Jakarta, Kompas - Praktik penambangan pasir di pantai rugikan nelayan.
Umumnya pasir digunakan untuk reklamasi pantai. Pasir yang diambil dari
pesisir ataupun pantai yang direklamasi dikhawatirkan terjadi kerusakan
lingkungan.
Hal itu dikatakan Abdul Halim, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Senin (7/5), di Jakarta. Ia mencatat, sedikitnya 10 lokasi akan direklamasi.
Ia merinci lokasi itu, pantai utara Jakarta seluas 2.700 hektar, Pantai Padang (Sumatera Barat) seluas 62 hektar (panjang pantai yang akan direklamasi 2,5 kilometer, lebar 400 meter, serta kedalaman 6 meter-9 meter), Pantai Losari (Sulsel), seluas 11 hektar, Pantai Surabaya seluas 320 hektar, Pantai Serangan (Bali) seluas 380 hektar, Pantai Kalasey (Minahasa Utara, Sulut) seluas 179,7 hektar, Teluk Manado seluas 67 hektar, Teluk Palu (Sulteng) 200 hektar, Pesisir Kota Balikpapan (Kaltim) seluas 400 hektar (panjang 9 kilometer dan lebar 500 meter), dan Teluk Kupang (NTT) seluas 7.227 hektar.
”Di beberapa proyek reklamasi, bahan urukan diambil dari wilayah lain. Contohnya, untuk reklamasi pantai utara Jakarta, perlu bahan uruk 330 juta meter kubik lebih,” ujarnya.
Urukan itu dipasok dari pantai utara Jawa Barat, pantai utara Banten, dan perairan Kepulauan Bangka Belitung. Dari darat, bahan urukan diperoleh dari Parung Panjang, Jonggol, dan Cikalong Kulon.
Reklamasi dikhawatirkan meningkatkan potensi banjir karena mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi). Reklamasi juga bisa menghambat akses nelayan memburu sumber penghidupan.
Pengambilan tanah urukan meningkatkan kekeruhan air laut dan merusak rumpon nelayan. Kiara mencatat pengambilan pasir di perairan Banten menyebabkan abrasi pantai setinggi 65 sentimeter.
Abdul Halim mengingatkan, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan, nelayan memiliki akses besar dalam melaut. Klausul hak pengusahaan perairan pesisir dalam UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah dibatalkan. Reklamasi pantai yang berdampak pada pengaplingan wilayah laut dan pembatasan akses nelayan melanggar konstitusi.
Abdul Halim memaparkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang membahas Rancangan Peraturan Presiden (RPP) mengenai Reklamasi. Pasal 35 Huruf L menyatakan ”Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya. Hal ini harus ditegakkan di lapangan.
Selamet Daroyni dari Gerakan Rakyat Antireklamasi Pantai mendesak Presiden menghentikan pembahasan RPP mengenai Reklamasi. Menurut dia, pengerukan pasir laut di perairan dekat Pulau Sangiang, Anyer, Banten, 3,5 juta meter kubik sejak 2011 berakibat pada kehancuran ekosistem pesisir dan laut setempat.
Kerusakan akibat pengerukan pasir untuk reklamasi juga terjadi di Balikpapan. Daratan sepanjang 1 kilometer dan selebar 200-400 meter di Tanjung Kelor, Tanjung Baru, dan Manggar Baru berubah menjadi laut pasca-pengerukan pasir. (ICH)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/05/08/02462029/pengerukan.pasir.pantai.rugikan.nelayan
Hal itu dikatakan Abdul Halim, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Senin (7/5), di Jakarta. Ia mencatat, sedikitnya 10 lokasi akan direklamasi.
Ia merinci lokasi itu, pantai utara Jakarta seluas 2.700 hektar, Pantai Padang (Sumatera Barat) seluas 62 hektar (panjang pantai yang akan direklamasi 2,5 kilometer, lebar 400 meter, serta kedalaman 6 meter-9 meter), Pantai Losari (Sulsel), seluas 11 hektar, Pantai Surabaya seluas 320 hektar, Pantai Serangan (Bali) seluas 380 hektar, Pantai Kalasey (Minahasa Utara, Sulut) seluas 179,7 hektar, Teluk Manado seluas 67 hektar, Teluk Palu (Sulteng) 200 hektar, Pesisir Kota Balikpapan (Kaltim) seluas 400 hektar (panjang 9 kilometer dan lebar 500 meter), dan Teluk Kupang (NTT) seluas 7.227 hektar.
”Di beberapa proyek reklamasi, bahan urukan diambil dari wilayah lain. Contohnya, untuk reklamasi pantai utara Jakarta, perlu bahan uruk 330 juta meter kubik lebih,” ujarnya.
Urukan itu dipasok dari pantai utara Jawa Barat, pantai utara Banten, dan perairan Kepulauan Bangka Belitung. Dari darat, bahan urukan diperoleh dari Parung Panjang, Jonggol, dan Cikalong Kulon.
Reklamasi dikhawatirkan meningkatkan potensi banjir karena mengubah bentang alam (geomorfologi) dan aliran air (hidrologi). Reklamasi juga bisa menghambat akses nelayan memburu sumber penghidupan.
Pengambilan tanah urukan meningkatkan kekeruhan air laut dan merusak rumpon nelayan. Kiara mencatat pengambilan pasir di perairan Banten menyebabkan abrasi pantai setinggi 65 sentimeter.
Abdul Halim mengingatkan, Mahkamah Konstitusi telah menegaskan, nelayan memiliki akses besar dalam melaut. Klausul hak pengusahaan perairan pesisir dalam UU No 27/2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil telah dibatalkan. Reklamasi pantai yang berdampak pada pengaplingan wilayah laut dan pembatasan akses nelayan melanggar konstitusi.
Abdul Halim memaparkan, Kementerian Kelautan dan Perikanan sedang membahas Rancangan Peraturan Presiden (RPP) mengenai Reklamasi. Pasal 35 Huruf L menyatakan ”Dalam pemanfaatan Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, setiap orang secara langsung atau tidak langsung dilarang melakukan pembangunan fisik yang menimbulkan kerusakan lingkungan dan/atau merugikan masyarakat sekitarnya. Hal ini harus ditegakkan di lapangan.
Selamet Daroyni dari Gerakan Rakyat Antireklamasi Pantai mendesak Presiden menghentikan pembahasan RPP mengenai Reklamasi. Menurut dia, pengerukan pasir laut di perairan dekat Pulau Sangiang, Anyer, Banten, 3,5 juta meter kubik sejak 2011 berakibat pada kehancuran ekosistem pesisir dan laut setempat.
Kerusakan akibat pengerukan pasir untuk reklamasi juga terjadi di Balikpapan. Daratan sepanjang 1 kilometer dan selebar 200-400 meter di Tanjung Kelor, Tanjung Baru, dan Manggar Baru berubah menjadi laut pasca-pengerukan pasir. (ICH)
Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2012/05/08/02462029/pengerukan.pasir.pantai.rugikan.nelayan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar