24 Oktober, 2011

Perikanan Indonesia 2011

Menteri Kelautan & Perikanan yg baru berencana menitik beratkan pada upaya Industrialisasi Perikanan sebagai upaya untuk meningkatkan kesejahteraan nelayan dan petani ikan.

Sah2 saja upaya itu, namun sudah lebih dari enam dekade kesejahteraan nelayan & petani ikan di Indonesia tidak atau belum mencapai kondisi yg diharapkan baik oleh nelayan atau petani ikan itu sendiri, karena secara ekonomi kehidupan nelayan & petani ikan masih berada pada strata ekonomi yg terbawah.

Apakah benar dengan Industrialisasi maka Perikanan dan juga nelayan akan meningkat kesejahteraannya? Dari pengalaman baik di Indonesia maupun di negara2 lain, jangankan Industrialisasi, mekanisasi perikanan yg tidak di rencanakan & dilaksanakan dengan teliti & hati2 biasanya berakhir dengan semakin dalamnya para nelayan2 itu jatuh kedalam perangkap hutang.

Gambarannya sebagai berikut; mekanisasi kapal2 nelayan memang membuat jarak jangkau operasi penangkapan ikan para nelayan bertambah, juga peningkatan jumlah hasil tangkap. Namun penambahan jumlah hasil tangkap karena mekanisasi kapal2 nelayan ini tidak sebanding dengan peningkatan biaya operasional kapal2 yg telah di mekanisasi. Karena nelayan dengan peningkatan hasil tangkapnya sekarang harus mengeluarkan biaya angsuran atau cicilan kredit mesin kapal terkadang juga cicilan credit alat tangkap beserta bunganya, Dan masih ditambah lagi dengan biaya operasional lainnya seperti bahan-bakar, minyak pelumas, suku-cadang.

Bisa diibaratkan hasil tangkapnya naik 50%, namun biaya operasionalnya bisa2 naiknya 200%, jadi ujung2 nya nelayan tekor 150%, jadi lagi2 yg diuntungkan adalah para perantara atau pedagang. Apalagi kalau dilakukan industrialisasi besar2an, yg diuntungkan bisa2 ya kelompok2 yg sama: perantara, pedagang, dan pejabat. Nelayan dan petani ikan hanya jadi pelengkap penderita saja, seperti yg sudah2. Coba kita mungkin dengan Judah menunjukkan pejabat, perantara, atau pedagang yg berhasil, namun bisakah kita dengan mudah menunjukkan nelayan atau petani ikan yg berhasil mampu mempertahankan keberhasilannya secara nasional?

Disalah satu harian berita national, hari ini dan juga beberapa waktu yg lalu muncul foto berita nelayan Indonesia yg tengah menurunkan ikan2 hasil tangkap mereka. Yang menyedihkan adalah pola penanganan hasil tangkap Perikanan tersebut masih belum mengindahkan kaidah2 penanganan hasil tangkap perikanan yg memadai (sanitasi/kebersihan, mata rantai penanganan dingin,dlsb). Lebih menyedihkan lagi hal itu terjadi di salah satu pelabuhan Perikanan yg pernah disebut sebagai pelabuhan Perikanan international di Indonesia.

Akibat cara penanganan yg sembrono ini maka ikan2 hasil tangkap nelayan2 ini nilainya turun drastis, seandainya ikan2 itu sejak ditangkap sampai didaratkan ditangani dengan baik & benar maka ikan2 tersebut bisa berharga lebih dari Rp 60.000/kg, namun karena salah penanganan maka paling2 ikan2 itu hanya laku Rp8.000/kg. Hal seperti ini sudah terjadi sejak dulu hingga sekarang.

Disisi lain Indonesia sebagai negara maritim, ternyata juga harus impor Garam. Lagi2 ada foto berita yg menampilkan kondisi petani garam kita. Sungguh ironis, ditengah derasnya arus perkembangan teknologi, petani garam kita masih juga memproduksi garam dengan cara yg mereka warisi dari nenek moyang mereka ratusan tahun yang lalu, tanpa banyak mendapatkan sentuhan teknologi yg memadai.

Namun ada juga hal yg cukup menggembirakan yaitu adanya upaya untuk membangun pusat2 benih ikan & kerang2an di beberapa daerah perikanan. Mudah2an pusat2 benih ini bisa menjembatani upaya peningkatan kesejahteraan nelayan & petani ikan Indonesia.

Semoga.

Salam
Kukuh Kumara

Tidak ada komentar: