Oleh Imam Bachtiar"
Dear all,
Saya dalam dua minggu ini sedang mendalami dokumen yang berkaitan
dengan COREMAP. Ada sesuatu yang terasa mengganggu dari kegiatan
COREMAP yang sudah berjalan. Pertanyaan besarnya adalah apakah
masyarakat nelayan atau wakil rakyat (anggota DPRD) benar-benar peduli
dengan terumbu karang? saya punya kekhawatiran bahwa mereka (nelayan
dan wakil rakyat) merasa bahwa pengelolaan terumbu karang adalah
kebutuhan si Anu dan si Fulan, bukan kebutuhan mereka. Jika mereka
"terpaksa" terlibat dalam urusan itu, hanyalah sekedar formalitas.
Semoga saja kekhawatiran saya salah besar.
Manusia adalah makhluk yang ekonomis. Bagi sebagian besar masyarakat,
ekonomi merupakan motivasi tertinggi dalam melakukan sesuatu, terutama
di kalangan kelompok masyarakat yang pekerjaannya pada tingkat
subsisten. Sesuatu yang tidak berkaitan langsung dengan ekonomi akan
menurunkan minat dan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
Pengaaman saya bergaul dengan nelayan menunjukkan bahwa pengelolaan
terumbu karang bukanlah kebutuhan nelayan. Pengelolaan terumbu karang
adalah keinginan pemerintah, kebutuhan peneliti, atau kemauan LSM.
Walaupun masyarakat nelayan sudah mengetahui fungsi terumbu karang
bagi masa depannya, kepedulian mereka bisa jadi hanya kepedulian
formal belaka, karena tidak langsung berkaitan dengan ekonomi mereka.
Kepedulian mereka yang paling besar adalah bagaimana memenuhi
kebutuhan keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Karena itu, kegiatan yang dilakukan COREMAP sebaiknya dikaitkan
langsung dengan kepedulian masyarakat pesisir. Penyusunan rencana
strategis, misalnya, sebaiknya diberi judul “Renstra pembangunan
masyarakat nelayan”, bukan “Renstra pengelolaan terumbu karang”.
Walaupun di dalam Renstra tersebut isinya tetap sama, yaitu
perlindungan habitat ikan dan pengaturan alat tangkap, judul yang
pertama jauh lebih mengikat kepedulian masyarakat pesisir dan para
wakil rakyat di daerah. Di dalam Renstra juga memang terdapat
pengembangan ekonomi nelayan. Demikian juga dengan judul Perda dan
Perdes.
Pada kegiatan COREMAP disusun Perdes tentang Daerah Perlindungan Laut
(DPL). Penyusunan Perdes tentang DPL sebaiknya dikaitkan langsung
dengan kebutuhan peraturan untuk kegiatan mereka sehari-hari.
Peraturan dengan judul “Perdes tentang penangkapan ikan” akan lebih
bermakna di dalam pikiran nelayan, daripada “Perdes tentang DPL”. Jika
Perdes tentang DPL hanya mengatur pemanfaatan ruang di dalam lokasi
DPL, Perdes tentang penangkapan ikan dapat mencakup wilayah yang lebih
luas. Di dalam Perdes tentang penangkapan ikan dapat dimasukkan
pengaturan pemanfaatan ruang di dalam DPL, pengaturan alat tangkap
yang menimbulkan konflik, dan pelarangan penangkapan ikan yang
destruktif di semua kawasan pengelolaan.
Bagaimana pengalaman rekan-rekan yang langsung berurusan dengan
kegiatan COREMAP di lokasi (kabupaten)?
salam,
Imam
Tanggapan "andi tamsil"
T Kasih atas masukan yang sangat bagus.
Apa yg dilakukan selama ini di Coremap mutlak utk kepentingan Masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dan jangka panjang, bukan utk kepentingan sesaat dan kepentingan segelintir orang. Mengenai nama Kegiatan dan Produk, mis Perda, bisa diberi penjelasan dan sosialisasi ke semua atakeholder. Di Coremap ada kegiatan Public Awareness, menurut sy yg perlu di sadarkan bukan hanya nelayan, tetapi semua stakeholder yg terkait dng T Karang langsung maupun tidak. Sangat keliru kalau kejadian Illegal Fishing hanya menyalahkan nelayan. Semua pihak harus introspeksi diri. Konsep Coremap sangat bagus, bahwa ada kekurangan, mari kita perbaiki sama2. Penyelamatan Lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masy pesisir harus didekati dari berbagai sudut dan pihak. Masih banyak potensi dan kesempatan yg blm dioptimalkan utk hal tsb.
Tk
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tanggapan "bayuvita indahyanti"
ikut berpendapat sedikit, setahu saya ada bagian dari peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menyangkut "Peran serta masyarakat", mungkin dalam renstra kegiatan COREMAP hal tersebut bisa menjadi acuan; kemudian mengenai pembuatan peraturan perundang-undangan dalam rangka melindungi keberadaan terumbu karang hingga sampai tingkatan 'peraturan desa' perlu dibuat lebih hati-hati karena kekuatan mengikat 'perdes' hanya sebatas kesepakatan bersama dengan warga, UU tentang tata urutan peraturan perundang-undangan hanya mengatur mengenai kekuatan mengikat sampai tingkatan 'Perda' bukan 'perdes', jadi apabila nantinya akan dikembangkan konsep perlindungan berbasis peran serta masyarakat, maka 'custom law' masyarakat setempat beserta para tokoh masyarakat memiliki peran penting.
penelitian saya pada tahun ini semua berada di wilayah perairan umum, dan fakta di lapangan dapat dilihat bahwa yang perlu diatur dan dilindungi tidak hanya bagian pesisir laut melainkan juga bagian pesisir perairan umum (seperti DAS), dan karena saya baru tahun ini meneliti perairan umum, sepanjang saya membaca peraturan perundang-undangan, saya belum menemukan perlindungan wilayah pesisir perairan umum masuk ke dalam kewenangan siapa di KKP (mohon info tambahan jika ada, background pendidikan saya kebetulan hukum dan saya bertugas di BBRSE KP Slipi)
dan ada hal yang menarik yang saya temui di desa Bangkau kec.Kandangan kab.Hulu Sungai Selatan Prov.Kalimantan Selatan, dimana masyarakat tersebut merasa perlu untuk menetapkan sebagian kawasan Danau Bangkau tetap menjadi kawasan reservaat meski tidak ada lagi petugas khusus dari dinas terkait setempat untuk menjaga, masyarakat membentuk kelompok pengawas sendiri dengan biaya operasional berasal dari mereka sendiri dan mereka berusaha agar kawasan sumberdaya perikanan di perairan mereka jangan sampai habis, dan mereka tidak berpikir untuk membuat perdes, hanya kesepakatan bersama diketahui oleh dinas terkait setempat, dan setelah mereka melakukan kegiatan tersebut selama beberapa tahun akhirnya usaha mereka membuahkan hasil dengan lahirnya perda kabupaten untuk membantu penegakan hukum jika terdapat kegiatan yang akan mengganggu kelestarian sumberdaya wilayah mereka dan akhirnya juga karena itu berbentuk perda bisa melindungi sumberdaya seluruh kab. HSS.
Berdasarkan hal yang saya temui ini dan juga informasi yang saya dapat pada saat pelatihan legal drafting, saya berpendapat.
-salam-
Bayu Vita
Tanggapan "daeng.nuntung@gmail.com"
Ada beberapa hal yang mesti klarifikasi:
1. Istilah subsisten seperti pak Imam sebutkan, menurut kamus adalah bagaimana nelayan menikmati hasil tangkapannya untuk kebutuhan sehari-hari. Istilah ini dalam prakteknya sebagai pembanding pada kapitalisasi sumberdaya untuk kebutuhan komersil, bisnis. Terumbu karang menjadi ajang rebutan kepentingan saat kebutuhan subsisten mulai digeser oleh kapitalisasi. Suka atau tidak suka. Saat ini hanya suku2 terasing yang masih berkategori subsisten. Ini artinya, faktor ownership, tata ruang, regime pengelolaan mesti menjadi bahan diskusi kita sebelum "mengeritik COREMAP".
Lalu siapa yang butuh COREMAP? Membaca tujuannya, siapa yang bisa menolak? Kita semua butuh tetapi memang, yang ril adalah sesiapa yang dari turun temurun memanfaatkan sumberdaya terumbu karang sedari dulu? Ya, masyarakat. Itu artinya, bisakah kita lebih menukik lagi, selama ini dimana masyarakat saat orang-orang di Jakarta mulai kasak-kusuk menginisiasi COREMAP?
2. Sadarkah kita bahwa ada atau tidak ada COREMAP, masyarakat di desa pesisir tetap ada, bertahan dan terus mencari inisiatif untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari dan berbisnis? Jika ya, mestinya bukan masyarakat yang berpartisipasi di COREMAP tetapi (orang) COREMAPlah yang mesti berpartisipasi di kegiatan warga.
3. Tidak akan sukses suatu "rencana aksi" atau Coral Reef Management Plan (CRMP) sebagai misal, jika fasilitator gagal membangun kemitraan. Kemitraan, artinya tidak ada atasan, orang kota, orang proyek, atau orang terpelajar, kecuali setara dan menghargai siapa pemegang otoritas pengelolaan, ya, masyarakat/nelayan, direct or indirect users.
Saya kira jika COREMAP dianggap tidak efektif itu terkait dengan paradigma atau pendekatan selama ini (baik oleh pemkab, pemprov atau bahkan LSM sendiri) yang menganggap masyarakat sebagai "beneficiaries". Seakan-akan proyek datang maka masyarakat sebagai penerima manfaat. Masyarakat pesisir adalah "benefactor", merekalah yang mesti memberi manfaat itu.
Oleh karena itu, saran saya, jangan pernah mengadakan pertemuan tentang semisal CRMP sebelum terbangun kemitraan sedari awal. Para fasilitator itu harus paham tentang bagaimana membangunnya. Masuklah ke setiap kegiatan warga, yang sudah ada, inheren dan jadi pendengar yang baik. Enyahkan agenda proyek yang hanya mengejar output, reports, list of attendance, dll.
Lalu, bagaimana dengan "pelaku destructive fishing" yg masih marak?. itu adalah issu, sesuatu yang mesti dijawab oleh masyarakat sendiri, dengan mengajak mereka observasi, dialog dan menilai bagaimana "kapasitas" mereka dan daya dukung ekosisten sejak mulai berlangsung kegiatan itu.
Saya kira begitu...
Salam Bahari,
---
Powered by www.denun.net®
Dear all,
Saya dalam dua minggu ini sedang mendalami dokumen yang berkaitan
dengan COREMAP. Ada sesuatu yang terasa mengganggu dari kegiatan
COREMAP yang sudah berjalan. Pertanyaan besarnya adalah apakah
masyarakat nelayan atau wakil rakyat (anggota DPRD) benar-benar peduli
dengan terumbu karang? saya punya kekhawatiran bahwa mereka (nelayan
dan wakil rakyat) merasa bahwa pengelolaan terumbu karang adalah
kebutuhan si Anu dan si Fulan, bukan kebutuhan mereka. Jika mereka
"terpaksa" terlibat dalam urusan itu, hanyalah sekedar formalitas.
Semoga saja kekhawatiran saya salah besar.
Manusia adalah makhluk yang ekonomis. Bagi sebagian besar masyarakat,
ekonomi merupakan motivasi tertinggi dalam melakukan sesuatu, terutama
di kalangan kelompok masyarakat yang pekerjaannya pada tingkat
subsisten. Sesuatu yang tidak berkaitan langsung dengan ekonomi akan
menurunkan minat dan keterlibatannya dalam kegiatan tersebut.
Pengaaman saya bergaul dengan nelayan menunjukkan bahwa pengelolaan
terumbu karang bukanlah kebutuhan nelayan. Pengelolaan terumbu karang
adalah keinginan pemerintah, kebutuhan peneliti, atau kemauan LSM.
Walaupun masyarakat nelayan sudah mengetahui fungsi terumbu karang
bagi masa depannya, kepedulian mereka bisa jadi hanya kepedulian
formal belaka, karena tidak langsung berkaitan dengan ekonomi mereka.
Kepedulian mereka yang paling besar adalah bagaimana memenuhi
kebutuhan keluarga dan meningkatkan kesejahteraan keluarga.
Karena itu, kegiatan yang dilakukan COREMAP sebaiknya dikaitkan
langsung dengan kepedulian masyarakat pesisir. Penyusunan rencana
strategis, misalnya, sebaiknya diberi judul “Renstra pembangunan
masyarakat nelayan”, bukan “Renstra pengelolaan terumbu karang”.
Walaupun di dalam Renstra tersebut isinya tetap sama, yaitu
perlindungan habitat ikan dan pengaturan alat tangkap, judul yang
pertama jauh lebih mengikat kepedulian masyarakat pesisir dan para
wakil rakyat di daerah. Di dalam Renstra juga memang terdapat
pengembangan ekonomi nelayan. Demikian juga dengan judul Perda dan
Perdes.
Pada kegiatan COREMAP disusun Perdes tentang Daerah Perlindungan Laut
(DPL). Penyusunan Perdes tentang DPL sebaiknya dikaitkan langsung
dengan kebutuhan peraturan untuk kegiatan mereka sehari-hari.
Peraturan dengan judul “Perdes tentang penangkapan ikan” akan lebih
bermakna di dalam pikiran nelayan, daripada “Perdes tentang DPL”. Jika
Perdes tentang DPL hanya mengatur pemanfaatan ruang di dalam lokasi
DPL, Perdes tentang penangkapan ikan dapat mencakup wilayah yang lebih
luas. Di dalam Perdes tentang penangkapan ikan dapat dimasukkan
pengaturan pemanfaatan ruang di dalam DPL, pengaturan alat tangkap
yang menimbulkan konflik, dan pelarangan penangkapan ikan yang
destruktif di semua kawasan pengelolaan.
Bagaimana pengalaman rekan-rekan yang langsung berurusan dengan
kegiatan COREMAP di lokasi (kabupaten)?
salam,
Imam
Tanggapan "andi tamsil"
T Kasih atas masukan yang sangat bagus.
Apa yg dilakukan selama ini di Coremap mutlak utk kepentingan Masyarakat dalam arti yang seluas-luasnya dan jangka panjang, bukan utk kepentingan sesaat dan kepentingan segelintir orang. Mengenai nama Kegiatan dan Produk, mis Perda, bisa diberi penjelasan dan sosialisasi ke semua atakeholder. Di Coremap ada kegiatan Public Awareness, menurut sy yg perlu di sadarkan bukan hanya nelayan, tetapi semua stakeholder yg terkait dng T Karang langsung maupun tidak. Sangat keliru kalau kejadian Illegal Fishing hanya menyalahkan nelayan. Semua pihak harus introspeksi diri. Konsep Coremap sangat bagus, bahwa ada kekurangan, mari kita perbaiki sama2. Penyelamatan Lingkungan dan peningkatan kesejahteraan masy pesisir harus didekati dari berbagai sudut dan pihak. Masih banyak potensi dan kesempatan yg blm dioptimalkan utk hal tsb.
Tk
Powered by Telkomsel BlackBerry®
Tanggapan "bayuvita indahyanti"
ikut berpendapat sedikit, setahu saya ada bagian dari peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil menyangkut "Peran serta masyarakat", mungkin dalam renstra kegiatan COREMAP hal tersebut bisa menjadi acuan; kemudian mengenai pembuatan peraturan perundang-undangan dalam rangka melindungi keberadaan terumbu karang hingga sampai tingkatan 'peraturan desa' perlu dibuat lebih hati-hati karena kekuatan mengikat 'perdes' hanya sebatas kesepakatan bersama dengan warga, UU tentang tata urutan peraturan perundang-undangan hanya mengatur mengenai kekuatan mengikat sampai tingkatan 'Perda' bukan 'perdes', jadi apabila nantinya akan dikembangkan konsep perlindungan berbasis peran serta masyarakat, maka 'custom law' masyarakat setempat beserta para tokoh masyarakat memiliki peran penting.
penelitian saya pada tahun ini semua berada di wilayah perairan umum, dan fakta di lapangan dapat dilihat bahwa yang perlu diatur dan dilindungi tidak hanya bagian pesisir laut melainkan juga bagian pesisir perairan umum (seperti DAS), dan karena saya baru tahun ini meneliti perairan umum, sepanjang saya membaca peraturan perundang-undangan, saya belum menemukan perlindungan wilayah pesisir perairan umum masuk ke dalam kewenangan siapa di KKP (mohon info tambahan jika ada, background pendidikan saya kebetulan hukum dan saya bertugas di BBRSE KP Slipi)
dan ada hal yang menarik yang saya temui di desa Bangkau kec.Kandangan kab.Hulu Sungai Selatan Prov.Kalimantan Selatan, dimana masyarakat tersebut merasa perlu untuk menetapkan sebagian kawasan Danau Bangkau tetap menjadi kawasan reservaat meski tidak ada lagi petugas khusus dari dinas terkait setempat untuk menjaga, masyarakat membentuk kelompok pengawas sendiri dengan biaya operasional berasal dari mereka sendiri dan mereka berusaha agar kawasan sumberdaya perikanan di perairan mereka jangan sampai habis, dan mereka tidak berpikir untuk membuat perdes, hanya kesepakatan bersama diketahui oleh dinas terkait setempat, dan setelah mereka melakukan kegiatan tersebut selama beberapa tahun akhirnya usaha mereka membuahkan hasil dengan lahirnya perda kabupaten untuk membantu penegakan hukum jika terdapat kegiatan yang akan mengganggu kelestarian sumberdaya wilayah mereka dan akhirnya juga karena itu berbentuk perda bisa melindungi sumberdaya seluruh kab. HSS.
Berdasarkan hal yang saya temui ini dan juga informasi yang saya dapat pada saat pelatihan legal drafting, saya berpendapat.
-salam-
Bayu Vita
Tanggapan "daeng.nuntung@gmail.com"
Ada beberapa hal yang mesti klarifikasi:
1. Istilah subsisten seperti pak Imam sebutkan, menurut kamus adalah bagaimana nelayan menikmati hasil tangkapannya untuk kebutuhan sehari-hari. Istilah ini dalam prakteknya sebagai pembanding pada kapitalisasi sumberdaya untuk kebutuhan komersil, bisnis. Terumbu karang menjadi ajang rebutan kepentingan saat kebutuhan subsisten mulai digeser oleh kapitalisasi. Suka atau tidak suka. Saat ini hanya suku2 terasing yang masih berkategori subsisten. Ini artinya, faktor ownership, tata ruang, regime pengelolaan mesti menjadi bahan diskusi kita sebelum "mengeritik COREMAP".
Lalu siapa yang butuh COREMAP? Membaca tujuannya, siapa yang bisa menolak? Kita semua butuh tetapi memang, yang ril adalah sesiapa yang dari turun temurun memanfaatkan sumberdaya terumbu karang sedari dulu? Ya, masyarakat. Itu artinya, bisakah kita lebih menukik lagi, selama ini dimana masyarakat saat orang-orang di Jakarta mulai kasak-kusuk menginisiasi COREMAP?
2. Sadarkah kita bahwa ada atau tidak ada COREMAP, masyarakat di desa pesisir tetap ada, bertahan dan terus mencari inisiatif untuk memenuhi kebutuhan sehar-hari dan berbisnis? Jika ya, mestinya bukan masyarakat yang berpartisipasi di COREMAP tetapi (orang) COREMAPlah yang mesti berpartisipasi di kegiatan warga.
3. Tidak akan sukses suatu "rencana aksi" atau Coral Reef Management Plan (CRMP) sebagai misal, jika fasilitator gagal membangun kemitraan. Kemitraan, artinya tidak ada atasan, orang kota, orang proyek, atau orang terpelajar, kecuali setara dan menghargai siapa pemegang otoritas pengelolaan, ya, masyarakat/nelayan, direct or indirect users.
Saya kira jika COREMAP dianggap tidak efektif itu terkait dengan paradigma atau pendekatan selama ini (baik oleh pemkab, pemprov atau bahkan LSM sendiri) yang menganggap masyarakat sebagai "beneficiaries". Seakan-akan proyek datang maka masyarakat sebagai penerima manfaat. Masyarakat pesisir adalah "benefactor", merekalah yang mesti memberi manfaat itu.
Oleh karena itu, saran saya, jangan pernah mengadakan pertemuan tentang semisal CRMP sebelum terbangun kemitraan sedari awal. Para fasilitator itu harus paham tentang bagaimana membangunnya. Masuklah ke setiap kegiatan warga, yang sudah ada, inheren dan jadi pendengar yang baik. Enyahkan agenda proyek yang hanya mengejar output, reports, list of attendance, dll.
Lalu, bagaimana dengan "pelaku destructive fishing" yg masih marak?. itu adalah issu, sesuatu yang mesti dijawab oleh masyarakat sendiri, dengan mengajak mereka observasi, dialog dan menilai bagaimana "kapasitas" mereka dan daya dukung ekosisten sejak mulai berlangsung kegiatan itu.
Saya kira begitu...
Salam Bahari,
---
Powered by www.denun.net®
2 komentar:
Hampir semua terumbu karang di pulau-pulau nusantara nasibnya sama, pak. Padahal kalau kita sadar terumbu karang adalah salah satu mata rantai dari kelestarian aset sumberdaya perairan nusantara. Oleh karena itu kita harus mulai dari diri kita sendiri dulu yang peduli. Terutama kita-kita yang berkaitan langsung dengan pengelolaan sumberdaya perairan.
Terima kasih. Bagus juga blognya, pak.
http://indonesian-fisheries.blogspot.com
http://agroindustriindonesia.blogspot.com
memang selama ini sepertinya kegiatn peduli terumbu karang lebih banyak di ajukan pemerintah melalui coremap atau pun sejenisnya yang dilakukan oleh LSM atau Pemerintah ... sementara nelayan sendiri bukan tidak perduli dengan terumbu karang.. hanya saja banyak nelayan yang mementingkan perut mereka sehari-hari... jangan buruk sangka dahulu... ternyata yang menjadi perusak terumbu karang adalah nelayan besar atau nelayan yang ingikan hasil besar tanpa harus menggunakan alat yang diijinkan.. saya sendiri sudah melakukan beberapa pendekatan kepada nelayan untuk peduli dengan terumbu karang dan nyatanya mereak yang mengeluh karena terumbu karang yang ada sudah hancur oleh penangkapan ikan yang menggunakan trawl atau sejenisnya... tapi ada contoh bagus di wilayah TPI cangkol yang sekarang ini bisa memanfaatkan rumpun menjadi pencaharian hidup nelayan disana.. ada perdebatan tapi semakin hari semakin baik ....
Posting Komentar