26 Juli, 2014

Merkuri Cemari Sungai Batanghari

JAMBI, KOMPAS — Penambangan emas liar diduga sebagai sumber utama
pencemaran di Sungai Batanghari, Jambi. Aktivis lingkungan mendesak
pemerintah segera menguji kandungan merkuri dalam sungai yang selama ini
dimanfaatkan sebagai bahan baku kebutuhan air minum masyarakat.

Koordinator Gerakan Cinta Desa Eko Waskito mengatakan, aktivitas tambang
emas liar kian marak di kawasan hulu Sungai Batanghari. Di Kecamatan
Limun, Kabupaten Sarolangun, saja ada sekitar 400 dompeng dan hampir
3.000 petambang beroperasi. Penambangan yang semula dilakukan secara
tradisional secara turun-temurun mulai beralih pada mesin dompeng sejak
10 tahun terakhir. Penambangan meluas tidak hanya di Sarolangun, tetapi
juga di Kabupaten Merangin, Tebo, Bungo, dan Batanghari.

Pemurnian emas menggunakan air raksa ini mengakumulasi racun merkuri di
sungai ataupun daratan setempat. Penambangan bahkan didukung para
pemodal besar, yang menggunakan alat- alat berat untuk mengeruk pasir
dan tanah sehingga dengan cepat menimbulkan kerusakan di sepanjang
daerah aliran sungai. Petambang menggunakan air raksa untuk memurnikan
emas, lalu membuang limbahnya langsung ke sungai. ”Pembuangan racun
merkuri sudah sangat parah di kawasan hulu Batanghari,” tutur Eko, Kamis
(19/6).

Kadar tinggi

Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jambi Musri Nauli
memperkirakan kadar merkuri dalam Sungai Batanghari tinggi akibat
maraknya penambangan emas. Terkait itu, pihaknya mendesak Pemerintah
Provinsi Jambi untuk menguji kadar merkuri air sungai. Ini mengingat air
Sungai Batanghari dikonsumsi masyarakat untuk kebutuhan air minum.
Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM) Tirta Mayang yang memenuhi 66 persen
kebutuhan air minum di Kota Jambi juga memanfaatkan air Batanghari.

Dari penelusuran Kompas, PDAM dan Badan Lingkungan Hidup Daerah Provinsi
Jambi belum pernah menguji kadar merkuri air sungai itu. Kepala Bagian
Produksi PDAM Erwin Zuchri mengatakan, butuh biaya Rp 400 juta-Rp 450
juta untuk membeli alat penguji kadar merkuri.

Dana sebesar itu, menurut dia, lebih penting dialokasikan untuk membeli
mesin pompa atau memperbaiki pipa distribusi air PDAM yang sebagian
telah berusia lebih dari 30 tahun.

Kepala Bidang Pengendalian Kerusakan dan Pencemaran Lingkungan Badan
Lingkungan Hidup Daerah Provinsi Jambi Ardi mengatakan, pencemaran air
Batanghari lebih disebabkan oleh limbah domestik. (ITA)


http://print.kompas.com/KOMPAS_ART0000000000000000007338563

Tidak ada komentar: