Ketika membaca berita tentang Bribka taupik di media banjir hadiah,
belas kasihan dan pujian krn sebagai aparat dia hidup miskin dan sangat
sederhana tinggal di rumah bekas kandang sapi. Teringat memori masa
lalu.awal cerita ketika tammat kuliah di jkt tahun 1997 saya mencoba
mendaftar PNS di dirjen Perikanan Departemen Pertanian.
Sekarang sudah
menjadi Departemen Kelautan dan Perikanan. Setelah mengikuti rangkaian
test dinyatakan lulus masuk CPNS. Sambil tunggu Sk pengangkatan bekerja
di perusahaan swasta nasional di Tanjung priok jakarta dan mengawali
karier menjadi perwira masinis 1 di Km.Anumurti 02, Kemudian KKM(Kepala
Kamar Mesin)anumurti 02, kkm anumurti 07 dan terakhir KKM anumurti 03.
Di awal tahun 1998 menerima surat panggilan Sk pengangkatan CPNS saat
itu bimbang menentukan 2 pilihan akan jadi PNS atau tetap di swasta yg
saat itu gaji jauh lebih besar di bandingkan PNS. Dalam kebimbangan
saya mencoba melaksanakan sholat istikhara memohon pada Allah untuk
menentukan 2 pilihan. Akhirnya saya menerima pilihan untuk jadi PNS
dengan segalah konsekwensi. Dan mengawali karier jadi teknisi pada
proyek pengembangan Pelabuhan perikanan sorong Papua. Gaji pertama saat
itu hanya Rp.190.000,- itupun saya mulai terima 1 tahun kemudian.
Disinilah saya merasakan betapa menderita jadi PNS krn harus bekerja 1
tahun tanpa di gaji tapi kemudian di rafel tahun berikut. Beruntung gaji
saat di swasta masih ada itupun juga sebagian saya berikan pada org
tua. Sisa gaji diswasta hanya bertahan 2 bulan hidup krn harga kebutuhan
di papua jauh lebih tinggi dan masih di pengaruhi gaya hidup boros saat
masih bekerja di swasata dulu. Tibalah waktunya masa krisis dimulai
uang persedian habis minta bantuan org tua tidak mungkin krn ada
perasaan malu membebaninya lagi. Tidak makan mati dan tetap harus
bekerja mengabdi pada Negara.
Dalam kebimbangan itu mulai berpikir
bagaimana saya harus bertahan hidup dalam keadaan seperti itu dan tetap
menjaga diri dari kehinaan dan belas kasihan org lain. Pantang juga bagi
saya untuk meminta2 dan menjadi belas kasihan org lain karena bagiku
itu adalah aib terbesar dalam hidup ini. Saya berpikir tidaklah berubah
nasib kalau bukan kita sendiri merubahnya. Akhirnya saya memutuskan
untuk harus kerja sampingan selepas tugas atau saat saat sengang. Mulai
dari berdagang drum bekas, oli bekas, bisnis ikan kering, bisnis
kepiting, kerang kerangan, hasil hasil laut lainya, mutiara, jual
pakaian ke kapal, jual arloji bahkan perna jadi tukang ojek dan istri
buka kios kecil pinggir jalan.
Perna juga menjadi penghubung antara
perusaan ikan dan pembeli ikan sampingan dari kapal dan alhamdulilah
dapt upa dari pedang ikan dan dapat juaga upa dari peusahaan, perna juga
menjadi konsultan di perusaan untuk memberikan arahan dan bimbingan
perusaan tentang pengurusan dokumen perikanan yg benar tapi belakang
hari saya undur diri saat mulai menjabat krn takut ada komplik
kepentingan dengan jabatan yg saya laksanakan.Mengenang itu terkadang
air mata tak terasa menetes.
Perasaan malu dan gengsi di buang jauh. Dan akhirnyapun berhasil membeli 1 unit rumah buat org tua dan berturut turut akhirnya bisa membeli 4 buah rumah sederhana untuk menjaga diri dari kehinaan dan kemiskinan. Pada hal saat itu sebagai PNS belum memiliki jabatan dan masih status staf. Masih ingat kata teman kantor saat itu mengatakan wajarlah kalau pak basri bisa beli apa apa krn dia bekerja keras. Di tengah terlena saya sebagai PNS dan bisnismen di papua mulai berpikir sudah cukuplah sekalipun saat itu saya lagi menujuh puncak sukses dalam usaha. Saatnya saya fokus untuk mengejar dan mengembangkan karier jadi PNS dan mengabdikan diri sepenuhnya pada bangsa ini. Akhirnya setelah hampir 9 tahun di papua akhirnya minta mutasi ke pusat dan mulai mengawali karier jadi Kasubag TU di pangkaln PSDKp Bitung tahun (2006-2010), Kepala Stasiun PSDKP Tual (2010-2013), dan terakhir Kepala Stasiun PSDKP belawan (2013-sampai sekarang).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar