Inovasi
penangkapan ikan yang ramah lingkungan semakin gencar. Mulai dari
seleksi terhadap spesies ikan maupun alat tangkapnya. Rumpon salah satu
alat pengumpul ikan yang biasa digunakan nelayan. Bahkan ke
depannya, nelayan tidak akan kesulitan ketika menangkap ikan. Para
peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan
dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menciptakan
teknologi penangkapan ikan baru yaitu rumpon elektronik.
“Penggunaan
rumpon sendiri sebenarnya sudah tidak asing digunakan oleh nelayan,
karena rumpon tersebut seringkali menjadi pilihan nelayan setiap kali
melaut,” ungkap Prof. Indra Jaya, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan (FPIK).
Kebanyakan rumpon bersifat pasif dan menetap.
Misalnya rumpon yang dibuat dari pelepah pohon kelapa atau rongsokan
beca yang ditenggelamkan. Jenis rumpon tradisional ini umumnya
menggunakan satu jenis atraktor tertentu dan cenderung memiliki
selektivitas target yang rendah atau hasil tangkapan sampingan
(by-catch) yang tinggi.
Dengan demikian rumpon ini tidak mampu
melakukan pemilahan target yang diinginkan dari sisi jenis dan ukuran
ikan. Di samping itu, daya tahan rumpon tradisional terbatas, misalnya
daun kelapa yang ditempatkan di laut akan cepat lapuk dan terbawa oleh
arus laut.
“Nah, rumpon yang kami ciptakan ini adalah rumpon
elektronik, di mana kami mencoba memasukkan teknologi elektronika yang
sifatnya aktif yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan di suatu
perairan,” kata Prof Indra Jaya yang ikut serta dalam pembuatan rumpon
elektronik ini.
Pembuatan rumpon ini diawali oleh keprihatinan
kalangan akademisi mengenai kondisi perikanan tangkap di Indonesia.
Pasalnya, alat tangkap purse seine yang berkembang pesat di Samudera
Hindia bagian timur yang dioperasikan pada drifting aggregating device
yang mampu menangkap ikan-ikan tuna berukuran kecil yang belum matang
gonad.
Terdapat pro dan kontra tentang hal ini karena rumpon sangat
diyakini efektif untuk menangkap ikan. Konflik ini cepat atau lambat
akan sampai di Indonesia, apalagi implementasi “Code of Conduct for
Responsible Fisheries (CCRF)” telah mulai dilaksanakan oleh pemerintah
Indonesia, di mana kegiatan proses penangkapan ikan, termasuk di
dalamnya penggunaan rumpon akan diatur secara berwawasan lingkungan.
Indra Jaya mengatakan kalau tim yang dipimpinnya sangat luar biasa
karena bisa memikirkan persoalan-persoalan perikanan saat ini. Mereka
mencoba berkarya untuk kehidupan nelayan yang lebih dan untuk melindungi
biota laut.
“Dari berbagai persoalan dan kajian masalah nelayan
dalam penangkapan ikan dan tantangan masa depan, kami terus mela¬ku¬kan
terobosan-terobosan untuk menjwab semuanya. Ide ini merupakan hal yang
sangat berharga untuk masa yang akan datang,” tukasnya.
Rumpon
elektronik itu sendiri, kata Indra, sebenarnya sudah dilakukan uji-coba
pada 2008 lalu di Kepulauan Seribu dan hasilnya sangat memuaskan.
Karena, dengan adanya bahan cahaya pada rumpon elektronik itu, ikan-ikan
akan merasa nyaman saat mata mereka berinteraksi dengan cahaya.
Dibandingkan dengan rumpon tradisional yang pembuatannya bisa mencapai
Rp 40 juta-an, rumpon elektronik lebih murah. Dari semua bahan-bahan
yang digunakan untuk membuat rumpon elektronik hanya dibutuhkan Rp 2,5
juta saja.
Meskipun produksi pembuatannya terbilang murah dari
rumpon tradisional, rumpon elektronik belum dipasarkan secara massal.
Itu karena, IPB hanya bergerak dalam hal pengembangan tekhnologi,
sehingga aplikasinya masih terbatas.
Karenanya, Indra Jaya terhadap
semua hasil temuan-temuan tim peneliti yang dipimpinnya membuka diri
kepada pihak yang hendak melakukan produksi massal. “Kalau ada
persusahaan yang mau, kita akan melakukan kerjasama dengan
memberitahukan cara-caranya. Dan tentunya hak ciptanya adala tim
peneliti IPB,” tuturnya
Cahaya dan Suara
Efektifitas penangkapan
ikan dengan menggunakan rumpon sangat tergantung pada ketertarikan ikan
terhadap rumpon tersebut. Indra menjelaskan, rumpon ciptaan IPB
menggunakan dua attractor atau penarik yaitu cahaya dan suara.
Penggunaan dua attractor tersebut didasari hasil penelitian tentang
tingkah laku ikan yang menunjukkan bahwa ada spesies ikan yang tertarik
terhadap cahaya (fototaksis positif) dan ada juga ikan yang tertarik
dengan suara (akustitaksis).
“Ikan yang memiliki ketertarikan
terhadap intensitas cahaya dan frekuensi suara tertentu akan mendekat
dan berkumpul. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dirancang alat yang
mampu membangkitkan intensitas cahaya dan frekuensi suara yang disukai
oleh ikan,” terangnya.
Hasil penelitian sebelumnya tentang tingkah
laku ikan menunjukkan bahwa ada spesies ikan yang tertarik terhadap
cahaya (fototaksis positif) dan ada juga ikan yang tertarik dengan suara
(akustitaksis). Ikan yang memiliki ketertarikan terhadap intensitas
cahaya dan frekuensi suara tertentu akan mendekat dan berkumpul.
Penggunaan rumpon elektronik, lanjut Indra, sangat mudah. Alat bantu itu
cukup ditenggelamkan ke dalam air laut hingga keda¬la¬man maksimal lima
meter. “Tidak perlu lebih, karena biasanya di atas kedalaman lima meter
itu cahaya berkurang atau bahkan gelap,” paparnya.
“Perkembangan
selanjutnya akan menciptakan sebuah metoda penangkapan/fishing technique
baru dimana aktivitas penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif
dan efisien serta selektif. Hal ini memungkinkan karena ikan yang
tertarik dengan cahaya dan suara tentunya hanya ikan-ikan jenis tertentu
yang spesifik,” imbuhnya. (gsh)
Contoh Rumpon
BOX
Spesifikasi Rumpon Elektronik
Cahaya yang digunakan adalah cahaya mempunyai panjang gelombang
tertentu yang disukai oleh ikan tertentu, dan frekuensi suara yang
dibangkitkan adalah frekuensi yang disukai oleh ikan tertentu pula.
Selanjutnya, karena kinerja alat ini diharapkan dapat bekerja lebih baik
dari rumpon tradisional, maka kedua atraktor ini kemudian digabung
dalam satu platform yang dapat diaktifkan secara bersamaan.
Invensi
rumpon hibrida merupakan aplikasi sistem elektronika yang digunakan
dalam penangkapan ikan yang dapat mengumpulkan ikan (attracting fish)
pada suatu daerah penangkapan (catchable area). Mekanisme pengumpulan
menggunakan gabungan dua atraktor yang berbeda, yaitu cahaya dan suara
yang merupakan klaim utama dari invensi ini.
Attractor suara
merupakan sistem pemanggilan ikan dengan menggunakan frekuensi suara
yang dibangkitkan terdiri dari frekuensi suara tunggal dan spektrum
frekuensi yang dibangkitkan oleh kontroler. Frekuensi suara tunggal
merupakan satuan frekuensi yang dibangkitan dan dikeluarkan secara
kontinyu, dengan besaran yang disesuaikan berdasarkan target ikan yang
diinginkan. Spektrum frekuensi merupakan gabungan dari beberapa
frekuensi dalam satu kali pengeluaran suara, misalnya frekuensi 1-10
kHz, yang dibuat sapuan menaik (chirp).
“Daya maksimum yang
dikeluarkan oleh alat ini adalah 80-100 watt dengan platform cassing
kedap air yang menyatu dengan rangka. Keluaran dari atraktor suara ini
diumpankan ke transduser yang terbuat dari speaker 2.5” yang pada bagian
permukaannya ditutup dengan silikon rubber dengan komposisi 1:20
sehingga menimbulkan medan vibrasi yang optimal,” terang Indra.
Sedangkan attractor cahaya, jelas Indra, merupakan sistem pengumpulan
ikan secara selektif dengan menggunakan cahaya suara. Atraktor cahaya
yang dibangkitkan terdiri dari beberapa panjang gelombang (warna
cahaya), yaitu putih, merah, biru dan hijau, dimana pilihan warna yang
akan digunakan disesuaikan dengan target ikan yang dikehen¬daki.
“Bahan yang digunakan sebagai attractor cahaya adalah xenon LED
ultrabright yang memiliki daya 3-10 watt yang dapat dinyalakan secara
bergantian disesuaikan dengan kebutuhan dengan sistem kontrol berbasis
komputer. Pemilihan cahaya bisa dilakukan secara manual dengan
perantaraan kabel penghubung,” bebernya.
Lanjut Indra, keseluruhan
sistem attractor terdapat dalam satu platform yang terbuat dari campuran
bahan fiber glass dan bahan PVC 8 inch. Untuk melindungi platform dari
benturan kemudian dibuat pelindung dari bahan stainless steel yang
dilengkapi dengan pengait pada bagian atasnya untuk menurunkan dan
menaikan platform ke dalam air. “Catu daya dan keseluruhan sirkuit
elektronik diletakkan di dalam platform dan dibuat kedap air.” (gsh)
Inovasi penangkapan ikan yang ramah lingkungan semakin gencar. Mulai dari seleksi terhadap spesies ikan maupun alat tangkapnya. Rumpon salah satu alat pengumpul ikan yang biasa digunakan nelayan. Bahkan ke depannya, nelayan tidak akan kesulitan ketika menangkap ikan. Para peneliti di Departemen Ilmu dan Teknologi Kelautan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor (IPB) telah menciptakan teknologi penangkapan ikan baru yaitu rumpon elektronik.
“Penggunaan rumpon sendiri sebenarnya sudah tidak asing digunakan oleh nelayan, karena rumpon tersebut seringkali menjadi pilihan nelayan setiap kali melaut,” ungkap Prof. Indra Jaya, Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK).
Kebanyakan rumpon bersifat pasif dan menetap. Misalnya rumpon yang dibuat dari pelepah pohon kelapa atau rongsokan beca yang ditenggelamkan. Jenis rumpon tradisional ini umumnya menggunakan satu jenis atraktor tertentu dan cenderung memiliki selektivitas target yang rendah atau hasil tangkapan sampingan (by-catch) yang tinggi.
Dengan demikian rumpon ini tidak mampu melakukan pemilahan target yang diinginkan dari sisi jenis dan ukuran ikan. Di samping itu, daya tahan rumpon tradisional terbatas, misalnya daun kelapa yang ditempatkan di laut akan cepat lapuk dan terbawa oleh arus laut.
“Nah, rumpon yang kami ciptakan ini adalah rumpon elektronik, di mana kami mencoba memasukkan teknologi elektronika yang sifatnya aktif yang berfungsi untuk mengumpulkan ikan di suatu perairan,” kata Prof Indra Jaya yang ikut serta dalam pembuatan rumpon elektronik ini.
Pembuatan rumpon ini diawali oleh keprihatinan kalangan akademisi mengenai kondisi perikanan tangkap di Indonesia. Pasalnya, alat tangkap purse seine yang berkembang pesat di Samudera Hindia bagian timur yang dioperasikan pada drifting aggregating device yang mampu menangkap ikan-ikan tuna berukuran kecil yang belum matang gonad.
Terdapat pro dan kontra tentang hal ini karena rumpon sangat diyakini efektif untuk menangkap ikan. Konflik ini cepat atau lambat akan sampai di Indonesia, apalagi implementasi “Code of Conduct for Responsible Fisheries (CCRF)” telah mulai dilaksanakan oleh pemerintah Indonesia, di mana kegiatan proses penangkapan ikan, termasuk di dalamnya penggunaan rumpon akan diatur secara berwawasan lingkungan.
Indra Jaya mengatakan kalau tim yang dipimpinnya sangat luar biasa karena bisa memikirkan persoalan-persoalan perikanan saat ini. Mereka mencoba berkarya untuk kehidupan nelayan yang lebih dan untuk melindungi biota laut.
“Dari berbagai persoalan dan kajian masalah nelayan dalam penangkapan ikan dan tantangan masa depan, kami terus mela¬ku¬kan terobosan-terobosan untuk menjwab semuanya. Ide ini merupakan hal yang sangat berharga untuk masa yang akan datang,” tukasnya.
Rumpon elektronik itu sendiri, kata Indra, sebenarnya sudah dilakukan uji-coba pada 2008 lalu di Kepulauan Seribu dan hasilnya sangat memuaskan. Karena, dengan adanya bahan cahaya pada rumpon elektronik itu, ikan-ikan akan merasa nyaman saat mata mereka berinteraksi dengan cahaya.
Dibandingkan dengan rumpon tradisional yang pembuatannya bisa mencapai Rp 40 juta-an, rumpon elektronik lebih murah. Dari semua bahan-bahan yang digunakan untuk membuat rumpon elektronik hanya dibutuhkan Rp 2,5 juta saja.
Meskipun produksi pembuatannya terbilang murah dari rumpon tradisional, rumpon elektronik belum dipasarkan secara massal. Itu karena, IPB hanya bergerak dalam hal pengembangan tekhnologi, sehingga aplikasinya masih terbatas.
Karenanya, Indra Jaya terhadap semua hasil temuan-temuan tim peneliti yang dipimpinnya membuka diri kepada pihak yang hendak melakukan produksi massal. “Kalau ada persusahaan yang mau, kita akan melakukan kerjasama dengan memberitahukan cara-caranya. Dan tentunya hak ciptanya adala tim peneliti IPB,” tuturnya
Cahaya dan Suara
Efektifitas penangkapan ikan dengan menggunakan rumpon sangat tergantung pada ketertarikan ikan terhadap rumpon tersebut. Indra menjelaskan, rumpon ciptaan IPB menggunakan dua attractor atau penarik yaitu cahaya dan suara. Penggunaan dua attractor tersebut didasari hasil penelitian tentang tingkah laku ikan yang menunjukkan bahwa ada spesies ikan yang tertarik terhadap cahaya (fototaksis positif) dan ada juga ikan yang tertarik dengan suara (akustitaksis).
“Ikan yang memiliki ketertarikan terhadap intensitas cahaya dan frekuensi suara tertentu akan mendekat dan berkumpul. Berdasarkan fenomena tersebut, maka dirancang alat yang mampu membangkitkan intensitas cahaya dan frekuensi suara yang disukai oleh ikan,” terangnya.
Hasil penelitian sebelumnya tentang tingkah laku ikan menunjukkan bahwa ada spesies ikan yang tertarik terhadap cahaya (fototaksis positif) dan ada juga ikan yang tertarik dengan suara (akustitaksis). Ikan yang memiliki ketertarikan terhadap intensitas cahaya dan frekuensi suara tertentu akan mendekat dan berkumpul.
Penggunaan rumpon elektronik, lanjut Indra, sangat mudah. Alat bantu itu cukup ditenggelamkan ke dalam air laut hingga keda¬la¬man maksimal lima meter. “Tidak perlu lebih, karena biasanya di atas kedalaman lima meter itu cahaya berkurang atau bahkan gelap,” paparnya.
“Perkembangan selanjutnya akan menciptakan sebuah metoda penangkapan/fishing technique baru dimana aktivitas penangkapan ikan dapat dilakukan secara efektif dan efisien serta selektif. Hal ini memungkinkan karena ikan yang tertarik dengan cahaya dan suara tentunya hanya ikan-ikan jenis tertentu yang spesifik,” imbuhnya. (gsh)
Contoh Rumpon
BOX
Spesifikasi Rumpon Elektronik
Cahaya yang digunakan adalah cahaya mempunyai panjang gelombang tertentu yang disukai oleh ikan tertentu, dan frekuensi suara yang dibangkitkan adalah frekuensi yang disukai oleh ikan tertentu pula. Selanjutnya, karena kinerja alat ini diharapkan dapat bekerja lebih baik dari rumpon tradisional, maka kedua atraktor ini kemudian digabung dalam satu platform yang dapat diaktifkan secara bersamaan.
Invensi rumpon hibrida merupakan aplikasi sistem elektronika yang digunakan dalam penangkapan ikan yang dapat mengumpulkan ikan (attracting fish) pada suatu daerah penangkapan (catchable area). Mekanisme pengumpulan menggunakan gabungan dua atraktor yang berbeda, yaitu cahaya dan suara yang merupakan klaim utama dari invensi ini.
Attractor suara merupakan sistem pemanggilan ikan dengan menggunakan frekuensi suara yang dibangkitkan terdiri dari frekuensi suara tunggal dan spektrum frekuensi yang dibangkitkan oleh kontroler. Frekuensi suara tunggal merupakan satuan frekuensi yang dibangkitan dan dikeluarkan secara kontinyu, dengan besaran yang disesuaikan berdasarkan target ikan yang diinginkan. Spektrum frekuensi merupakan gabungan dari beberapa frekuensi dalam satu kali pengeluaran suara, misalnya frekuensi 1-10 kHz, yang dibuat sapuan menaik (chirp).
“Daya maksimum yang dikeluarkan oleh alat ini adalah 80-100 watt dengan platform cassing kedap air yang menyatu dengan rangka. Keluaran dari atraktor suara ini diumpankan ke transduser yang terbuat dari speaker 2.5” yang pada bagian permukaannya ditutup dengan silikon rubber dengan komposisi 1:20 sehingga menimbulkan medan vibrasi yang optimal,” terang Indra.
Sedangkan attractor cahaya, jelas Indra, merupakan sistem pengumpulan ikan secara selektif dengan menggunakan cahaya suara. Atraktor cahaya yang dibangkitkan terdiri dari beberapa panjang gelombang (warna cahaya), yaitu putih, merah, biru dan hijau, dimana pilihan warna yang akan digunakan disesuaikan dengan target ikan yang dikehen¬daki.
“Bahan yang digunakan sebagai attractor cahaya adalah xenon LED ultrabright yang memiliki daya 3-10 watt yang dapat dinyalakan secara bergantian disesuaikan dengan kebutuhan dengan sistem kontrol berbasis komputer. Pemilihan cahaya bisa dilakukan secara manual dengan perantaraan kabel penghubung,” bebernya.
Lanjut Indra, keseluruhan sistem attractor terdapat dalam satu platform yang terbuat dari campuran bahan fiber glass dan bahan PVC 8 inch. Untuk melindungi platform dari benturan kemudian dibuat pelindung dari bahan stainless steel yang dilengkapi dengan pengait pada bagian atasnya untuk menurunkan dan menaikan platform ke dalam air. “Catu daya dan keseluruhan sirkuit elektronik diletakkan di dalam platform dan dibuat kedap air.” (gsh)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar