07 Agustus, 2012

75 Km Pesisir Pantai Sudah Dikapling 15 Perusahaan Asing dan Lokal

WILUJENG KHARISMA/"PRLM"


CIANJUR, (PRLM).- Penambangan pasir besi di pesisir pantai selatan Kabupaten Cianjur dinilai lebih mengakibatkan pada kerusakan lingkungan daripada manfaat yang diberikan kepada masyarakat sekitar atau pendapatan bagi Pemerintah Kabupaten Cianjur.

Demikian diungkapkan Ketua Forum Penyelamat Lingkungan Hidup (FPLH) Jawa Barat, Thio Setiowekti kepada "PRLM", Minggu (5/8/12). "Setelah sekitar satu minggu kami menyusuri pantai selatan dari Tasikmalaya hingga Cianjur termasuk Sukabumi, penambangan pasir besi ini lebih berdampak pada perusakan lingkungan," katanya.

Kerusakan lingkungan yang ditimbulkan, kata Thio, lebih disebabkan perusahaan-perusahaan penambang yang melakukan eksplotasi besar-besaran tanpa ada pemulihan lahan.
"Bahkan alat-alat berat sudah masuk di sempadan pantai dan dengan bebsa mengambil pasir besi. Padahal, kondisi masyarakat sekitar jauh dari kata makmur. Bahkan, akibat penambangan tersebut sawah-sawah masyarakat mengalami kekeringan," tuturnya.

Dari survey yang ia lakukan bersama Baresan Olot Tatar Sunda (BOTS) mencatat ada 15 perusahaan asing dan lokal yang sudah dikapling-kapling di sepanjang 75 Km pesisir pantai Selatan Cianjur.
"Mereka semua selalu berlindung dengan aturan Ijin Penambangan Rakyat (IPR). Padahal, IPR yang ada disana sekitar 50 IPR ini juga mengumpulkan pasir besi kepada perusahaan-perusahaan tersebut disamping mereka sendiri juga melakukan penambangan," katanya.

Kabupaten Cianjur, kata Thio, menjadi kabupaten terparah kedua dari dampak penambangan pasir besi setelah Kab. Tasikmalaya. Thio juga mempertanyakan ijin beberapa perusahaan yang melakukan penambangan.

"Pasir besi bukan lagi penambangan biasa, tapi masuk kategori penambangan mineral yang seharusnya ijin berasal dari pemerintah pusat. Sedangkan kami sudah melakukan cek ke Kementerian ESDM maupun Kementerian Lingkuhan Hidup, tidak satupun perusahaan yang mendapat rekomendasi atau ijin," ucapnya.
Ini berarti, kata Thio, semua ijin berasal dari Pemkab Cianjur. Ijin yang dikeluarkan Pemkab Cianjur juga harus dipertanyakan. "Atas dasar apa Pemkab Cianjur memberikan ijin, sedangkan belum ada satupun aturan mengenai penetapan wilayah sempadan pantai CIanjur menjadi wilayah pertambangan atau kawasan pertambangan," ucapnya.

Lebih lanjut Thio mengatakan sudah saatnya perusakan lingkungan yang berdalih mensejahterakan rakyat melalui IPR-IPR yang ada ini dihentikan. "Ini bukan untuk mensejahterakan rakyat tapi menguntungkan pihak tertentu dan melakukan perusakan lingkungan atas dasar ijin penambangan yang tidak jelas," ucapnya.
Hal Senada diungkapkan Sekretaris Jendral BOTS, Eka Santosa yang ikut menyusuri jalur ilegal pasir besi. Eka mengungkapkan kekecewaannya pada perusakan yang dilakukan dengan adanya penambagan pasir besi tapi terkesan dilegalkan.

"Kami di CIanjur bahkan menemukan penambangan diatas lahan milik Angkatan Udara (AU) yang berdalih sudah mempunyai ijin dan menyewa lahan AU untuk ditambang. Selain itu, CV Asmona dan Alfa yang disebut oleh penjaganya milik salah satu wakil ketua DPRD Cianjur," ucapnya.
Eka mengatakan ini sudah bukan lagi atas nama kepentingan rakyat dan mensejahterakan masyarakat Jabar Selatan termasuk Cianjur, tapi merupakan mafia penambangan atas dasar kesejahteraan rakyat.

"Jika mau dilihat lebih lanjut tidak ada satupun aturan dan undang-undang yang menyatakan sempadan pantai untuk ditambang. Jika ini terus dilakukan artinya menyalahi Rencana Tata Ruang Wilayah Nasional yang tidak pernah menyebutkan Pesisir selatan Jabar sebagai kawasan petrambangan," ucapnya. (A-186/A-108)***

Tidak ada komentar: