretaris Inspektorat Jenderal Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Bapak Dian Patrian dari Komisi Pemberantasan Korupsi dengan peserta Tim Teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten Kota se Propinsi Maluku, Papua dan Pupua Barat. 

Esok harinya dilakukan Rapat Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan pada hari Selasa tanggal 12 Mei 2015 pukul 08.00 WIT di Balai Pertemuan Baileu Siwalima.di Kota Ambon, Peserta adalah Tim Teknis dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dan Kabupaten Kota se Propinsi Maluku, Papua dan Pupua Barat, Komisi Pemberantasan Korupsi, Kemenpolhukam, Kemenkumham, Kemenko Kemaritiman, Kemnko Perekonomian, Kemenham, Kemendagri, Kmenlu, Kemenhub, Kemenkeu, Kemen-PPN/Bappenas, Kemen PAN dan RB, Kemen ATR/BPN, Kemen Perdegangan, Kemen Perindustrian, Kemen ESDM, Kemen Pariwisata, KemenLHK, TNI Angkatan Laut, BIG, BKPM, BPK, BPKP, Bakamla, Badan Koordinasi Penataan Ruang Nasional, Kepala Bapeda Propvinsi Maluku, Papua dan Papua Barat, Universitas Perguruan Tinggi, LSM (Civil Society Organization) dan Media Massa,
Acara diawali menyanyikan lagu Kebangsaan Indonesia Raya lalu pembukaan oleh Bapak  Adnan Pandu Praja Pimpinan KPK. Setelah itu Paparan dari Kementerian Kelautan dan Perikanan dengan judul Pengelolaan Ruang Laut dan Pemanfaatan Sumber Daya Kelautan yang dibawakan staf ahli Menteri Kelautan dan Perikanan, paparan selanjutnya oleh perwakilan masing-masing propinsi yang diwakili oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi dengan paparan Progres Implementasi 4 fokus Area Rencana Aksi Pemerintah Daerah, 1). Penyusunan Tata Ruang Wilayah Laut, 2). Penataan Perizinan, 3). Pelaksanaan Kewajiban Para Pihak, 4). Pemberian dan Perlindungan Hak-Hak Masyarakat. Selanjutnnya tanggapan atas Progres Pelaksanaan Rencana Aksi oleh Peserta Rapat lalu Konferensi Pers oleh Pimpinan KPK, Kementerian Kelautan dan Perikanan dan pimpinan daerah. 

Rombongan Tim Monitoring dan Evaluasi Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam Indonesia Sektor Kelautan meninjau Pelabuhan Perikanan Nusantara Tual dan kapal-kapal perikanan yang sedang tambat dan berlabuh pada Selasa tanggal 12 Mei 2015 pukul 13.00 WIT dengan menggunakan Kapal Pengawas KP. Hiu Macan 006 yang dikomandani Eko Priyono, S.St.Pi. berlayar dari Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ambon  menuju per­airan Teluk Dalam, lokasi dimana Kapal-kapal tangkapan termasuk MV Hai Fa berlabuh. Setelah merapat, Adnan Pandu bersama sejumlah stafnya kemudian melakukan sidak di kapal. Rombongan diterima Nakhoda MV Hai Fa, Zhu Nian Le. Adnan langsung menanyakan kondisi kapal maupun ABK dari Zhu Nian Le melalui perantaran salah satu ABK yang bisa berbahasa Inggris. Namun karena keterbatasan pemahaman bahasa Inggris dari ABK tersebut membuat keinginan Adnan yang mendalami pelanggaran yang dilakukan kapal yang memuat 23 ABK berkembangsaan Tiongkok tersebut terhambat. Setelah satu jam berada dia atas MV. Hai Fa rombongan kembali ke dermaga Pelabuhan Perikanan Nusantara Ambon. 

Kegiatan penyelamatan sumberdaya alam Indonesia pada prinsipnya mendorong perbaikan sistem untuk mencegah terjadinya tindak pidana korupsi dan kerugian keuangan negara. Perbaikan sistem ini menjadi bagian dari upaya perbaikan tata kelola sektor sumberdaya alam untuk mewujudkan amanat UUD 1945 demi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Secara khusus, gerakan nasional penyelamatan sumberdaya alam memiliki tujuan yakni: 1. Sektor Kelautan : a. Penegasan dan penegakan kedaulatan serta hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia atas wilayah laut melalui penegasan batas wilayah laut Indonesia, pengaturan pengelolaan ruang laut dan pemanfaatan sumberdaya yang ada di dalamnya. b. Mendorong perbaikan tata kelola sektor kelautan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat, dengan memperhatikan aspek keberlanjutan, konsistensi, keterpaduan, kepastian hukum, kemitraan, pemerataan, peran serta masyarakat, keterbukaan, desentralisasi, akuntabilitas, dan keadilan. c. Perbaikan sistem pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan untuk mencegah korupsi, kerugian keuangan negara dan kehilangan kekayaan Negara. 

Di sektor kelautan, hasil kajian KPK di tahun 2014 tentang Sistem Pengelolaan Ruang Laut dan Sumberdaya Kelautan Indonesia, menunjukkan sejumlah persoalan. Setidaknya 8 permasalahan utama di sektor kelautan sebagai berikut :
1) Tata Batas Wilayah laut Indonesia Yang Belum Jelas. Konvensi PBB tentang Hukum Laut (UNCLOS) Tahun 1987 Jaminan memberikan tu Negara Pantai / gatra kepulauan Terhadap wilâyah laut teritorial Dan hak berdaulat PADA wilâyah laut hearts zona Tambahan Dan zona Ekonomi Eksklusif. UU Kelautan JUGA menjamin adanya penegakan Kedaulatan Dan hak berdaulat Negara Kesatuan Republik Indonesia. Tetapi akan, Hingga Saat Suami sebagian Batas Wilayah laut Indonesia Belum Jelas KARENA Batas Wilayah DENGAN gatra Tetangga Belum ditetapkan. Hingga Akhir Desember 2014, Terdapat beberapa segmen Perbatasan DENGAN gatra Tetangga Yang Belum diratifikasi, Belum disepakati, Dan Belum dirundingkan. Persoalan Batas Wilayah laut JUGA diperumit Diposkan adanya penunjukan PENGGUNAAN Garis pangkal kepulauan Saja Sesuai amanat UU DENGAN Kelautan, & e PADA setidaknya 31 segmen diperlukan PENGGUNAAN Garis pangkal biasa / normal. Akibatnya Luas Wilayah laut Indonesia Yang definitif Dan Diakui Beroperasi Bersama Diposkan lintas Kementerian / Lembaga. Demikian pula DENGAN Jangka Waktu pulau Yang ADA sebelumnya Saat ini Yang Belum pasti, Dimana Indonesia mengklaim memilik SEKITAR 17.000 pulau, namun Yang Telah diidentifikasi Dan didaftarkan KE PBB baru sebanyak 13.000 SEKITAR pulau.
2) Penataan ruang laut yang belum lengkap dan masih bersifat parsial. UU No. 27 tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (UU Pesisir) menyebutkan bahwa pengelolaan wilayah pesisir, pulaupulau kecil, hingga laut sejauh 12 mil mencakup kegiatan perencanaan, pemanfaatan, pengawasan, dan pengendalian terhadap interaksi manusia dalam memanfaatkan sumberdaya serta proses alamiah secara berkelanjutan dalam upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan menjaga keutuhan 5 | Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam NKRI. Salah satu kegiatan perencanaan yang harus dilakukan oleh pemerintah adalah penyusunan rencana tata ruang wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil. Namun hingga desember 2014, baru rencana zonasi tata ruang wilayah yang telah disusun. Disisi lain, penggunaan ruang laut selama ini telah mencakup berbagai sektor kegiatan antara lain perikanan, pelayaran, pariwisata, pertambangan, dan lain sebagainya. Ketiadaan rencana tata ruang tersebut menjadikan penggunaan ruang oleh berbagai sektor menjadi tumpang tindih, penggunaan yang tidak optimal, dan berpotensi menciptakan kerusakan sumberdaya alam.
3)  Peraturan perundang-undangan yang belum lengkap dan masih tumpang tindih satu sama lain. Pengelolaan ruang laut dan sumberdaya kelautan di Indonesia setidaknya harus tunduk pada berbagai turan perundang-undangan yang berlaku. Aturan perundang-undangan tersebut antara lain terkait dengan UU Perairan, UU Kelautan, UU Pesisir dan pulau-pulau kecil, UU Perikanan, dan UU Pelayaran. Dalam melaksanakan amanat undang-undangan tersebut, pemerintah harus menyusun sejumlah aturan pelaksana mulai dari peraturan pemerintah, peraturan presiden hingga peraturan menteri. Akan tetapi hingga akhir tahun 2014, aturan pelaksana tersebut belum sepenuhnya diselesaikan. Disisi lain, substansi yang diatur dalam setiap undang-undang tersebut belum lengkap dan masih terlihat tumpang tindih satu dengan lainnya.
4) Tidak terkendalinya pencemaran dan kerusakan di laut. Aturan perundang-undangan mewajibkan dilakukannya pengendalian terhadap kegiatan yang dapat mencemari dan menimbulkan kerusakan di laut. Dengan demikian, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menyelenggarakan sistem pencegahan dan penanggulanagn pencemaran dan kerusakan lingkungan laut. Dalam faktanya, kerusakan dan pencemaran pesisir dan laut sangat marak terjadi diberbagai kawasan di Indonesia seperti kerusakan terumbu karang, padang lamun, hutan mangrove, hingga pencemaran air laut oleh limbah domestik, industri dan tumpahan minyak di laut.
5)  Lemahnya pengawasan dan penegakan hukum di laut. Berbagai kasus pelanggaran hukum di laut seperti penangkapan ikan illegal (IUU Fishing: Illegal, Unregulated, Unreported Fishing), pencemaran, penggunaan bahan peledak, penyelundupan, dan sebagainya menunjukkan bahwa laut menjadi salah satu pintu utama kejahatan. Hal ini disebabkan selama ini penegakan hukum di laut lemah oleh karena kombinasi dari sejumlah faktor seperti 6 | Gerakan Nasional Penyelamatan Sumber Daya Alam sarana dan prasarana patroli laut yang tidak memadai dan jumlah petugas pengamanan yang tidak berbanding lurus dengan luas wilayah laut yang harus diawasi.
6) Sistem data dan informasi terkait wilayah laut, penggunaan ruang laut, dan pemanfaatan sumberdaya yang ada didalamnya, belum lengkap dan tidak terintegrasi. Pemanfaatan laut untuk kepentingan navigasi, perikanan, perizinan dan kepentingan lainnya harus dicatatkan dalam sistem data dan informasi yang berbasis IT. Akan tetapi, hingga saat ini sistem data dan informasi tersebut masih bersifat parsial dan belum sepenuhnya didesain untuk dapat memonitoring kegiatan disektor kelauatan secara real time.
7)  Belum optimalnya penerimaan negara dari pemanfaatan ruang laut dan sumberdaya yang ada di dalamnya. Penerimaan negara dari perikanan tangkap yang menggunakan sumberdaya dari laut, relatif masih sangat kecil. Rata-rata persentase Penerimaan Negara Bukan Pajak dari perikanan tangkap hanya sebesar 0,3% dari total nolai produksi sektor tersebut yang sebesar Rp 77,3 Triliun pada tahun 2013.
8) Belum optimalnya program pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada laut. Berbagai upaya telah dilakukan oleh pemerintah dan berbagai pihak untuk membantu peningkatan kesejahteraan masyarakat nelayan yang selama ini menjadi kelompok masyarakat paling miskin di Indonesia. Namun upaya tersebut sepertinya belum berjalan optimal karena hingga saat ini kesejahteraan masyarakat nelayan belum mengalami peningkatan secara signifikan.


Tidak ada komentar: