20 September, 2012

PENGAWASAN SDKP UNTUK KESEJAHTERAAN DAN BEBERLANJUTAN




Sejak tahun 2005 sampai sekarang  Direktorat Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (Ditjen PSDKP) terus melaksanakan dan meningkatkan upaya pemberantasan illegal fishing dan perilaku penangkapan ikan dan pembudidayaan ikan yang merusak (destructive fishing), serta ditindaklanjuti dengan proses penyelesaian penyidikan tindak pidana perikanan yang cepat dan akuntabel. Ketiga hal tersebut bahkan telah diputuskan menjadi indikator kinerja utama Ditjen PSDKP.

Tidak heran bila kemudian sampai dengan tahun  2011, Ditjen PSDKP telah memeriksa 15.740  kapal, di ad hock 1.116 kapal, ditengelamkan 37 kapal dan dipulangkan 59 kapal. Tim Penyidik Ditjen PSDKP pun telah bekerja sangat cepat, dengan menyelesaikan proses penyidikan hanya dalam waktu kurang dari 30 (tiga puluh) hari.
Pencapaian tersebut menunjukan bahwa Ditjen PSDKP tidak pernah menyerah terhadap segala kekurangan dan tantangan yang dihadapi, terutama dengan keterbatasan sarana pengawasan yang dimiliki berupa Kapal Pengawas, yang sampai dengan saat ini baru berjumlah 25 (dua puluh lima) kapal, dan dari jumlah tersebut hanya sebanyak 17 (tujuh belas) kapal yang layak untuk melaksanakan patroli sampai dengan Zona Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI). Belum lagi keterbatasan dukungan anggaran untuk melaksanakan patroli dan kegiatan pengawasan lainnya. 

“Kita harus terus meningkatkan kinerja dan inovasi-inovasi cerdas untuk mengantisipasi segala tantangan yang kita hadapi, jangan sampai kekurangan tersebut menjadi halangan bagi kita untuk berprestasi” demikian ucap Dirjen PSDKP Syahrin Abdurrahman. “sangat penting bagi kita untuk terus meningkatkan upaya, terutama dalam pemberantasan illegal fishing dan destructive fishing, karena hal tersebut berdampak langsung terhadap kesejahteraan nelayan” imbuh syahrin.

Betapa tidak, kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan sebagai salah satu karunia terbesar dari sang pencipta untuk bangsa Indonesia sampai dengan saat ini belum mampu dimanfaatkan secara maksimal untuk kesejahteraan masyarakat khususnya para nelayan. Salah satu penyebabnya adalah masih maraknya praktek illegal fishing di Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia dan perilaku penangkapan ikan yang merusak (destructive fishing). 

Ironis memang, bila kita mengacu pendapat John Rawls dalam bukunya a theory of justice  yang menjelaskan tentang the difference principle dan the principle of fair equality of opportunity. Inti the difference principle, adalah bahwa perbedaan sosial dan ekonomis  harus diatur agar memberikan manfaat  yang  paling  besar bagi mereka yang paling kurang beruntung. 

Istilah perbedaan sosial-ekonomis dipergunakan untuk memberi gambaran tentang ketidaksamaan keadaan bagi seorang untuk mendapatkan unsur pokok kesejahteraan, pendapatan, dan otoritas. Sedangkan the principle of fair equality of  opportunity menunjukkan pada  mereka  yang  paling  kurang mempunyai peluang untuk mencapai prospek kesejahteraan, pendapat dan otoritas. Mereka inilah yang harus diberi perlindungan khusus menurut Rawls.

Bicara dalam konteks nelayan, seharusnya nelayan adalah orang yang paling beruntung, karena Indonesia sangat kaya akan sumber daya kelautan dan perikanan (SDKP). Dan seharusnya justru mereka yang paling memiliki peluang dan prospek untuk sejahtera. Namun apanyana justru label prasejahtera yang mereka sandang.
Kekayaan sumber daya kelautan dan perikanan yang menjadi hak para nelayan Indonesia, menjadi dirampas oleh para pelaku illegal fishing. ”kami merasa seperti mengemis di negari sendiri akibat merajalelanya illegal fishing” ungkap Tarmizi AJ. Ketua Ikatan Kerukunan Keluarga Nelayan Anambas (IKKNA) yang diamini oleh T.Mukhtaruddin, Bupati Anambas yang menerangkan bahwa “akibat maraknya illegal fishing nelayan kami hanya bisa makan satu kali sehari”.

Menyadari hal ini dan seiring dengan visi KKP untuk mewujudkan Indonesia sebagai penghasil produk perikanan terbesar, tentu peran pengawasan menjadi sangat dibutuhkan. Kesuksesan produktifitas di bidang perikanan tangkap tentu tidak dapat dilaksanakan bila ikan di laut habis dijarah oleh pelaku illegal fishing atau bila jumlah ikan semakin sedikit akibat perilaku destructive fishing (menggunakan bom dan racun) yang mengakibatkan bibit ikan dan lingkungan tempat berkembang biak ikan seperti terumbu karang menjadi rusak. Demikian halnya dengan usaha budidaya, tidak akan dapat menuai hasil maksimal bila lingkungan perairannya telah tercemar. Tidak hanya itu, telah terbukti beberapa kali produk hasil perikanan Indonesia di embargo oleh negara importir oleh karena dianggap mengandung zat-zat yang berbahaya akibat kegiatan budidaya atau penanganan dan pengolahan yang tidak sesuai dengan peraturan yang berlaku.

Setelah tahun 2010 Ditjen PSDKP berhasil mencapai target Indonesia bebas illegal fishing 23 % (dua puluh tiga persen), maka target untuk tahun 2011 adalah 26 % (dua puluh enam persen) Wilayah Pengelolaan Perikanan Republik Indonesia bebas illegal fishing.  Target Indonesia bebas kegiatan merusak SDKP tahun 2011 adalah sebanyak 19 % (sembilan belas persen). Sedangkan untuk penyelesaian Penyidikan Tindak Pidana Perikanan secara tepat waktu ditargetkan sebanyak 70 % (tujuh puluh persen). (lihat tabel target kinerja Ditjen PSDKP)

Untuk mencapai target tersebut Ditjen PSDKP terus meningkatkan peran serta aktif masyarakat melalui Kelompok Masyarakat Pengawas (Pokmaswas), yang saat ini telah berjumlah sebanyak 1.452 (seribu empat ratus lima puluh dua) kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 s/d 15 orang nelayan. Dirjen PSDKP Syahrin Abdurrahman mengatakan bahwa pola kemitraan dengan nelayan melalui Pokmaswas ini sangat diperlukan dan akan terus ditingkatkan, ”tujuan kami adalah agar mereka menjadi pengawas bagi diri mereka sendiri, sehingga mereka melaksanakan kegiatan perikanan secara bertanggung jawab sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, selain itu mereka menjadi kepanjangan mata Ditjen PSDKP untuk mengawasi WPPRI kita yang sangat luas” terang Syahrin. Selain itu kerjasama yang sinergis dengan instansi terkait dan Pemerintah Daerah (Pemda) juga terus ditingkatkan, hal ini diwujudkan dengan semakin dieratkannya Forum Koordinasi Penanganan Tindak Pidana Perikanan dan yang belum lama ini dilaksanakan adalah kerjasama dengan Pemda Kab. Kepulauan Anambas. 

”Kerjasama dengan Ditjen PSDKP dilaksanakan untuk melindungi kesejahteraan nelayan Anambas” ujar Bupati Anambas pada saat penandatangan Kesepakatan bersama Pengawasan Pengelolaan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan Kabupaten Kepulauan Anambas di Jakarta pada hari Jumat tanggal 11 Maret 2011. Kerjasama ini dilandasi desakan para nelayan Anambas yang mengumpulkan 20.000 (dua puluh ribu) tandatangan untuk meminta Ditjen PSDKP meningkatkan pengawasan di wilayah perairan Anambas.

“kami sangat menyambut baik dan berterimakasih kepada Bupati Anambas yang telah begitu peduli terhadap para nelayannya” ujar Syahrin Abdurrahman Dirjen PSDKP. Diharapkan dengan kepedulian yang tinggi ini maka kesejahteraan nelayan dapat dilindungi. Kepedulian tersebut sebenarnya juga telah ditunjukan oleh Pemerintah Daerah yang lain, sebut saja Pemda Kab. Buru Maluku dan Kab. Morotai Selatan yang juga telah meminta untuk diadakannya kerjasama dengan Ditjen PSDKP.

Dengan melihat hasil evaluasi kerjasama yang dilaksanakan antara Ditjen PSDKP dengan Pemkab. Anambas, Bupati Anambas pada tanggal 20 Juli 2011 menyatakan bahwa kerja sama tersebut telah begitu bermanfaat bagi nelayan, “saat ini nelayan kami telah merasa tenang dalam mencari nafkah di laut, karena pelaku illegal fishing sudah sangat jarang mereka temui. Dengan cukup melihat kapal pengawas milik Ditjen PSDKP yang sandar di wilayah kami saja, para nelayan telah merasa sangat tenang” ujar T. Mukhtaruddin.

Memang nyata bahwa pengawasan sumber daya kelautan dan perikanan berdampak langsung terhadap kesejahteraan nelayan. Bila kembali kita merenungi teori keadilan Jhon Rawls, maka perlindungan hak para nelayan akan ketersediaan dan kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan merupakan langkah untuk mewujudkan keadilan bagi mereka. Oleh sebab itu menjadi tanggung jawab kita bersama untuk menjaga kelestarian sumber daya kelautan dan perikanan untuk kesejahteraan nelayan dan menjamin keberlanjutan-nya. 

BOX 1: Target Kinerja Ditjen PSDKP
PROGRAM
SASARAN
INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
TARGET (%)
Capaian
2010
2011
2012
2013
2014
Program Pengawasan SDKP
Indonesia Bebas Illegal Fishing Dan Kegiatan yang Merusak SDKP
1. Persentase Perairan Indonesia Bebas illegal fishing
23
26
31
51
60
2. Persentase Perairan Indonesia Bebas Kegiatan yang Merusak SDKP
15
19
25
33
37
3. Persentase Penyelesaian Penyidikan Tindak Pidana Perikanan secara akuntabel dan tepat waktu
62
70
72
82
92

BOX 2: Program Pengawasan Ditjen PSDKP
1.      Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Perikanan.
2.      Peningkatan Operasional Pengawasan Sumber Daya Kelautan.
3.      Peningkatan Operasional dan Pemeliharaan Kapal Pengawas.
4.      Peningkatan Operasional Pemantauan SDKP dan Pengembangan Infrastruktur Pengawasan.
5.      Percepatan Proses Penyelesaian Tindak Pidana Perikanan, dan
6.      Peningkatan Dukungan Manajemen dan Pelaksanaan Tugas Teknis.
 
Box 3: Strategi Operasional Ditjen PSDKP
 1.      Evaluasi kinerja dan re-orientasi organisasi PSDKP dalam rangka mewujudkan profesionalisme, efisien dan efektif.
2.      Operasi kapal pengawas di daerah strategis dan rawan illegal fishing dengan memobilisasi kapal pengawas milik sendiri maupun bekerjasama dengan TNI-AL, Polri dan Negara-negara sahabat.
3.      Penerapan peraturan perundang-undangan di bidang Kelautan dan Perikanan melalui pembinaan, penaatan dan penindakan hukum yang dapat menimbulkan efek jera.
4.      Pertukaran data dan informasi yang terintegrasi untuk mendukung pengawasan SDKP dan pembinaan forum koordinasi antara aparat penegak hukum bidang kelautan dan perikanan melalui pertemuan-pertemuan dan kegiatan bersama di laut.
5.      Rekrutmen dan pembinaan SDM Pengawasan melalui seleksi, Diklat. dan pelatihan (in service training).
6.      Pengembangan dan pemanfaatan rancang bangun infrastruktur pengawasan sesuai dengan kebutuhan berdasarkan konstalasi geografis dan daerah rawan strategis.
7.      Mengoptimalkan peran Indonesia di forum Coordinate Meeting Regional Plan of Action (RPOA) dalam rangka menanggulangi praktek-praktek illegal fishing dan memperkuat sistem Monitoring, Controlling and Surveillance (MCS)  

Tidak ada komentar: