Johan W. Nababan, Fauziyah, Fitri Agustriani
Program Studi Ilmu Kelautan FMIPA, Universitas
Sriwijaya, Indralaya, Indonesia
ABSTRAK
Pelanggaran
wilayah perairan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia di wilayah perairan Selat
Malaka terjadi oleh karena sumber daya ikan berlimpah di Selat Malaka, sehingga
banyak nelayan asing memanfaatkan potensi perikanan tersebut untuk melakukan penangkapan ikan secara
ilegal. Tujuan dari penelitian ini untuk
mengidentifikasi jenis dan jumlah pelanggaran yang disebabkan oleh illegal
fishing, serta upaya yang telah dilakukan oleh instansi yang berwenang di
perairan Selat Malaka. Analisis yang digunakan adalah metode kualitatif
dengan studi kasus, dan analisis
deskriptif komparatif. Hasil penelitian
yang didapat bahwa pada tahun 2009 sampai 2011 jumlah kapal yang melanggar
karena melakukan tindak pidana perikanan illegal
fishing sebanyak 44 kapal asing. Jenis pelanggaran illegal fishing yang terjadi yaitu 1). ketidaklengkapan dokumen
perizinan seperti surat izin usaha perikanan (SIUP), surat izin penangkapan ikan (SIPI), izin
daerah penangkapan ikan (DPI), 2). terjadi pelanggaran wilayah pemanfaatan alat
tangkap, 3). tidak mengaktifkan alat komunikasi (transmitter). Upaya yang
dilakukan oleh instansi berwenang adalah melaksanakan dan meningkatkan
frekuensi patroli pengawasan antar instansi, melakukan sosialisasi kepada
kelompok nelayan, melaksanakan pemeriksaan dokumen perizinan kapal dan
memproses secara hukum kepada tindak pelanggaran illegal fishing.
Kata kunci :
pelanggaran wilayah, illegal fishing, ZEEI, Selat Malaka
ABSTRACT
Territorial waters breach Indonesian Exclusive Economic Zone
happens because the abundant fish resource in Malacca Strait, so much of the
foreign fisherman is using that fisheries potential to do some illegal fishing.
The purpose of this research is to identify the type and quantity of the breach that been caused by illegal fishing, and effort
that has been done by the authorized agency in Malacca Strait water. The
analysis that used is qualitative method with case study, and comparative
descriptive analysis. The obtained research result is that in year 2009 to
2011, the number of ships that violate because doing the fisheries criminal
offense illegal fishing as many as 44
foreign ships. The illegal fishing violation types that happen are 1). The
incompleteness of the license document like fisheries business license (SIUP),
fishing license (SIPI), and fishing area allowance (DPI), 2). Fishing gear
utilization territorial violation, 3).Inactivating communication tool
(transmitter). Effort that has been done by the authorized agency is perform
and intensify the control patrol frequency between agency, implement the
socialization to fishermen’s group, perform vessel’s license document checking
and de jure processing toward illegal fishing breach.
Keyword: territorial breach, illegal
fishing, ZEEI, Malacca Strait
I. PENDAHULUAN
Indonesia mempunyai
sumber daya ikan yang sangat melimpah. Hal ini menjadikan Indonesia memiliki
potensi pembangunan kelautan yang besar dan beragam (Dahuri, 2005). Potensi
sumber daya ikan yang besar ini belum dimanfaatkan secara optimal menjadikan
Indonesia hanya mengandalkan perikanan tangkap sebagai komoditas utama dari
pada mengembangkan usaha perikanan
budidaya. Sumber daya ikan ini diharapkan menjadi tulang punggung pembangunan Indonesia
di masa depan.
Sumber daya ikan sangat berlimpah di Selat Malaka
berdasarkan data DKP bekerjasama dengan LIPI tahun 2002 sebanyak 4,30 % potensi
sumber daya perikanan Indonesia berada di Selat Malaka dengan pelagis kecil
yang mendominasi di perairan ini, sehingga banyak nelayan memanfaatkan
kesuburan perairan tersebut untuk melakukan penangkapan ikan secara ilegal (illegal
fishing) di perairan ZEE Indonesia Selat Malaka. Hal ini tentunya
merupakan suatu tantangan bagi Indonesia sebagai negara kepulauan untuk
memanfaatkan sumber daya alam lautnya. Dengan adanya penetapan wilayah ZEE
Indonesia, wilayah perikanan Indonesia bertambah 2,5 juta km (Siombo, 2010).
Permasalahan perbatasan ZEE Indonesia dengan Malaysia di kawasan Selat Malaka
hingga saat ini belum selesai, dimana kedua negara menganggap bahwa wilayah
Selat Malaka tersebut masuk ke dalam wilayah negaranya.
II.
METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari 2012,
data diperoleh dari SPSDKP Belawan, Kepolisian Perairan Polda Sumatera
Utara, Kejaksaan Negeri Belawan, Imigrasi Belawan, dan Dirjen
Pengawasan Sumberdaya Kelautan KKP.
Data dan informasi yang
dibutuhkan meliputi berbagai informasi mengenai perencanaan dan pelaksanaan
program-program pengawasan IUU Fishing
di Stasiun Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan Belawan, pemahaman
terhadap permasalahan illegal fishing
dan persepsi tentang program yang perlu diprioritaskan. Data dan informasi
dikumpulkan dalam kurun waktu tahun 2009 sampai 2011. Data atau informasi
primer merupakan hasil dari wawancara dan diskusi dengan beberapa responden
yang berasal dari instansi terkait.
Data yang akan dianalisis menggunakan analisis
deskriptif komperatif. Analisis dekriptif
komparatif digunakan untuk membandingkan pelanggaran yang terjadi dengan penelitian
sebelumnya.
III. Hasil
dan Pembahasan
3.1.
Proses
Penanganan Hukum Tindak Pidana Perikanan
Hasil penghentian dan pemeriksaan kapal asing yang
tertangkap oleh SPSDKP Belawan dan Kepolisian Perairan Sumatera Utara akan
diproses untuk mendapatkan bukti yang cukup. Proses berupa pemeriksaan dokumen
surat izin dari pemerintah Indonesia, alat tangkap yang digunakan, hasil
tangkapan ikan didapat, serta alat komunikasi.
Setelah di proses oleh instansi yang menangkap, kapal
asing akan di adhoc dan dikawal menuju
pangkalan Belawan untuk dilakukan pemeriksaan dan penyidikan. Proses penyidikan
dilakukan oleh Penyidik Pegawai Negeri Sipil atau Kepolisian Perairan Sumatera
Utara kepada nahkoda dan anak buah kapal (ABK) untuk dimintai keterangan.
Penetapan barang bukti
terdakwa pelaku pencurian ikan berupa kapal ikan beserta dengan mesin kapal,
buku Lessen Vessel, radio amatir transceiver, kompas, radio panggil, uang
tunai, ikan hasil penangkapan akan dirampas dan dilakukan pelelangan oleh
Kejaksaan Negeri Belawan. Hasil dari pelelangan tersebut akan dimasukan ke kas
negara melalui Departemen Keuangan Provinsi Sumatera Utara. Sedangkan barang
bukti alat tangkap ikan (jaring trawl)
akan dirampas untuk dimusnahkan yang dilakukan oleh Kejaksaan Negeri Belawan.
Anak buah kapal asing yang ditangkap ditahan di SPSDKP
dan Rumah Tahanan Kepolisian Perairan Sumatera Utara dalam kurun waktu yang
belum ditentukan untuk dijadikan sebagai saksi dalam kasus tindak pidana
pencurian ikan. Berkas yang telah dilengapi akan dilaporkan ke Kementrian
Kelautan dan Perikanan untuk ditindak lanjuti.
Terdakwa kasus pencurian
ikan di wilayah Zona Ekonomi Eksklusif Selat Malaka dilimpahkan ke Kejaksaan
Negeri Belawan dan diadili di Hukum Pengadilan Perikanan/Pengadilan Negeri
Medan. Terdakwa yang bersalah melakukan tindak pidanan perikanan dengan pidana
penjara selama 3 sampai 4 tahun penjara dan denda antara Rp. 300.000.000 hingga
Rp. 600.000.000. Apabila denda tersebut tidak dibayar akan diganti dengan
pidana kurungan selama tiga bulan.
Adapun pertimbangan yang
meringankan terdakwa dengan mengajukan pembelaan secara lisan adalah terdakwa
agar hukuman diringankan karena masih
memiliki tanggungan keluarga (isteri dan anak) dan berjanji tidak akan mengulangi
perbuatan tersebut dan akan selalu memperhatikan wilayah perbatasan perairan
yang menjadi haknya untuk menangkap ikan. Kasus
illegal fishing di kawasan ZEEI Selat
Malaka terjadi karena kurangnya pengawasan di daerah Selat Malaka, kurangnya
sarana (kapal patroli, dan alat komunikasi), dan prasarana (pos pengawasan,
kendaraan transportasi), kurangnya kapal patroli pengawasan dilihat dari luas
perairan Selat Malaka tidak sebanding, dan kurangnya dana dari pemerintah agar
kapal patroli selalu intensif untuk mengawas di perairan Selat Malaka.
Gambar 1. Proses
Penanganan Hukum Tindak Pidana Illegal
Fishing (SPSDKP, 2011).
3.2. Identifikasi Jenis dan Jumlah Pelanggaran Illegal Fishing di ZEEI Selat Malaka
Pada Perairan Belawan
A.
Identifikasi Pelaku Illegal
Fishing
Pengamatan data dari tahun 2009 hingga 2011 menunjukkan kasus illegal fishing di Selat Malaka terjadi
sejumlah 44 pelanggaran. Berdasarkan data yang diperoleh dari SPSDKP Belawan
dan Kepolisian Perairan Polda Sumatera Utara menyebutkan pada tahun 2009
terjadi 16 pelanggaran (36,36%), tahun 2010 sebanyak 22 pelanggaran (50%), dan
tahun 2011 sebanyak 6 pelanggaran (13,64%).
Kasus pelanggaran illegal
fishing paling banyak dilakukan pada
bulan Oktober sampai Desember yaitu sebanyak 45,45%, selanjutnya Januari sampai
Maret sebanyak 31,82%, bulan April sampai Juni sebanyak 18,18%, dan bulan Juli
sampai September sebanyak 4,55 % pelanggaran.
Pelanggaran kegiatan illegal fishing di wilayah ZEEI Selat Malaka berada di sekitar
wilayah Pulau Berhala sejumlah 38,64%, Pulau Pandang 15,91%, Pulau Jemur
sebanyak 2,27%, dan daerah Pantai Cermin 2,27%.
Pencurian ikan yang paling banyak dilakukan pada bulan
Oktober hingga Desember dan terletak di sekitar Pulau Berhala. Diduga pada
kurun waktu tersebut di kawasan pulau
Berhala sedang musim ikan, sehingga potensi SDI yang banyak mengundang
penangkapan ikan dari negara-negara lain. Hal ini diperkuat data BRPL, 2004
bahwa penyebaran ikan demersal pada bulan Desember 1996 berada disekitar
perairan Pulau Berhala. Berbeda pada bulan Januari hingga September, diduga
potensi SDI di kawasan ZEEI Selat Malaka kurang banyak karena belum terjadinya
musim ikan.
Pencegatan kapal asing yang melakukan kegiatan illegal fishing dilakukan dengan
mengenali bentuk fisik dari bendera kapal yang merupakan ciri asal negara
(perusahaan penangkapan ikan). Kapal-kapal asing yang ditangkap oleh SPSDKP
Belawan dan Kepolisian Perairan Polda
Sumut berasal dari Malaysia dan Thailand. Dari hasil pengamatan, asal
perusahaan yang paling banyak melanggar yaitu berasal dari negara Malaysia
sebanyak 38 kapal (79,55%) dan negara Thailand sebanyak 11 kapal (20.45 %).
Nahkoda yang ditangkap oleh SPSDKP Belawan dan
Kepolisian Perairan Polda Sumatera Utara berasal dari negara Thailand,
Malaysia, Myanmar dan Indonesia. Pada periode tahun 2009 sampai 2011 warga
negara asing yang ditangkap yakni warga negara Thailand 81,81 %, warga negara
Malaysia 13,64 %, warga negara Myanmar 4,55 %.
B. Identifikasi Jenis dan Jumlah
Pelanggaran
Praktek illegal
fishing merupakan permasalahan yang sangat kompleks bagi dunia perikanan
tangkap Indonesia. Penangkapan kapal terhadap kasus illegal fishing di ZEEI Selat Malaka terjadi oleh karena:
- Ketidaklengkapan dokumen perizinan.
- Pelanggaran wilayah pemanfaatan alat tangkap.
- Tidak mengaktifkan kelengkapan alat komunikasi.
Dokumen-dokumen
yang dibawa oleh nahkoda asing yang ditangkap berdasarkan data yang didapat,
tidak ditemukan adanya pemalsuan dokumen. Nahkoda kapal asing hanya tidak
melengkapi dokumen resmi yaitu SIUP, SIPI, dan izin penangkapan daerah ikan
sebagaimana yang diwajibkan oleh pemerintah Indonesia. Hal ini juga diperkuat
oleh pernyataan Neka et al, 2010 dan
Naim, 2010, bahwa kasus illegal fishing
yang terjadi di Indonesia karena tidak lengkapnya dokumen perizinan kapal dan
penggunaan alat penangkapan ikan yang dilarang di Indonesia. Oleh
karena itu, kordinasi satu atap dapat dilakukan untuk dapat mengawas penerbitan
surat izin.
Berdasarkan Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan
N0. 02/MEN/2011 telah diatur tentang jalur penangkapan ikan dan penempatan alat
penangkapan ikan serta alat bantu penangkapan ikan di Wilayah Pengelolaan
Perikanan Negara Republik IndonesiaAlat tangkap ikan yang diperbolehkan di daerah ZEEI Selat Malaka adalah pukat
cincin pelagis, payang, pukat ikan dan
jaring insang. Sedangkan pemakaian trawl
yang dilakukan oleh nelayan asing yang menangkap ikan di Zona Ekonomi
Eksklusif Indonesia merupakan salah satu
alat penangkapan ikan yang dilarang dan merupakan tindak pidana perikanan.
Berdasarkan hasil penelitian, seluruh kapal asing yang ditangkap oleh SPSDKP
dan Kepolisian Perairan Polda Sumut menggunakan alat tangkap jenis trawl.
Berdasarkan hasil data
dilapangan, seluruh kapal asing yang tidak mengaktifkan alat komunikasi. Hal
ini diduga kurangnya kesadaran nahkoda terhadap kewajiban untuk mengelola
perikanan secara bertanggung jawab.
Kebijakan yang diterapkan dalam Pengawasan Sumberdaya
Kelautan dan Perikanan adalah sistem Monitoring,
Controlling, dan Surveillance
(MCS). Sistem ini sangat baik dibuat, namun kenyataan di lapangan transmitter tidak diaktifkan oleh
nahkoda asing kapal asing yang berada di kawasan ZEEI Selat Malaka. Oleh karena
itu, pemerintah harus menambah lamanya kapal pengawas yang beroperasi, guna
dapat memantau kondisi perairan di Selat Malaka.
3.3. Upaya Penanggulangan dan Pencegahan Illegal Fishing di ZEEI di Selat Malaka Pada Perairan Belawan
3.3.1 Upaya
Penanggulangan
Upaya
penanggulangan merupakan proses menanggulangi terjadinya kasus pelanggaran illegal fishing. Instansi yang berwenang
telah membuat program-program kerja yang akan dilakukan SPSDKP yaitu 1. Belawan
melaksanakan sosialisasi terhadap dampak illegal
fishing, pengawasan jalur penangkapan ikan, 2. meningkatkan
frekuensi kerjasama operasi dengan
instansi yang berwenang, 3. melakukan pengawasan dan pemeriksaan
terhadap kapal-kapal pengangkut ikan, melakukan pemeriksaan alat penangkapan
ikan, 4. memproses tindak pelanggaran/pidana kapal perikanan.
Dit. Polair
Polda Sumut yaitu 1. melaksanakan
sosialisasi dampak illegal fishing
kepada nelayan, 2. melakukan patroli
pengawasan dan pemeriksaan terhadap kapal-kapal pengangkut ikan, 3. meningkatkan
frekuensi kerjasama operasi dengan instansi berwenang
Kejaksaan
Negeri Belawan yaitu
1. mempercepat proses penegakan hukum (penyidikan, penuntutan dan
persidangan) antara lain melalui pengadilan khusus perikanan, 2. mengamankan dan merawat barang
bukti (misal: kapal, alat tangkap) agar nilai ekonominya dapat dipertahankan,
3. penanganan ABK Non Yustitia dari kapal-kapal perikanan
asing ilegal yang tertangkap, 4. melakukan proses pelelangan barang bukti.
3.3.2 Upaya
Pencegahan
Upaya
pencegahan merupakan proses mencegah terjadinya kasus pelanggaran illegal fishing. Instansi yang berwenang
telah membuat program-program kerja yang akan dilakukan SPSDKP Belawan yaitu 1.
melaksanakan penerapan Surat Laik Operasi (SLO) kapal, 2. melaksanakan
pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan,
3. melakukan pemeriksaan fisik kapal perikanan, 4. melaksanakan pemeriksaan alat bantu
penangkapan ikan, 5. optimalisasi implementasi
MCS (Monitoring, Controlling, Surveillancea)
dalam pengawasan dengan cara peningkatan sarana dan prasarana pengawasan, 6. melaksanakan
Pendataan Sumberdaya Kelautan (SDK).
Dit. Polair Polda Sumut yaitu 1. melaksanakan monitoring
System (VMS), 2. melaksanakan
pemeriksaan dokumen perizinan kapal perikanan
Kejaksaan
Negeri Belawan yaitu
peningkatan peran forum koordinasi penanganan tindak pidana perikanan.
Imigrasi Belawan yaitu melaksanakan proses pemulangan
nahkoda dan ABK asing.
IV.
KESIMPULAN
Dari hasil penelitian bahwa kasus illegal fishing di ZEEI Selat Malaka pada Perairan Belawan da pat
disimpulkan sebagai berikut:
1.
Jenis pelanggaran
illegal fishing yang terjadi adalah
ketidaklengkapan dokumen perizinan (SIUP, SIPI, dan fishing ground), pelanggaran wilayah pemanfaatan alat tangkap, dan tidak
mengaktifkan alat komunikasi (transmitter).
Jumlah kapal yang
ditangkap melakukan kegiatan illegal
fishing pada tahun 2009 sampai 2011 sebanyak 44 kapal asing.
2.
Upaya
penanggulangan yang telah dilakukan oleh instansi berwenang adalah pemeriksaan
dokumen perizinan kapal dan memproses tindak pelanggaran illegal fishing di ZEEI Selat Malaka khususnya pada instansi yang
berwenang di Belawan, adapun upaya pencegahan yang telah dilakukan oleh instansi
yang berwenang adalah melaksanakan dan meningkatkan frekuensi patroli
pengawasan antar instansi dan melakukan sosialisasi kepada kelompok nelayan
terhadap dampak illegal fishing
DAFTAR
PUTAKA
Dahuri, R. 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. PT Gramedia Pustaka Umum. Jakarta.
Naim, A. 2010. Pengembangan Sumberdaya Perikanan dalam
Penanganan Illegal Fishing di Perairan Provinsi Maluku Utara. Agrikan UMMU. Ternate.
Neka, A, dkk. 2011. Analisis Kebijakan Illegal Fishing di Kabupaten Halmahera Utara.
IPB. Bogor.
Siombo, M. R. 2010. Hukum Perikanan Nasional dan Internasional. PT Grame dia Pustaka
Umum. Jakarta
Lihat Artikel Siraman Rohani Lainnya
|
Tidak ada komentar:
Posting Komentar