Dalam rangka penyelesaian permasalahan penegakan hukum
bidang perikanan yang sering dihadapi oleh PPNS perikanan diwarnai dengan
keragaman modus operandi yang variatif seperti illegal fishing, pemalsuan
dokumen perizinan kapal perikanan, transhipment, pendaratan ikan diluar
pelabuhan yang diizinkan, penggunaan awak kapal yang tidak memenuhi ketentuan.
Selain itu juga sering timbul permasalahan-permasalahan terkait penanganan dan
pemulangan awak kapal asing non justitia. Modus-modus operandi tersebut
berkembang seiring dengan perkembangan teknologi dan sarana prasarana
pendukungnnya, demikian pula upaya penanganan perkara dilapangan, Direktorat Penanganan
Pelanggaran Ditjen Pengawasan SDKP KKP telah menyelenggarakan Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013 pada tanggal 26 – 30 Mei 2013 di Hotel Sahid Surabaya Jawa Timur.
Kegiatan Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013
dibuka oleh Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya
Kelautan Dan Perikanan Bapak Syahrin
Abdurrahman, SE didampingin oleh Kepala
Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi
Jawa Timur yang diwakilin oleh Bapak Ir.
Eryono, Direktur Penanganan Pelanggaran Ir. Budi Halomoan, M.Si serta di hadiri oleh
36 peserta dari PPNS Perikanan dari UPT
Pengawasan SDKP, Satker Pengawasan SDKP dan Dinas Kelautan dan Perikanan.
Diselenggarakannya Coaching Clinic Penyidik Pegawai Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013 ini dimaksudkan agar
penanganan tindak pidana perikanan yang dilakukan oleh PPNS Perikanan dapat
diselesaikan secara akuntabel dan tepat waktu dan bertujuan untuk :
1. Meningkatkan
Kemampuan PPNS Perikanan dalam penyelesaian proses penyidikan tindak pidana
perikanan secara akuntabel dan tepat waktu.
2. Meningkatkan
Kemampuan PPNS Perikanan agar mampu menyelesaikan tindak pidana perikanan di
tingkat penyidikan.
3. Meningkatkan
Kemampuan PPNS Perikanan agar profesional dalam penanganan barang bukti dan
awak kapal.
4. Meningkatkan
Kemampuan PPNS Perikanan agar mampu berkoordinasi dengan instansi terkait.
Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan pada
sambutannya mengatakan Ada beberapa kendala kita dalam
memanfaatkan sumberdaya kelautan dan perikanan, salah satunya disebabkan oleh
masih maraknya praktek Illegal,
Unreported and Unregulated Fishing (IUU
Fishing) di wilayah perairan Indonesia yang merugikan triliyunan rupiah
setiap tahunnya. Praktek-praktek Illegal
Fishing atau pencurian ikan oleh pihak yang tidak bertanggungjawab telah
memberikan dampak yang sangat merugikan bagi bangsa kita. Kapal-kapal illegal tersebut sebagian besar didominasi oleh kapal perikanan
asing berbendera Vietnam, Thailand, Philipina, Malaysia, China dan Taiwan.
Perlu disadari hal
ini sangat ironis dimana negara yang kita cintai ini memiliki sumberdaya yang
melimpah dan lebih besar sumberdayanya dibanding negara lain, namun kita masih tertinggal
jauh dalam hal penerimaan devisa khususnya dari sektor perikanan. Di Asia Tenggara saja, untuk jumlah ekspor
ikan tuna negara kita masih di bawah negara Thailand
yang notabene memiliki perairan yang lebih sempit dari perairan Indonesia. Pertanyaannya
“Darimanakah sumberdaya devisa dari negara-negara
tersebut?”
Salah
satu upaya dalam menjawab tantangan-tantangan yang saya sebutkan di atas,
Ditjen PSDKP melalui Direktorat penanganan
pelanggaran sudah berupaya untuk mempercepat penyelesaian perkara tindak
pidana perikanan secara akuntabel dan tepat waktu dengan melakukan beberapa
langkah strategis diantaranya yaitu melakukan peningkatan koordinasi lintas
institusi penegak hukum di laut.
Direktur Jenderal Pengawasan SDKP Syahrin
Abdurrahman, SE
Koordinasi
dengan instansi terkait tersebut salah satunya melalui forum koordinasi
penanganan tindak pidana perikanan yang anggotanya terdiri dari berbagai
institusi penegak hukum baik di Pusat maupun di Daerah. Selain daripada itu, Kementerian Kelautan dan Perikanan
bekerjasama dengan Mahkamah Agung RI sebagaimana amanah UU Nomor 31 Tahun 2004
tentang Perikanan sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 45 Tahun 2009 pasal
71, kita telah mengadakan seleksi dan pendidikan calon Hakim Ad Hoc Pengadilan
Perikanan, sampai dengan saat ini telah ada 57 orang Hakim Ad Hoc Perikanan,
serta berencana menambah Pengadilan Perikanan yaitu di Ambon, Sorong dan
Merauke.
Sedangkan khusus dengan para
Penyidik dari Institusi yang lainnya, KKP dengan Polri
dan TNI AL juga telah bekerjasama dalam rangka menyamakan persepsi di dalam
penanganan tindak pidana perikanan khususnya pada tingkat penyidikan, yaitu
dengan disepakatinya SOP tentang Penanganan Tindak Pidana Perikanan pada Tahap
Penyidikan. Demikian juga kerjasama dan bersinergi dengan Kejaksaan Agung RI, KemenkumHAM RI, Bakorkamla dan
Instansti lainnya.
Dengan
adanya semangat kerjasama tersebut adalah merupakan sebuah
upaya komprehensif dari seluruh elemen bangsa dalam pemberantasan illegal fishing di perairan Indonesia.
Oleh karena itu kepada Saudara sekalian selaku Penyidik di lapangan, Saya
berharap Saudara tidak ragu dalam melakukan penegakan hukum di bidang kelautan
dan perikanan, karena segala tindakan Saudara di lapangan dalam rangka penyidikan tindak pidana perikanan sudah dilandasi
perangkat hukum yang memadai, selain itu Saudara juga harus mampu bertindak
secara amanah, cerdas dan profesional dalam penanganan tindak pidana perikanan serta
selalu menjaga keharmonisan koordinasi antar instansi, karena
Saudara lah sebagai ujung tombak di lapangan dalam mewujudkan
Indonesia bebas Illegal, Unreported &
Unregulated Fishing serta kegiatan yang merusak sumber daya kelautan dan
perikanan.
Para Penyaji memaparkan permasalahan Penanganan Perkara tindak pidana perikanan yang terjadi
dilapangan yaitu oleh Mukhtar, A.Pi,
M.Si Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan dengan judul “Tersangka utama
melarikan diri”, Joko Pramono, S.Pi PPNS
Perikanan Satker Pengawasan SDKP Tarempa dengan judul “Tersangka utama
meninggal Dunia’ Basri, A.Pi, M.Si Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Tual dengan
judul Alat tangkap yang dilarang dengan modus perubahan nama daerah” Bambang Nugroho, A.Pi Kepala Stasiun
Pengawasan SDKP Pontianak dengan judul “Penanganan dan penyelesaian barang
bukti hasil kejahatan tindak pidana perikanan” Akhmadon Kepala Satker
Pengawasan SDKP Batam dengan judul “Pelelangan Barang Bukti Tindak Pidaana
Perikanan” Pung Nugroho, A.Pi Kepala Pangkalan Pengawasan SDKP Bitung denagn
judul “Penanganan awak kapal berkewarganegaraan Filipina berdomisili di
Indonesia” dan Deportasi awak kapal KIA yang domisili di luar wilayah Bitung”.
Narasumber yaitu Direktur Jenderal Pengawasan SDKP, Direktur Penuntutan
Kejaksaan Agung, Mahkama Agung, Direktorat Polair Polri dan Direktur Kapal
Pengawas Ditjen PSDKP, Kepala Bagian Pendapatan Negara dan Barang Rampasan
Kejaksaan Agung, KPKNL Suarabaya, Kepala Dinas Hukum TNI AL, Direktur
Penyidikan dan Penindakan Keimigrasian Ditjen Imigrasi Kemenhukumham, Direktur
Konsuler Ditjen Protokol dan Konsuler Kementerian luar negeri, Kepala Dinas
Kelautan dan Perikanan Propvinsi Jawa Timur dan Direktur Penanganan Pelanggaran
Ditjen PSDKP.
Setelah mengikuti
paparan dari Kepala Pangkalan PSDKP, Kepala Stasiun PSDKP, dan perwakilan dari
Satker PSDKP tentang Penanganan Pelanggaran Tindak Pidana Perikanan dan
Penyelesaiannya di wilayah kerja masing-masing, maka berdasarkan arahan,
tanggapan dan solusi permasalahan dari para narasumber dapat dirumuskan hal-hal
sebagai berikut :
I.
PROSES PENYIDIKAN (TERSANGKA TIDAK ADA/MENINGGAL DUNIA)
1)
Mahkamah
Agung RI;
1)
Berdasarkan
KUHP Pasal 77 bahwa “Kewenangan menuntut pidana hapus, jika tertuduh meninggal
dunia”, maka terhadap tersangka/terdakwa yang sudah meninggal tidak dapat
dilakukan sidang in-absentia atau perkara tersebut ditutup demi hukum (SP3).
Akan tetapi sambil menunggu pendapat hukum dari Mahkamah Agung RI tentang surat
Ditjen PSDKP kepada Mahkamah Agung RI tentang sidang in-absentia (tersangka
meninggal dunia) disarankan agar penyidik berkonsultasi langsung dengan Kepala
Pengadilan setempat dalam penyelesaian kasus tersebut, sehingga Ketua
Pengadilan setempat dapat segera berkoordinasi dengan Mahkamah Agung RI untuk
penyelesaian kasus in-absentia.
2)
Untuk
kepastian hukum barang bukti kapal terhadap kasus yang tersangkanya meninggal,
penyidik dapat mengajukan permohonan persetujuan penetapan tentang status hukum
barang bukti tersebut kepada Ketua Pengadilan Negeri.
3)
Terhadap
kasus yang tidak ada Nakhoda/Tersangka (melarikan diri) agar terhadap tersangka
tersebut dibuatkan DPO dan dapat dijuntokan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
terhadap ABK yang perannya turut serta melakukan tindak pidana perikanan dan
tidak menutup kemungkinan untuk dilakukan sidang in-absentia.
Mukhtar, A.Pi, M.Si dan Joko Pramono, S.Pi
2) Kejaksaan Agung RI
1)
Berdasarkan
Undang-undang Nomor 45 Tahun 2009 tentang Perubahan Undang-undang Nomor 31
Tahun 2004 tentang Perikanan bahwa yang dapat dijadikan tersangka adalah
Nakhoda dan KKM, akan tetapi tidak menutup kemungkinan untuk menjadikan ABK
lain sebagai tersangka sesuai dengan peran dan fungsinya masing-masing di
kapal.
2)
Apabila
Nakhoda dan/atau KKM melarikan diri, maka ABK (Anak Buah Kapal) dapat dijadikan tersangka selama bisa
dibuktikan bahwa ABK tersebut ikut serta melakukan kejahatan sehingga dapat
dijuntokan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP serta dapat juga dilakukan proses
persidangan in-absentia.
3)
Kejaksaan
Agung berpendapat untuk penanganan kasus Tersangka yang meninggal dunia, tidak
dapat dilakukan penuntutan berdasarkan Pasal 77 KUHP.
4)
Terhadap
kasus tindak pidana perikanan, penyidik perikanan harus menyangkakan pasal
berlapis (tidak pasal tunggal) agar tersangka tidak divonis bebas oleh
Pengadilan Negeri.
5)
Kalau
terdakwanya telah meninggal dunia maka tuntutan gugur secara hukum dan tidak
dapat dilakukan persidangan. Untuk barang buktinya, dapat diajukan permohonan
ke pengadilan yang berwenang untuk mendapatkan penetapan pengadilan.
II. PENANGANAN BARANG BUKTI
1. KPKNL
1)
Penyidik
dapat melakukan lelang di tingkat penyidikan dengan mengajukan syarat-syarat permohonan
lelang kepada KPKNL berdasarkan Permen
Keuangan No.93 /PMK.06/2010 tentang Petunjuk Pelaksanaan Lelang, dimana
limit harga lelang pada pelelangan di tingkat penyidikan sepenuhnya merupakan
kewenangan pemohon lelang, KPKNL tidak mengatur limit lelang, KPKLN hanya
melaksanakan proses lelang.
2)
Barang
temuan dapat dilelang oleh KPKNL melalui permohonan pemohon dengan melengkapi 3
persyaratan yaitu :
-
Berita
acara barang temuan
-
Barang
temuan diumumkan melalui surat kabar
-
Surat
keputusan penjualan barang temuan dari Kepala Kantor/UPT.
3)
Hasil
dari tindak pidana perikanan berupa putusan denda dapat dimasukan dalam MAK
penerimaan lain-lain yang ada pada KKP;
4)
Hasil
lelang barang temuan dapat dimasukan
dalam MAK penerimaan lain-lain yang ada pada KKP;
5)
Bea
lelang dikenakan terhadap pemohon sebesar 2% yang diambil dari harga lelang,
dan sebesar 3% dibebankan ke pemenang lelang dan disetor ke kas negara. Adapun
untuk biaya proses lelang, antara lain: pengumuman, taksasi, persiapan,
dibebankan kepada pemohon.
Bambang Nugroho, A.Pi dan Akhmadon
III. PENANGANAN ABK KAPAL NON JUSTITIA
1) Kementerian Luar Negeri (Kasubdit JWNA)
1)
Bahwa
konvensi WINA mewajibkan kepada seluruh negara yang meratifikasi untuk
memberikan notifikasi segera without delay kepada perwakilan negara asing
dalam hal terdapat warga negara dari negara asing tersebut yang
ditangkap/ditahan di wilayah negaranya.
2)
Menanggapi
pendapat bahwa adanya MoU antara Indonesia dengan Malaysia yang sangat
merugikan bagi pihak Indonesia, disampaikan bahwa setiap MoU dapat diperbaharui
sesuai ketentuan dan masa berlakunya, sehingga apabila dipandang perlu dapat
dilakukan review. Dalam kaitan ini, pandangan atau pendapat dari semua instansi
terkait akan sangat diperlukan untuk merevisi MoU tersebut;
3)
Terkait
sering adanya kunjungan dari pihak perwakilan asing untuk mengunjungi warga
negara di Detensi imigrasi, termasuk pada rumah penampungan sementara di UPT
PSDKP dan Satker PSDKP, tanpa memberikan informasi terlebih dahulu kepada
pejabat/petugas detensi, hal tersebut menyimpang dari ketentuan konvensi WINA Pasal
36 tentang Notifikasi dan Akses Kekonsuleran.
Sebagaimana diatur dalam Pasal tersebut, permintaan akses kekonsuleran
harus disampaikan secara resmi oleh perwakilan terkait kepada Kemenlu dan/atau
instansi yang menangani WNA tersebut sebelum kunjungan dilaksanakan. Instansi
terkait berkewajiban melakukan pengaturan dan memberikan fasilitasi terhadap
permohonan kunjungan dimaksud;
4)
Kemenlu
cq. Direktorat Konsuler akan menyampaikan semua informasi dan notifikasi
terkait penangkapan, penahanan WNA kepada perwakilan negara asal WNA tersebut
dalam waktu sesingkat-singkatnya, oleh karena itu apabila terdapat permasalahan
terkait pemberitahuan kepada perwakilan asing mohon dapat disampaikan kepada
Direktorat Konsuler untuk ditindaklanjuti;
5)
Pentingnya
peningkatan koordinasi antar instansi termasuk antara KKP dengan Kemenlu
baik di pusat maupun di daerah, dalam
rangka melaksanakan ketentuan-ketentuan Konvensi WINA tahun 1963 yang telah
diratifikasi oleh Indonesai dengan UU No. 1/1982.
2) Kementerian Hukum
dan HAM RI (Plt. Kasubdit Penyidikan, Ditjen Imigrasi)
1)
Apabila
ada penyerahan WNA yang tidak mempunyai ijin tinggal dari pihak/instansi lain,
pihak imigrasi seharusnya tidak menolak, hal tersebut berlaku juga seperti
permasalahan WN Myanmar;
2)
Selama
proses klarifikasi terhadap WNA Non Justitia sebelum di deportasi ditempatkan
di Rudenim, sedangkan untuk WNA justitia
ditempatkan di Rutan selama menjalankan proses hukum;
3)
Terkait
pembangunan rumah penampungan sementara, diberikan solusi yang harus ditempuh,
yaitu dengan membuat MoU antara Ditjen Imigrasi dengan Ditjen PSDKP, yang
didalamnya memuat bahwa Ditjen Imigrasi bersama Ditjen PSDKP akan membangun
ruang Detensi yang terdapat pada Kantor UPT PSDKP dan Satker PSDKP untuk
menampung ABK Asing Non Justitia;
IV. PERMASALAHAN-PERMASALAHAN TERKAIT LAINNYA
1. Direktur Penanganan Pelanggaran
1)
Menyetujui
adanya wacana dibentuknya Tim Kode Etik yang diperuntukan dalam rangka
pembinaan, pengawasan dan advokasi terhadap PPNS Perikanan;
2)
Akan
memfasilitasi pengajuan dan perpanjangan SKEP PPNS Perikanan pegawai Ditjen
PSDKP yang ada di UPT PSDKP untuk diberlakukan wilayah kerjanya mencakup
seluruh Indonesia;
3)
Untuk
keperluan pengurusan administrasi PPNS, disampaikan kepada Direktorat
Penanganan Pelanggaran c.q Kasi Fasilitasi PPNS;
4)
Guna
pemecahan berbagai permasalahan terkait pelanggaran perikanan yang ada di
daerah seperti konflik nelayan, perbedaan persepsi antar instansi dan
lain-lain, agar mengoptimalkan Forum Koordinasi yang telah dibentuk di daerah.
V. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil perumusan Coaching Clinic
ini, direkomendasikan sebagai berikut :
1.
Masukan
dan arahan Narasumber sebagai solusi permasalahan di lapangan agar dapat
menjadi pegangan bagi PPNS Perikanan;
2.
Perlu
adanya persamaan persepsi antara Penyidik, Penuntut Umum dan Hakim dalam
menyikapi proses penyidikan in absentia
(tersangka melarikan diri, tersangka meninggal dunia) dan kepastian hukum
terhadap barang bukti berupa kapal perikanan, yang dapat ditempuh melalui forum
koordinasi maupun sarana lainnya;
3.
Memberikan
masukan kepada Sekjen KKP agar membuka
rekening PNBP atas penerimaan hasil pidana denda TPP dan pelelangan barang
temuan;
4.
Untuk
percepatan penanganan ABK Non Justitia perlu segera ditindaklanjuti dengan MoU
antara Ditjen PSDKP dengan Ditjen Imigrasi;
5.
Perlu
mengoptimalkan Forum Koordinasi di Tingkat Pusat dan Daerah terkait penyidikan,
penanganan barang bukti dan penanganan awak kapal, agar pelaksanaan proses
penanganan tindak pidana perikanan dapat terlaksana secara akuntabel dan tepat
waktu;
6.
Terhadap
ABK asing yang meninggal dunia pada tahap proses penyidikan, penyidik agar melakukan koordinasi dengan
Kedubes/Konjen negara asal ABK dimaksud melalui Direktorat Penanganan
Pelanggaran, untuk penanganannya.
Penutupan acara Coaching Clinic Penyidik Pegawai
Negeri Sipil Perikanan Tahun 2013 dilakukan oleh Direktur Penanganan kemudian dilanjutkan dengan
penandatangan rumusan oleh Ketua Panitia dan seluruh kepala UPT Pengawasan
SDKP.
Penulis Mukhtar, A.Pi, M.Si (Peserta)
Kepala Stasiun Pengawasan SDKP Belawan
Email mukhtar_api@yahoo.co.id
1 komentar:
Alternatif solusi yg direkomendasikan cukup bagus, namun sangat diperlukan strategi dalm mengimplementasikannya ditingkat operasional.... sukses "Stop IUU Fishing"..!!
Posting Komentar