JAKARTA, SATUHARAPAN.COM - Sepanjang tahun 2013, sedikitnya 39
kapal asing memasuki perairan Indonesia dan menangkap ikan secara
ilegal. Pusat Data dan Informasi KIARA (Juni 2013) mendapati kapal-kapal
tersebut berasal dari Malaysia, Cina, Filipina, Korea, Thailand,
Vietnam, dan Myanmar. Praktek ini jelas merugikan negara dalam menjaga
kelestarian ekosistem laut dan keberlanjutan sumber pangan perikanan.
Demikian rilis Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (KIARA) pada hari
Jum'at (7/6) di Jakarta.
Sekjen KIARA, Abdul Halim, mengatakan bahwa dari tahun 2001 -
2013, terdapat 6.215 kasus pencurian ikan. Dari jumlah itu, 60 persen
lebih atau 3.782 kasus terjadi hingga Nopember 2012. Ironisnya, Menteri
Kelautan dan Perikanan justru mengesahkan aturan yang membolehkan alih
muatan (transhipment). Hal ini tertera di dalam Pasal 69 ayat 3
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30 Tahun 2012 tentang
Usaha Perikanan Tangkap, “(3) Dalam pelaksanaan transhipment, ikan wajib
didaratkan di pelabuhan pangkalan sesuai SIPI atau SIKPI dan tidak
dibawa keluar negeri, kecuali bagi kapal penangkap ikan yang menggunakan
alat penangkapan ikan purse seine berukuran diatas 1000 (seribu) GT
yang dioperasikan secara tunggal”.
Selain bertentangan dengan UU Nomor 31 Tahun 2004 jo UU Nomor
45 Tahun 2009 tentang Perikanan, aturan ini bertolak belakang dengan
Keputusan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor
KEP.50/MEN/2012 Tentang Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan
Penanggulangan Illegal, Unreported, and Unregulated Fishing Tahun
2012-2016, yaitu: (1) pemindahan hasil tangkapan di tengah laut atau sea
transhipment tanpa didata/dilaporkan kepada aparat yang berwenang; (2)
para pelaku tidak melaporkan hasil tangkapannya, untuk menghindari
pembayaran pungutan atas usaha yang dilakukan; (3) kapal penangkap ikan
dan kapal pengangkut ikan tidak melapor di pelabuhan pangkalan kapal
sesuai izin yang diberikan; dan (4) kapal penangkap ikan langsung dari
laut membawa ikan hasil tangkapan ke luar negeri. Keempat modus inilah
yang menggarisbawahi (betapa) kontra produktifnya klausul alih muatan
(transhipment) dengan upaya memberantas praktek pencurian di laut.
Lebih lanjut, kerjasama yang dijalin oleh Kementerian Kelautan
dan Perikanan (KKP) dengan FAO dalam menanggulangi praktek IUU fishing
tidak akan berdaya guna jika negara justru melonggarkan aturan usaha
perikanan tangkap.
Di tengah minimnya kapasitas negara melakukan pengawasan sumber
daya kelautan dan perikanan, KIARA mendesak Presiden SBY untuk menegur
Menteri Kelautan dan Perikanan agar merevisi peraturan menteri yang
berpotensi merugikan negara dan nelayan tradisional, serta mengganggu
ketersediaan sumber pangan perikanan dalam negeri.
Editor : Sabar Subekti
http://satuharapan.com/index.php?id=148&tx_ttnews[tt_news]=1793&cHash=82057df2f995c549f7e4e5f756ad4e51
Tidak ada komentar:
Posting Komentar