01 Juni, 2013

Ditjen PSDKP Melaksanakan Coaching Clinic PPNS Perikanan Tahun 2013 di Surabaya

      
    Dalam rangka penyelesaian permasalahan penegakan hukum bidang perikanan yang sering dihadapi oleh PPNS perikanan diwarnai dengan keragaman modus operandi yang variatif seperti illegal fishing, pemalsuan dokumen perizinan kapal perikanan, transhipment, pendaratan ikan diluar pelabuhan yang diizinkan, penggunaan awak kapal yang tidak memenuhi ketentuan. Selain itu juga sering timbul permasalahan-permasalahan terkait penanganan dan pemulangan awak kapal asing non justitia. Modus-modus operandi tersebut berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan sarana prasarana pendukungnnya, demikian pula upaya penanganan perkara dilapangan, Direktorat Penanganan Pelanggaran Ditjen Pengawasan SDKP KKP telah menyelenggarakan Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013 pada tanggal 26 – 30  Mei 2013 di Hotel Sahid Surabaya Jawa Timur.
 
Kegiatan Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013 dibuka oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan Dan Perikanan Bapak Syahrin Abdurrahman, SE didampingin oleh Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan  Propinsi Jawa Timur  yang diwakilin oleh Bapak Ir. Eryono, Direktur Penanganan Pelanggaran  Ir. Budi Halomoan, M.Si serta di hadiri oleh 36 peserta dari PPNS Perikanan  dari UPT Pengawasan SDKP, Satker Pengawasan SDKP  dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
 
          Diselenggarakannya Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013  ini dimaksudkan agar penanganan tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh PPNS Perikanan dapat diselesaikan secara akuntabel dan tepat waktu dan bertujuan untuk :
1.     Meningkatkan Kemampuan PPNS Perikanan dalam penyelesaian proses penyidikan tindak pidana perikanan secara akuntabel dan tepat waktu.
2.     Meningkatkan Kemampuan PPNS Perikanan agar mampu menyelesaikan tindak pidana perikanan di tingkat penyidikan.
3.     Meningkatkan Kemampuan PPNS Perikanan agar profesional dalam penanganan barang bukti dan awak kapal.
4.     Meningkatkan Kemampuan PPNS Perikanan agar mampu berkoordinasi dengan instansi terkait.
 
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada sambutannya mengatakan Ada beberapa kendala kita dalam memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan, salah satunya disebabkan oleh masih maraknya praktek Illegal, Unreported and Unregulated Fishing (IUU Fishing) di wilayah perairan Indonesia yang merugikan triliyunan rupiah setiap tahunnya. Praktek-praktek Illegal Fishing atau pencurian ikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab telah memberikan dampak yang sangat merugikan bagi bangsa kita.  Kapal-kapal illegal tersebut sebagian besar didominasi oleh kapal perikanan asing berbendera Vietnam, Thailand, Philipina, Malaysia, China dan Taiwan.
 
Perlu disadari hal ini sangat ironis dimana negara yang kita cintai ini memiliki sumberdaya yang melimpah dan lebih besar sumberdayanya dibanding negara lain, namun kita masih tertinggal jauh dalam hal penerimaan devisa khususnya dari sektor perikanan.  Di Asia Tenggara saja, untuk jumlah ekspor ikan tuna negara kita masih di bawah negara Thailand yang notabene memiliki perairan yang lebih sempit dari perairan Indonesia.  Pertanyaannya “Darimanakah sumberdaya devisa dari negara-negara tersebut?”
 
Salah satu upaya dalam menjawab tantangan-tantangan yang saya sebutkan di atas, Ditjen PSDKP melalui Direktorat penanganan pelanggaran sudah berupaya untuk mempercepat penyelesaian perkara tindak pidana perikanan secara akuntabel dan tepat waktu dengan melakukan beberapa langkah strategis diantaranya yaitu melakukan peningkatan koordinasi lintas institusi penegak hukum di laut.
 
 Direktur Jenderal Pengawasan SDKP Syahrin Abdurrahman, SE

Koordinasi dengan instansi terkait tersebut salah satunya melalui forum koordinasi penanganan tindak pidana perikanan yang anggotanya terdiri dari berbagai institusi penegak hukum baik di Pusat maupun di Daerah. Selain daripada itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan bekerjasama dengan Mahkamah Agung RI sebagaimana amanah UU Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 pasal 71, kita telah mengadakan seleksi dan pendidikan calon Hakim Ad Hoc Pengadilan Perikanan, sampai dengan saat ini telah ada 57 orang Hakim Ad Hoc Perikanan, serta berencana menambah Pengadilan Perikanan yaitu di Ambon, Sorong dan Merauke.
 
 Sedangkan khusus dengan para Penyidik dari Institusi yang lainnya, KKP dengan Polri dan TNI AL juga telah bekerjasama dalam rangka menyamakan persepsi di dalam penanganan tindak pidana perikanan khususnya pada tingkat penyidikan, yaitu dengan disepakatinya SOP tentang Penanganan Tindak Pidana Perikanan pada Tahap Penyidikan.  Demikian juga kerjasama dan bersinergi dengan Kejaksaan Agung RI, KemenkumHAM RI, Bakorkamla dan Instansti lainnya.
 
Dengan adanya semangat kerjasama tersebut adalah merupakan sebuah upaya komprehensif dari seluruh elemen bangsa dalam pemberantasan illegal fishing di perairan Indonesia. Oleh karena itu kepada Saudara sekalian selaku Penyidik di lapangan, Saya berharap Saudara tidak ragu dalam melakukan penegakan hukum di bidang kelautan dan perikanan, karena  segala tindakan Saudara di lapangan dalam rangka penyidikan tindak pidana perikanan sudah dilandasi perangkat hukum yang memadai, selain itu Saudara juga harus mampu bertindak secara amanah, cerdas dan profesional dalam penanganan tindak pidana perikanan serta selalu menjaga keharmonisan koordinasi antar instansi, karena Saudara lah sebagai ujung tombak di lapangan dalam mewujudkan Indonesia bebas Illegal, Unreported & Unregulated Fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan perikanan.  
 
Para Penyaji memaparkan permasalahan Penanganan Perkara  tindak pidana perikanan yang terjadi dilapangan yaitu oleh  Mukhtar, A.Pi, M.Si Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan dengan judul “Tersangka utama melarikan diri”,  Joko Pramono, S.Pi PPNS Perikanan Satker Pengawasan SDKP Tarempa dengan judul “Tersangka utama meninggal Dunia’ Basri, A.Pi, M.Si Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Tual dengan judul Alat tangkap yang dilarang dengan modus perubahan nama daerah”  Bambang Nugroho, A.Pi Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Pontianak dengan judul “Penanganan dan penyelesaian barang bukti hasil kejahatan tindak pidana perikanan” Akhmadon Kepala Satker Pengawasan SDKP Batam dengan judul “Pelelangan Barang Bukti Tindak Pidaana Perikanan” Pung Nugroho, A.Pi Kepala Pangkalan Pengawasan SDKP Bitung denagn judul “Penanganan awak kapal berkewarganegaraan Filipina berdomisili di Indonesia” dan Deportasi awak kapal KIA yang domisili di luar wilayah Bitung”.
 
Narasumber yaitu Direktur Jenderal Pengawasan SDKP, Direktur Penuntutan Kejaksaan Agung, Mahkama Agung, Direktorat Polair Polri dan Direktur Kapal Pengawas Ditjen PSDKP, Kepala Bagian Pendapatan Negara dan Barang Rampasan Kejaksaan Agung, KPKNL Suarabaya, Kepala Dinas Hukum TNI AL, Direktur Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenhukumham, Direktur Konsuler Ditjen Protokol dan Konsuler Kementerian luar negeri, Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Propvinsi Jawa Timur dan Direktur Penanganan Pelanggaran Ditjen PSDKP.
 
Setelah mengikuti paparan dari Kepala Pangkalan PSDKP, Kepala Stasiun PSDKP, dan perwakilan dari Satker PSDKP tentang Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana Perikanan dan Penyelesaiannya di wilayah kerja masing-masing, maka berdasarkan arahan, tanggapan dan solusi permasalahan dari para narasumber dapat dirumuskan hal-hal sebagai berikut :
 
I.      PROSES PENYIDIKAN (TERSANGKA TIDAK ADA/MENINGGAL DUNIA)
1)     Mahkamah Agung RI;
1)  Berdasarkan KUHP Pasal 77 bahwa “Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal dunia”, maka terhadap tersangka/terdakwa yang sudah meninggal tidak dapat dilakukan sidang in-absentia atau perkara tersebut ditutup demi hukum (SP3). Akan tetapi sambil menunggu pendapat hukum dari Mahkamah Agung RI tentang surat Ditjen PSDKP kepada Mahkamah Agung RI tentang sidang in-absentia (tersangka meninggal dunia) disarankan agar penyidik berkonsultasi langsung dengan Kepala Pengadilan setempat dalam penyelesaian kasus tersebut, sehingga Ketua Pengadilan setempat dapat segera berkoordinasi dengan Mahkamah Agung RI untuk penyelesaian kasus in-absentia.
2)  Untuk kepastian hukum barang bukti kapal terhadap kasus yang tersangkanya meninggal, penyidik dapat mengajukan permohonan persetujuan penetapan tentang status hukum barang bukti tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri.
3)  Terhadap kasus yang tidak ada Nakhoda/Tersangka (melarikan diri) agar terhadap tersangka tersebut dibuatkan DPO dan dapat dijuntokan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP terhadap ABK yang perannya turut serta melakukan tindak pidana perikanan dan tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan sidang in-absentia.
 
 Mukhtar, A.Pi, M.Si dan Joko Pramono, S.Pi

2)    Kejaksaan Agung RI
1)  Berdasarkan Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31 Tahun 2004 tentang Perikanan bahwa yang dapat dijadikan tersangka adalah Nakhoda dan KKM, akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan ABK lain sebagai tersangka sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing di kapal.
2)  Apabila Nakhoda dan/atau KKM melarikan diri, maka ABK (Anak Buah Kapal)  dapat dijadikan tersangka selama bisa dibuktikan bahwa ABK tersebut ikut serta melakukan kejahatan sehingga dapat dijuntokan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta dapat juga dilakukan proses persidangan in-absentia.
3)  Kejaksaan Agung berpendapat untuk penanganan kasus Tersangka yang meninggal dunia, tidak dapat dilakukan penuntutan berdasarkan Pasal 77 KUHP.
4)  Terhadap kasus tindak pidana perikanan, penyidik perikanan harus menyangkakan pasal berlapis (tidak pasal tunggal) agar tersangka tidak divonis bebas oleh Pengadilan Negeri.
5)  Kalau terdakwanya telah meninggal dunia maka tuntutan gugur secara hukum dan tidak dapat dilakukan persidangan. Untuk barang buktinya, dapat diajukan permohonan ke pengadilan yang berwenang untuk mendapatkan penetapan pengadilan.
II.   PENANGANAN BARANG BUKTI
1.      KPKNL
1)  Penyidik dapat melakukan lelang di tingkat penyidikan dengan mengajukan syarat-syarat permohonan lelang kepada KPKNL berdasarkan Permen  Keuangan No.93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dimana limit harga lelang pada pelelangan di tingkat penyidikan sepenuhnya merupakan kewenangan pemohon lelang, KPKNL tidak mengatur limit lelang, KPKLN hanya melaksanakan proses lelang.
2)  Barang temuan dapat dilelang oleh KPKNL melalui permohonan pemohon dengan melengkapi 3 persyaratan yaitu :
-     Berita acara barang temuan
-     Barang temuan diumumkan melalui surat kabar
-     Surat keputusan penjualan barang temuan dari Kepala Kantor/UPT.
3)  Hasil dari tindak pidana perikanan berupa putusan denda dapat dimasukan dalam MAK penerimaan lain-lain yang ada pada KKP;
4)  Hasil lelang barang temuan  dapat dimasukan dalam MAK penerimaan lain-lain yang ada pada KKP;
5)  Bea lelang dikenakan terhadap pemohon sebesar 2% yang diambil dari harga lelang, dan sebesar 3% dibebankan ke pemenang lelang dan disetor ke kas negara. Adapun untuk biaya proses lelang, antara lain: pengumuman, taksasi, persiapan, dibebankan kepada pemohon.
 Bambang Nugroho, A.Pi dan Akhmadon
III. PENANGANAN ABK KAPAL NON JUSTITIA
1)   Kementerian Luar Negeri (Kasubdit JWNA)
1)    Bahwa konvensi WINA mewajibkan kepada seluruh negara yang meratifikasi untuk memberikan notifikasi segera without delay kepada perwakilan negara asing dalam hal terdapat warga negara dari negara asing tersebut yang ditangkap/ditahan di wilayah negaranya.
2)    Menanggapi pendapat bahwa adanya MoU antara Indonesia dengan Malaysia yang sangat merugikan bagi pihak Indonesia, disampaikan bahwa setiap MoU dapat diperbaharui sesuai ketentuan dan masa berlakunya, sehingga apabila dipandang perlu dapat dilakukan review. Dalam kaitan ini, pandangan atau pendapat dari semua instansi terkait akan sangat diperlukan untuk merevisi MoU tersebut;
3)    Terkait sering adanya kunjungan dari pihak perwakilan asing untuk mengunjungi warga negara di Detensi imigrasi, termasuk pada rumah penampungan sementara di UPT PSDKP dan Satker PSDKP, tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada pejabat/petugas detensi, hal tersebut menyimpang dari ketentuan konvensi WINA Pasal 36 tentang Notifikasi dan Akses Kekonsuleran.  Sebagaimana diatur dalam Pasal tersebut, permintaan akses kekonsuleran harus disampaikan secara resmi oleh perwakilan terkait kepada Kemenlu dan/atau instansi yang menangani WNA tersebut sebelum kunjungan dilaksanakan. Instansi terkait berkewajiban melakukan pengaturan dan memberikan fasilitasi terhadap permohonan kunjungan dimaksud;
 
4)    Kemenlu cq. Direktorat Konsuler akan menyampaikan semua informasi dan notifikasi terkait penangkapan, penahanan WNA kepada perwakilan negara asal WNA tersebut dalam waktu sesingkat-singkatnya, oleh karena itu apabila terdapat permasalahan terkait pemberitahuan kepada perwakilan asing mohon dapat disampaikan kepada Direktorat Konsuler untuk ditindaklanjuti;
5)    Pentingnya peningkatan koordinasi antar instansi termasuk antara KKP dengan Kemenlu baik  di pusat maupun di daerah, dalam rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi WINA tahun 1963 yang telah diratifikasi oleh Indonesai dengan UU No. 1/1982.
2)   Kementerian Hukum dan HAM RI (Plt. Kasubdit Penyidikan, Ditjen Imigrasi)
1)    Apabila ada penyerahan WNA yang tidak mempunyai ijin tinggal dari pihak/instansi lain, pihak imigrasi seharusnya tidak menolak, hal tersebut berlaku juga seperti permasalahan WN Myanmar;
2)    Selama proses klarifikasi terhadap WNA Non Justitia sebelum di deportasi ditempatkan di Rudenim, sedangkan untuk WNA  justitia ditempatkan di Rutan selama menjalankan proses hukum;
3)    Terkait pembangunan rumah penampungan sementara, diberikan solusi yang harus ditempuh, yaitu dengan membuat MoU antara Ditjen Imigrasi dengan Ditjen PSDKP, yang didalamnya memuat bahwa Ditjen Imigrasi bersama Ditjen PSDKP akan membangun ruang Detensi yang terdapat pada Kantor UPT PSDKP dan Satker PSDKP untuk menampung ABK Asing Non Justitia;
IV.  PERMASALAHAN-PERMASALAHAN TERKAIT LAINNYA
1.   Direktur Penanganan Pelanggaran
1)  Menyetujui adanya wacana dibentuknya Tim Kode Etik yang diperuntukan dalam rangka pembinaan, pengawasan dan advokasi terhadap PPNS Perikanan;
2)  Akan memfasilitasi pengajuan dan perpanjangan SKEP PPNS Perikanan pegawai Ditjen PSDKP yang ada di UPT PSDKP untuk diberlakukan wilayah kerjanya mencakup seluruh Indonesia;
3)  Untuk keperluan pengurusan administrasi PPNS, disampaikan kepada Direktorat Penanganan Pelanggaran c.q Kasi Fasilitasi PPNS;
4)  Guna pemecahan berbagai permasalahan terkait pelanggaran perikanan yang ada di daerah seperti konflik nelayan, perbedaan persepsi antar instansi dan lain-lain, agar mengoptimalkan Forum Koordinasi yang telah dibentuk di daerah.

V.     REKOMENDASI
Berdasarkan hasil perumusan Coaching Clinic ini, direkomendasikan sebagai berikut :
1.     Masukan dan arahan Narasumber sebagai solusi permasalahan di lapangan agar dapat menjadi pegangan bagi PPNS Perikanan;
2.     Perlu adanya persamaan persepsi antara Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam menyikapi proses penyidikan in absentia (tersangka melarikan diri, tersangka meninggal dunia) dan kepastian hukum terhadap barang bukti berupa kapal perikanan, yang dapat ditempuh melalui forum koordinasi maupun sarana lainnya;
 
3.     Memberikan masukan kepada Sekjen KKP agar  membuka rekening PNBP atas penerimaan hasil pidana denda TPP dan pelelangan barang temuan;
4.     Untuk percepatan penanganan ABK Non Justitia perlu segera ditindaklanjuti dengan MoU antara Ditjen PSDKP dengan Ditjen Imigrasi;
5.     Perlu mengoptimalkan Forum Koordinasi di Tingkat Pusat dan Daerah terkait penyidikan, penanganan barang bukti dan penanganan awak kapal, agar pelaksanaan proses penanganan tindak pidana perikanan dapat terlaksana secara akuntabel dan tepat waktu;
6.     Terhadap ABK asing yang meninggal dunia pada tahap proses penyidikan, penyidik  agar melakukan koordinasi dengan Kedubes/Konjen negara asal ABK dimaksud melalui Direktorat Penanganan Pelanggaran, untuk penanganannya. 



Penutupan acara Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013 dilakukan oleh Direktur Penanganan kemudian dilanjutkan dengan penandatangan rumusan oleh Ketua Panitia dan seluruh kepala UPT Pengawasan SDKP.
Penulis Mukhtar, A.Pi, M.Si (Peserta)
Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan

1 komentar:

Unknown mengatakan...

Alternatif solusi yg direkomendasikan cukup bagus, namun sangat diperlukan strategi dalm mengimplementasikannya ditingkat operasional.... sukses "Stop IUU Fishing"..!!