Gelombang tsunami memiliki kecepatan antara 500
hingga 1.000 km/jam (sekitar 0,14 – 0,28 kilometer per detik) di
perairan terbuka. Sedangkan gempa bumi dapat dideteksi dengan segera
karena getaran gempa memiliki kecepatan sekitar 4 kilometer per detik
(14.400 km/jam).
Getaran gempa yang lebih cepat dideteksi daripada gelombang tsunami
memungkinan dibuatnya peramalan tsunami, sehingga peringatan dini dapat
segera diumumkan kepada wilayah yang terancam bahaya.
Namun sampai sebuah model yang dapat secara tepat menghitung
kemungkinan tsunami akibat gempa bumi ditemukan, peringatan dini yang
diberikan berdasarkan perhitungan gelombang gempa hanya dapat
dipertimbangkan sebagai sekedar peringatan biasa saja.
Agar lebih tepat, gelombang tsunami harus dipantau langsung di
perairan terbuka sejauh mungkin dari garis pantai dengan menggunakan
sensor dasar laut secara real time. Pada umumnya, tsunami baru mungkin
terjadi apabila kedalaman pusat gempa kurang dari 60 km di bawah
permukaan laut.
Mangrove dan Terumbu
Segera setelah dibangkitkan, tsunami merambat ke segala arah. Selama
perambatan, tinggi gelombang semakin besar akibat pengaruh pendangkalan
dasar laut. Ketika mencapai pantai, massa air akan merambat naik menuju
ke daratan.
Tinggi gelombang tsunami ketika mencapai pantai sangat dipengaruhi
oleh kontur dasar laut di sekitar pantai tersebut. Inilah sebabnya
mengapa terumbu karang sangat bermanfaat dalam memecah gelombang
tsunami, seperti di Great Barrier Reef.
Sedangkan jauhnya limpasan tsunami ke arah darat sangat dipengaruhi
oleh topografi dan penggunaan lahan di wilayah pantai yang bersangkutan.
Ini pula sebabnya mengapa mangrove sangat penting ketika tsunami
menghujam.
Tsunami mengakibatkan terjadinya kenaikan muka air laut yang besar,
sehingga menimbulkan perbedaan tinggi energi. Perbedaan tinggi energi
ini menimbulkan aliran dengan kecepatan yang tinggi. Aliran ini
mempunyai daya rusak yang sangat besar.
Disarikan dari http://rajinbelajar.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar