11 September, 2012

TUMPAHAN MINYAK MONTARA

Pengakuan Bersalah, Momentum Langka

Perusahaan milik Thailand yang beroperasi di Laut Timor pada sumur minyak Montara, Kamis (30/8), akhirnya mengaku bersalah dalam pengadilan kasus ledakan sumur yang mengakibatkan tumpahan minyak di perairan Laut Timor.

Pihak PTTEP AA mengaku bersalah atas empat dakwaan terkait tumpahan minyak di timur laut Australia. Kejadian ini kecelakaan lepas pantai terburuk di Australia, pemberi izin eksplorasi pada PTTEP AA.

Luas tumpahan minyak disebutkan meluas hingga sekitar 90.000 kilometer persegi dan mencapai perairan Indonesia. Perusahaan yang sahamnya dimiliki Pemerintah Thailand ini mengaku melanggar Offshore Petroleum Act, gagal mengambil langkah pencegahan untuk tumpahan minyak, sehingga membahayakan pekerjanya.

Pengakuan bersalah itu juga dimuat pada situs resmi PTTEP AA dalam surat Presiden dan Pemimpin Eksekutif (CEO) PTTEP Tevin Vongvanich, yang diangkat Mei 2012, kepada pihak Bursa Saham Thailand.

Seperti ditulis kantor berita AFP, pihak PTTEP menghadapi tuntutan denda lebih dari 1 juta dollar Australia (sekitar Rp 9 miliar). Pihak PTTEP menyatakan, ”Kesalahan tersebut tidak akan terjadi lagi di masa depan.”

Mantan CEO PTTEP AA Ken Fitzpatrick mengatakan, ”Kami mengakui tanggung jawab kami dan kami amat menyesal.”
Menangkap momen

”Kemenangan” pengadilan Australia tersebut nyata-nyata merupakan momen yang tak boleh dibiarkan berlalu demikian saja oleh Indonesia. Indonesia telah ”dilecehkan” perusahaan Thailand itu. Penandatanganan nota kesepahaman berkali-kali gagal!

Akibat insiden itu, Pemerintah Indonesia mengajukan klaim untuk dana tanggung jawab sosial perusahaan (CSR) 2,4 miliar dollar AS (sekitar 21,6 triliun, kurs Rp 9.000) sebagai kompensasi kerusakan terumbu karang dan sektor perikanan. Hingga kini belum ada tanda-tanda dipenuhi.

Menarik ke belakang, 21 Agustus 2009 merupakan mimpi buruk masyarakat di sepanjang garis pantai Teluk Rote, Nusa Tenggara Timur. Sejak itu, selama 72 hari, 30.000 barrel minyak mentah tumpah ke laut.

Pendapatan nelayan turun, baik dari tangkapan ikan maupun budidaya rumput laut yang langsung hancur.
Pada situasi seperti sekarang, Yayasan Peduli Timor Barat, organisasi non-pemerintah yang dipimpin Ferdi Tanoni, telah melangkah jauh.
Mulai dari mengambil sampel di Laut Timor wilayah Indonesia, yang kemudian diakui sebagai jejak tumpahan minyak Montara, hingga mengajukan gugatan resmi ke Pengadilan Federal Australia pada akhir Agustus 2012, sesuai batas pengajuan gugatan, yaitu tiga tahun dari kejadian.

Mewakili pemerintah, pihak Unit Khusus Presiden untuk Pemantauan dan Pengendalian Pembangunan telah bertemu Ferdi. Ferdi telah berkali-kali mengajak pemerintah bersama-sama menyelesaikan kasus itu melalui pengadilan Australia.

Di sisi lain, pemerintah masih berupaya melakukan pendekatan bilateral. Persoalannya, ketika Kementerian Perhubungan sebagai kementerian yang memimpin tim penyelesaian kasus Montara tidak pernah ”bersuara”, publik hanya bisa mengingatkan bahwa ribuan warga negeri ini membutuhkan perlindungan negara.

Siapa pun yang telah merugikan dan menyengsarakan warga Indonesia pantas dituntut. Peran negara ini jelas termuat dalam Undang-Undang Dasar 1945. Melindungi warganya, sekaranglah saatnya. Inilah momentumnya.

(Brigitta Isworo Laksmi)

Tidak ada komentar: