13 November, 2009

Tumbuhan Laut Merupakan Kunci Rahasia Untuk Pencegahan Pemanasan Global

Hutan mangrove, rawa masin (salt marshes) dan padang lamun (seagrass beds), mencakup kurang dari 1 persen dari seluruh luasan dasar laut samudra dunia, tetapi dapat mengikat lebih separuh dari seluruh karbon yang terkubur di dasar laut.
Kehidupan dalam laut mempunyai potensi membantu pencegahan pemanasan global, demikian menurut satu laporan yang baru saja diterbitkan.Tumbuhan laut dapat menyerap 2 milliar ton karbondioksida dari atmosfer setiap tahun, tetapi sebagian besar plankton yang bertanggung jawab akan hal itu tak pernah mengendap sampai ke dasar laut untuk menjadi gudang penyimpanan karbon yang permanen.
Lain halnya dengan hutan mangrove, rawa masin dan padang lamun. Meskipun mereka seluruhnya hanya mencakup kurang dari 1 persen dari luasan dasar laut samudra, namun mereka dapat mengunci lebih separuh karbon yang terkubur di dasar laut. Mereka diperkirakan mengikat sekitar 1.650 juta ton karbondioksida per tahun – kurang lebih separuh dari emisi dari kegiatan transportasi global – hingga membuat mereka merupakan carbon sinks yang paling besar di bumi ini. Akan tetapi kini kapasitasnya untuk menyerap emisi karbon berada dalam ancaman: habitatnya semakin hilang (habitat loss) dengan laju sekitar 7 peren per tahun, atau sampai 15 kali lebih laju dari yang dialami hutan-hujan tropis. Bahkan sekitar sepertiganya telah lenyap.
Sekitar 50 persen umat manusia di bumi ini menghuni daerah pesisir sampai selebar 65 mil dari pantai, dan ini memberikan tekanan yang amat berat terhadap lingkungan pantai. Sejak tahun 1940-an, sebagian Asia telah kehilangan 90 persen hutan mangrovenya, melenyapkan daerah pemijahan dan asuhan bagi ikan-ikan, dan juga perlindungan bagi masyarakat lokal terhadap hantaman badai.
Daerah rawa masin dekat muara sungai dan delta mengalami nasib yang serupa, karena dialihkan untuk berbagai kegiatan pembangunan. Padahal, ekosistem ini sangat kaya akan berbagai jenis tumbuhan yang mampu mengikat karbon. Padang lamun acapkali dapat meningkatkan dasar laut sampai tiga meter karena mereka mengendapkan hamparan lamun yang telah mati, tetapi air yang keruh menghambat mereka untuk mendapatkan sinar surya.“Kami telah mengetahui bahwa ekosistem laut kita merupakan asset yang bernilai triliunan dolar yang terkait dengan sektor pariwisata, perthanan pantai, perikanan dan jasa-jasa penjernihan air. Kini semakin jelas bahwa semua itu dapat merupakan mitra untuk melawan perubahan iklim”, demikian tutur Achin Steiner, UN Under-Secretary General.
Potensi kontribusi laut sebagai carbon sink selama ini masih terabaikan, demikian menurut laporan hasil kerjasama UNEP (United Nations Environment Programme), FAO (Food and Agricultural Organization) dan UNESCO (United Nation Education, Scientific and Cultural Organization).
Data yang akurat tentang habitat ini amat sulit diperoleh, dan diperkirakan mungkin dua kali lebih rendah dari estimasi yang digunakan dalam laporan.“Kapasitas untuk menguburkan karbon oleh habitat tumbuhan laut ini sangat fenomenal, 180 kali lebih besar dari pada rata-rata laju penguburan di samudra terbuka” demikian menurut penulis itu. Hasilnya, dapat dikunci sekitar 50 – 70 persen karbon organik ke dasar samudra.
Untuk melindunginya para penulis menyarankan agar dibentuk Dana Karbon Biru (Blue Carbon Fund) untuk membantu negara-negara berkembang melindungi habitat laut mereka. Carbon sinks di laut harus dapat pula diperdagangkan seperti halnya dengan hutan-hutan daratan, kata mereka. Bersama dengan skema PBB untuk mereduksi penggundulan hutan, habitat laut itu dapat mereduksi sampai 25 persen reduksi emisi yang dibutuhkan agar pemanasan global di bawah 2oC (3.5oF).Christian Nellemann, editor laporan itu menuturkan: “Kecenderungan (trend) sekarang menunjukkan bahwa ekosistem-ekosistem itu sebagian besar akan hilang dalam beberapa dekade mendatang”.(Sumber: Times online, 14 Oktober 2009)Source : CRITC COREMAP-LIPI

Tidak ada komentar: