Oleh Aji Wihardandi,
Dalam sebuah penelitian yang dipimpin oleh Ana Sequeira tentang hiu paus atau whale shark (Rhincodon typus)
tak hanya berhasil menyimpulkan konektivitas global dan memetakan
kemungkinan jalur migrasi ikan terbesar di dunia ini, namun juga
melangkah lebih jauh dan berhasil melakukan pemodelan habitat yang cocok
untuk spesies ini di skala global. Dalam tulisan ini, Ana dan timnya
memperluas prediksinya terkait apa yang akan terjadi dengan spesies ini
di tahun 2070 saat suhu perairan diperkirakan meningkat sekitar 2
derajat Celcius.
Dalam penelitian yang sudah dimuat di jurnal Global Change Biology
ini, tim peneliti mengumpulkan catatan penampakan hiu paus sebanyak
4.336 kali, dengan rentang 31 tahun untuk Samudera Atlantik, 17 tahun
untuk Samudera Hindia dan 11 tahun untuk kawasan barat Samudera Pasifik.
Tim ini menggunakan berbagai variabel seperti jarak dari pantai,
kedalaman rata-rata dan suhu permukaan laut, yang saling mempengaruhi
distribusi penyebaran hiu paus.
Ikan hiu paus hidup di bentang geografis antara 35 derajat di Utara
hingga ke Selatan. Kita juga tahu bahwa rentang geografis ini telah
terlampaui pada beberapa kesempatan. Apa yang kita tidak tahu adalah
apakah kondisi yang cukup cocok untuk hiu paus untuk menyeberang dari
Samudera Hindia ke Samudera Atlantik – dengan kata lain, apakah mereka
bisa bepergian antara cekungan laut selatan Afrika Selatan. Hasil model
global penelitian ini menunjukkan bahwa habitat yang cocok di daerah ini
memang ada (setidaknya selama musim panas), sehingga mendukung
hipotesis yang dibangun mengenai konektivitas global.
Secara keseluruhan ditemukan bahwa kecocokan habitat untuk hiu paus
secara global memang cocok dengan tempat-tempat munculnya hiu paus,
kecuali di wilayah Pasifik Timur dimana penelitian ini tidak memiliki
data yang cukup lengkap untuk divalidasi.Kawasan yang paling sesuai
untuk hiu paus ini adalah Samudera Atlantik, diikuti dengan Samudera
Hindia dan kawasan barat Samudera Pasifik.
Seperti diperkirakan oleh para peneliti, faktor suhu permukaan laut
menjadi hal penting terkait munculnya hiu paus, dan di tahun 2070
diperkirakan akan ada sedikit pergeseran habitat yang sesuai (seperti
juga halnya yang terjadi dengan spesies-spesies lainnya). Penelitian ini
juga memprediksi adanya kontraksi dalam pola habitat yang cocok untuk
hiu paus, dengan pergeseran terbesar terjadi di kawasan khatulistiwa
yang hangat di Samudera Atlantik dan Samudera Hindia. Akibatnya
habitat-habitat ini bisa menyempit dan bahkan hilang di beberapa
wilayah.
Dengan bukti yang saat ini tersedia untuk konektivitas global dan
dikuatkan oleh peta kesesuaian habitat global, hasil penelitian ini
sangat menyarankan bahwa pendekatan saat ini untuk pengelolaan hiu paus
harus direvisi, karena saat ini kondisinya justru terlalu banyak fokus
pada kondisi hiu paus dalam konteks lokal, dan hanya sedikit upaya untuk
jangkauan yang lebih luas (regional). Orang sejauh ini benar-benar
mengabaikan potensi dampak perubahan iklim terhadap spesies ini. Kita
harus bertindak hati-hati atau risiko kehilangan spesies ikan terbesar
di dunia. Hiu paus saat ini dikategorikan sebagai satwa yang ‘Rentan’
dalam Daftar Merah IUCN. Ancaman utama yang dialami oleh hiu paus
diantaranya adalah tabrakan dengan kapal, perburuan ilegal, terjebak
dalam jaring nelayan, wisata laut yang tidak tertata dengan baik, dan
tentu saja, perubahan iklim.
Reference: Sequeira AM, Mellin C, Fordham DA, Meekan MG, Bradshaw CJ
(2013) Predicting current and future global distributions of whale
sharks. Global Change Biology. doi: 10.1111/gcb.12343
Tidak ada komentar:
Posting Komentar