Medan
Kebijakan Kementerian Kelautan dan Perikanan yang melarang
operasional alat penangkapan ikan jenis Pukat Cincin Pelagis Kecil
(PCPK) di beberapa kawasan ditentang di Sumatera Utara (Sumut).
Kebijakan itu dinilai berpotensi menimbulkan 50 ribu pengangguran.
Kebijakan yang dipersoalkan itu yakni Peraturan Menteri No.PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 dan perubahannya No. Per.08/MEN/2011 tanggal 11 Maret 2011, serta No. PER.05/MEN/2012 tanggal 9 Februari 2012 tentang pelarangan dioperasikan API (Alat Penangkapan Ikan) Pukat Cincin Pelagis Kecil (PCPK) yang meliputi wilayah WPP-NRI 572 yakni Samudera Hindia Barat Sumatera dan wilayah WPP-NRI 573 meliputi Selat Sunda, Samudera Hindia Selatan hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat.
Ketua Pelaksana Asosiasi Pengusaha Pukat Cincin (APPC) Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah, Kastamasyah Hutabarat menyatakan, kebijakan baru ini hanya akan menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat nelayan di kedua daerah.
"Permen ini sepihak dan akan mematikan mata rantai kehidupan masyarakat nelayan. Sebab itu harus ditolak dan ditinjau kembali agar dibatalkan," kata Kastamasyah Hutabarat kepada wartawan di Sibolga, Kamis (21/6/2012).
Disebutkan Kastamansyah, sesuai Surat Edaran KKP No.B 3479/DSPT.4/TU.210.04/V/2012 ditandatangani Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Heriyanto Marwoto, disebutkan Permen itu akan diberlakukan awal Februari 2013. Para pengusaha atau perusahaan perikanan yang telah mempunyai alokasi SIUP PCPK di WPP-NRI 572 dan WPP-NRI 573 hanya dapat merealisasikan SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan)-nya sampai dengan batas waktu tersebut.
Untuk selanjutnya diminta untuk mengalihkan usahanya menjadi Pukat Cincin Pelagis Besar (PCPB) atau alat tangkap lainnya yang masih masih berpotensi untuk dikembangkan sesuai kondisi operasional di lapangan. Masalahnya terletak pada proses peralihan itu.
Saat ini terdapat 127 unit kapal perikanan tangkap jenis pukat cincin di Sibolga dan Tapanuli Tengah. Jika Permen ini diberlakukan, maka otomatis 127 kapal tak boleh beroperasi, dan efeknya sekitar 50 ribu masyarakat perikanan akan kehilangan pekerjaan.
“Jumlah itu setara dengan setengah penduduk Kota Sibolga,’ kata Kastamansyah.
Kastamansyah merinci angkanya. Jika satu kapal berisi 40 Anak Buah Kapal (ABK), 1 ABK memiliki tanggungan 1 istri ditambah 2 orang anak, maka totalnya menjadi 160 orang. Saat Kapal tambat ke pangkalan/tangkahan membutuhkan 50 tenaga kerja meliputi bongkar muat, pemilih ikan, tukang sorong dan tukang es ikan, 1 tenaga kerja memiliki tanggungan 1 istri ditambah 2 anak totalnya menjadi 200 orang.
"ABK dan tanggungan 160 orang ditambah tenaga kerja dan tanggungan 200 orang dikalikan jumlah kapal 127 unit totalnya mencapai 50 ribu orang. Ini risiko yang dipertaruhkan karena Permen tersebut. Makanya kita minta itu dibatalkan," katanya.
(rul/try) http://news.detik.com/read/2012/06/21/200045/1947665/10/pengusaha-pukat-cincin-sibolga-protes-menteri-soal-alat-tangkap-ikan
Kebijakan yang dipersoalkan itu yakni Peraturan Menteri No.PER.02/MEN/2011 tanggal 31 Januari 2011 dan perubahannya No. Per.08/MEN/2011 tanggal 11 Maret 2011, serta No. PER.05/MEN/2012 tanggal 9 Februari 2012 tentang pelarangan dioperasikan API (Alat Penangkapan Ikan) Pukat Cincin Pelagis Kecil (PCPK) yang meliputi wilayah WPP-NRI 572 yakni Samudera Hindia Barat Sumatera dan wilayah WPP-NRI 573 meliputi Selat Sunda, Samudera Hindia Selatan hingga sebelah Selatan Nusa Tenggara, Laut Sawu dan Laut Timor bagian Barat.
Ketua Pelaksana Asosiasi Pengusaha Pukat Cincin (APPC) Kota Sibolga dan Tapanuli Tengah, Kastamasyah Hutabarat menyatakan, kebijakan baru ini hanya akan menimbulkan kesengsaraan bagi masyarakat nelayan di kedua daerah.
"Permen ini sepihak dan akan mematikan mata rantai kehidupan masyarakat nelayan. Sebab itu harus ditolak dan ditinjau kembali agar dibatalkan," kata Kastamasyah Hutabarat kepada wartawan di Sibolga, Kamis (21/6/2012).
Disebutkan Kastamansyah, sesuai Surat Edaran KKP No.B 3479/DSPT.4/TU.210.04/V/2012 ditandatangani Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Heriyanto Marwoto, disebutkan Permen itu akan diberlakukan awal Februari 2013. Para pengusaha atau perusahaan perikanan yang telah mempunyai alokasi SIUP PCPK di WPP-NRI 572 dan WPP-NRI 573 hanya dapat merealisasikan SIPI (Surat Ijin Penangkapan Ikan)-nya sampai dengan batas waktu tersebut.
Untuk selanjutnya diminta untuk mengalihkan usahanya menjadi Pukat Cincin Pelagis Besar (PCPB) atau alat tangkap lainnya yang masih masih berpotensi untuk dikembangkan sesuai kondisi operasional di lapangan. Masalahnya terletak pada proses peralihan itu.
Saat ini terdapat 127 unit kapal perikanan tangkap jenis pukat cincin di Sibolga dan Tapanuli Tengah. Jika Permen ini diberlakukan, maka otomatis 127 kapal tak boleh beroperasi, dan efeknya sekitar 50 ribu masyarakat perikanan akan kehilangan pekerjaan.
“Jumlah itu setara dengan setengah penduduk Kota Sibolga,’ kata Kastamansyah.
Kastamansyah merinci angkanya. Jika satu kapal berisi 40 Anak Buah Kapal (ABK), 1 ABK memiliki tanggungan 1 istri ditambah 2 orang anak, maka totalnya menjadi 160 orang. Saat Kapal tambat ke pangkalan/tangkahan membutuhkan 50 tenaga kerja meliputi bongkar muat, pemilih ikan, tukang sorong dan tukang es ikan, 1 tenaga kerja memiliki tanggungan 1 istri ditambah 2 anak totalnya menjadi 200 orang.
"ABK dan tanggungan 160 orang ditambah tenaga kerja dan tanggungan 200 orang dikalikan jumlah kapal 127 unit totalnya mencapai 50 ribu orang. Ini risiko yang dipertaruhkan karena Permen tersebut. Makanya kita minta itu dibatalkan," katanya.
(rul/try) http://news.detik.com/read/2012/06/21/200045/1947665/10/pengusaha-pukat-cincin-sibolga-protes-menteri-soal-alat-tangkap-ikan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar