07 Maret, 2011

Perairan Gresik Tercemar

Penulis: Adi Sucipto | Editor: Aloysius Gonsaga Angi Ebo

GRESIK, Kompas.com - Kondisi perairan Gresik Jawa Timur baik di Gresik, Kebomas, Manyar, Bungah, dan Ujungpangkah tercemar. Pencemaran itu beragam dengan berbagai indikator penelitian sejumlah lembaga.

Salah sat hasil penelitian Institut Teknologi Bandung bersama Pemerintah Kabupaten Gresik menyebutkan di perairan wilayah Ujungpangkah, indeks pencemaran, kawasan laut berada pada level 1-5 atau masuk kategori tercemar ringan. Beberapa zat ditemukan melebihi baku mutu diantaranya tembaga, kandungan tembaga mencapai 0,218 miligram per liter dari standar baku mutu 0.005 mg/L. Kandungan zat seng (Zn) mencapai 0,27 mg/L melebihi baku mutu yang ditetapkan 0,1 mg/L.

Tingginya indeks dua zat tersebut tidak lepas dari berbagai kegiatan industri terutama produksi logam berat. Mengacu pada parameter indeks diversitas (keragaman) kehidupan makhluk hidup di laut, pencemaran di laut hampir masuk kategori berat. Indeks diversitasnya berada pada level 1,5-1,0 (tercemar sedang dan berat).

Di kondisi di laut wilayah Manyar, Bungah, Kebomas dan Gresik ditemukan parameter pencemaran. Menurut data neraca sumberdaya alam Badan Lingkungan Hidup Kabupaten Gresik Gresik, kualitas air laut di wilayah tercemar. Dari parameter uji analisa biologi (makhluk hidup) di kawasan pencemaran di empat wilayah itu berada pada level tercemar ringan hingga tercemar berat. Kandungan amoniak (NH3) serta logam berat di kawasan laut Gresik di atas standar baku mutu pada level 0,3 mg/L.

Kepala Bidang Kelautan Dinas Kelautan Dinas Kelautan Perikanan dan Perternakan, Iwan Lukito, Senin (7/3/11), menyebutkan wilayah laut kecamatan Manyar kadarnya mencapai 0,4 mg/L, di wilayah Kebomas berada di level 0,55 mg/L, di Panceng 0,57 mg/L, sedangkan di Ujungpangkah mencapai 0,4 mg/L. Kandungan liquid hydrocarbon (hidrokarbon cair) juga mengkhawatirkan. Zat tergolong berbahaya ini kebanyakan berasal dari tumpahan minyak dan gas ke laut. Tingkat pencemaran laut di Gresik masih cukup mengkhawatirkan, kata Iwan.

Kondisi tersebut ditambah pencemaran terhadap sungai-sungai yang bermuara di laut Gresik. Tiga sungai yang melintas di kabupaten ini saat ini juga sudah tercemar yakni Bengawan Solo, Kali Lamong, dan Kali Tengah. Beberapa parameter pencemar di tiga sungai itu sudah melebihi batas. Salah satunya adalah kandung oksigen lewat paramater BOD (biochemical oxygen demand).

Kadar BOD di Bengawan Solo BOD mencapai 5,1 mg/ L atau melebihi batas normal 2 mg/liter. Di Kalilamong kadar BOD-nya mencapai 8 mg/liter. Jumlah residu yang terlarut juga masih di atas normal. Di Kali Sukomulyo, residu terlarut mencapai 1.600 mg/L melebihi batas normal 1.000 mg/L. Pencemaran tersebut belum termasuk pencemaran melalui limbah-limbah industri, terutama yang ada di bibir laut. Parameter pencemaran yang ditemukan terkait jenis produk yang dihasilkan industri di wilayah tersebut.

Penyebab melubernya liquid hydrocarbon (hidrokarbon cair). Penyebabnya beragam, diantaranya tumpahan bahan bakar perahu yang langsung terbuang ke laut, hingga limbah aktivitas kapal. Iwan menyatakan meskipun pencemaran itu ada tetapi juga susah untuk mendeteksinya.

"Banyak cara yang dilakukan sumber pencemar untuk berkelit, sementara fasilitas pendeteksi pencemaran minim. Kami lakukan adalah sosialisasi serta pengawasan," katanya.

Secara geografis, Gresik memiliki luas wilayah laut mencapai 5.773,8 km2 dan wilayah daratan hanya 1.192 km2. Sepertiga wilayah Gresik merupakan pesisir pantai dengan panjang pantai 140 kilometer terbentang mulai Kecamatan Kebomas, Gresik, Bungah, Panceng dan Ujungpangkah. Selain sebagai kota pantai Gresik juga menjadi kota industri, yang memberi kontribusi terhadap pencemaran perairan di Gresik.

Tercemarnya perairan Gresik sangat dirasakan nelayan dan petambak. Keberadaan ikan-ikan di laut Gresik mulai berkurang. Budi daya tambak juga tidak maksimal lagi karena daya dukung tambak terus menurun.

Aktivitas kepelabuhanan, banyaknya industri dan dermaga untuk kepentingan sendiri sudah membuat nelayan pusing karena kerena mereka harus memutar saat mau melaut. Sementara ikan-ikan semakin sepi. Sekali melaut butuh 30 liter solar, sementara tangkapan sedikit. "Lima tahun lalu kami bisa mendapatkan hasil Rp 50.000 per hari, sekarang susah," kata Rokhim (53) salah seorang nelayan di Kelurahan Lumpur Kecamatan Gresik.

Nelayan yang beraktivitas di muara KaliLamong seperti Zainuddin warga Sukorejo Kecamatan Kebomas juga mengeluh karena seringnya ikan mati. Bahkan setahun bisa tiga kali ditemukan kasus ikan mati yang diduga terkena polusi.

Petambak juga was-was wilayahnya tercemar terutama yang ada di kawasan Manyar. Hasil budidaya ikan juga menurun, bahkan sejumlah petambak ada yang berunjuk rasa ke perusahaan yang dianggap biang pencemar.

Tidak ada komentar: