10 November, 2014

Mari Menjemput Keberuntungan


Barnett Helzberg Jr. adalah seorang yang sangat kaya dan beruntung. Ia mampu membangun sebuah usaha toko perhiasan yang mempunyai total penghasilan per tahun hingga US$300 juta. Kemudian, dalam usianya yang sudah 60 tahun, ia memutuskan untuk hidup lebih tenang dengan menjual usaha itu pada orang yang tepat.
Suatu ketika, di sebuah jalan dekat Hotel Plaza di New York, ia mendengar seorang perempuan memanggil sebuah nama, “Tuan Buffett!” Instingnya bergejolak, ia berpikir apakah yang diundang perempuan itu adalah Warren Buffett yang kala itu sudah dikenal sebagai raja saham? Helzberg sendiri belum pernah mengenal Buffett, tak punya kontaknya, dan hanya berencana menjual usahanya. Saat itu ia, nekat saja untuk mengikuti kata hatinya. Ia pun membelokkan langkah mengikuti suara tadi dan memperkenalkan diri kepada orang yang diteriaki tadi. Dan benar, itu adalah Warren Buffett.

Setahun berikutnya, apa yang diinginkan pun terjadi. Perusahaan itu akhirnya dibeli Buffett dengan nilai yang menurutnya sangat memuaskan. Sungguh, inilah sebuah gambaran keberuntungan yang datang pada waktu dan saat yang tepat. Tapi, coba bayangkan, jika Helzberg tak memanfaatkan “kejutan” untuk mengikuti kata hatinya saat itu. Barangkali, sejarah akan berubah.

Terampil Memanfaatkan Kesempatan
Membaca kisah itu, sepertinya adalah sebuah keberuntungan yang “dirancang”. Sepertinya tak bakal terjadi pada semua orang. Tapi, jika ditelusuri lebih jauh, ada sebuah nilai yang membuat keberuntungan itu datang. Yakni, mereka memanfaatkan kesempatan, sekecil apa pun itu. Bahkan, ketika kita sendiri tak sadar bahwa itu adalah kesempatan emas. Mereka yang dianggap orang beruntung—jika dari sudut pandang ini—sebenarnya hanyalah orang yang terampil (baca: cekatan) memanfaatkan kesempatan. Hasilnya, mereka seolah-olah selalu berada pada waktu dan tempat yang tepat.

Sebagian dari kita, punya “rumus” atau “konsep” tersendiri mengenai peruntungan. Tak salah, memang. Namun, jika menilik kondisi dan kenyataan yang ada, sebenarnya semua akan kembali pada diri kita. Semua keputusan sejatinya berada di tangan kita. Apa yang kita sebut sebagai luck atau keberuntungan—dalam pengertian tersebut—bisa kita ciptakan sendiri.

Berawal dari Pola Pikir
Sebuah penelitian unik dilakukan oleh psikolog Richard Wiseman dari University of Hertfordshire di Inggris, tentang bagaimana melihat keberuntungan dilihat dari kacamata ilmu pengetahuan. Wiseman melakukan studi, yang diawali dengan membuka lowongan sukarelawan penelitiannya di koran. Sekitar 400 orang lantas terkumpul dari beragam usia dan golongan. Setelah melalui wawancara awal, diketahui ada beberapa orang yang merasa sangat beruntung dalam hidupnya. Sebaliknya, ada yang selalu merasa sial terus-menerus.

Jessica, seorang ahli forensik yang tergabung dalam penelitian itu mengaku termasuk orang yang sangat beruntung. Mendapat pekerjaan yang diimpikan, keluarga yang menyayanginya, orang yang sangat dicintai, dan berbagai kemudahan lain. Sebaliknya, seorang bernama Patricia—yang bekerja sebagai kru pesawat terbang—dalam waktu singkat ketika memulai pekerjaan sudah mendapat predikat pembawa sial. Penerbangan pertama harus mendarat darurat karena ada orang yang mabuk dan berbuat onar dalam pesawat. Berikutnya pesawat tersambar petir. Yang ketiga, harus mendarat darurat karena suatu hal. Demikian juga hubungan percintaannya, nyaris selalu kandas.

Dalam hasil kajian Wiseman terhadap berbagai tipe orang tersebut, ia menemukan fakta mengejutkan. Yakni, semua keberuntungan ternyata berawal dari pola pikir. Ada empat hal dasar yang membuat seseorang menjadi beruntung atau tidak. Pertama, orang yang beruntung terampil menciptakan dan memperhatikan peluang. Kedua, mereka pintar membuat keputusan dengan mendengarkan intuisi. Ketiga, mereka memenuhi diri dengan harapan-harapan yang positif. Terakhir, mereka biasa mengubah hal buruk menjadi baik dengan mengadopsi sikap-sikap positif.

Melihat keempat faktor yang ditemukan Wiseman dalam penelitiannya soal keberuntungan, sepertinya—bagi yang menyadari—keberuntungan kembali pada pola pikir dan tindakan kita sendiri. Harapannya, semoga kita pun bisa menemukan jalan keberuntungan masing-masing, dengan sikap positif dan kekayaan mental.

Selamat mencari dan mari ciptakan keberuntungan kita…!

http://www.andriewongso.com/articles/details/14058/Mari-Menjemput-Keberuntungan?utm_source=AW+Newsletter+Subscribers&utm_campaign=f5c43a8645-Jumat_7_November_201411_5_2014&utm_medium=email&utm_term=0_15a2554ef0-f5c43a8645-93494149

Tidak ada komentar: