Aktivitas penangkapan berlebih dan praktek perikanan merusak menggunakan potasium sianida dan bom ikan menjadi ancaman utama populasi kima atau kerang laut raksasa (tridacna). Sedikitnya tiga spesies di Kabupaten Maluku Tenggara, Provinsi Maluku Utara, terancam hilang.
“Spesies yang sudah jarang ditemukan itu adalah Tridacna gigas , T.croasea, dan T.maxima,” kata Demianus Walewowan, peneliti dari Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) loka konservasi biota laut LIPI Tual, Jumat (21/8).
Menurut dia, ketiga spesies kima tersebut sudah sulit dijumpai akibat penangkapan ikan menggunakan bahan kimia dan bahan peledak yang merusak terumbu karang. Padahal terumbu karang di pesisir pantai Maluku Tenggara selama ini menjadi habitat berbagai spesies kima tersebut.
“Kami menyelam di beberapa lokasi di perairan Malra dan menemukan banyak terumbu karang yang biasaya menjadi habitat aneka jenis ikan dan kima sudah terkena racun potasium,” katanya.
Selain ketiga spesies kima tersebut, masih ada satu spesies kima lainnya yang sempat terancam punah tetapi berhasil dikembangbiakkan melalui proses pemijaan di dalam akuarium dan laboratorium LIPI Tual.
Spesies yang disebut kima sisik (Tridacna squamosa) itu dikembangkan dari seekor induknya yang berukuran panjang 75 cm dan tinggi 25 cm melalui proses pemijahan selama dua minggu, dan menghasilkan sekitar lima juta sel telur berukuran 1-9 milimikron.
Setelah melewati masa dua minggu, yang berhasil memasuki fase juvenil (fase awal anakan kima) hanya mencapai 40.000 ekor, sisanya mati.
Tingginya angka kematian bibit kima itu disebabkan salinitas dan ph (tingkat keasaman) air yang tinggi dan kadar oksigen rendah. Kedua pendukung hidrologi itu sudah terganggu akibat pencemaran laut.
“Pasokan air laut yang kami isi dalam aquarium berasal dari Teluk Gelantidi, Kecamatan Kei Kecil (Malra) dan setelah diteliti ternyata kondisi air lautnya tercemar” katanya.
Pemijahan anakan kima sisik membutuhkan waktu 30 hari untuk berkembang dari fase veniger menjadi juvenil dan akhirnya tumbuh menjadi kima baru yang siap disebarkan di perairan pantai.
Sumber : Media Indonesia, Agustus 2009
“Spesies yang sudah jarang ditemukan itu adalah Tridacna gigas , T.croasea, dan T.maxima,” kata Demianus Walewowan, peneliti dari Unit Pelaksana Tekhnis (UPT) loka konservasi biota laut LIPI Tual, Jumat (21/8).
Menurut dia, ketiga spesies kima tersebut sudah sulit dijumpai akibat penangkapan ikan menggunakan bahan kimia dan bahan peledak yang merusak terumbu karang. Padahal terumbu karang di pesisir pantai Maluku Tenggara selama ini menjadi habitat berbagai spesies kima tersebut.
“Kami menyelam di beberapa lokasi di perairan Malra dan menemukan banyak terumbu karang yang biasaya menjadi habitat aneka jenis ikan dan kima sudah terkena racun potasium,” katanya.
Selain ketiga spesies kima tersebut, masih ada satu spesies kima lainnya yang sempat terancam punah tetapi berhasil dikembangbiakkan melalui proses pemijaan di dalam akuarium dan laboratorium LIPI Tual.
Spesies yang disebut kima sisik (Tridacna squamosa) itu dikembangkan dari seekor induknya yang berukuran panjang 75 cm dan tinggi 25 cm melalui proses pemijahan selama dua minggu, dan menghasilkan sekitar lima juta sel telur berukuran 1-9 milimikron.
Setelah melewati masa dua minggu, yang berhasil memasuki fase juvenil (fase awal anakan kima) hanya mencapai 40.000 ekor, sisanya mati.
Tingginya angka kematian bibit kima itu disebabkan salinitas dan ph (tingkat keasaman) air yang tinggi dan kadar oksigen rendah. Kedua pendukung hidrologi itu sudah terganggu akibat pencemaran laut.
“Pasokan air laut yang kami isi dalam aquarium berasal dari Teluk Gelantidi, Kecamatan Kei Kecil (Malra) dan setelah diteliti ternyata kondisi air lautnya tercemar” katanya.
Pemijahan anakan kima sisik membutuhkan waktu 30 hari untuk berkembang dari fase veniger menjadi juvenil dan akhirnya tumbuh menjadi kima baru yang siap disebarkan di perairan pantai.
Sumber : Media Indonesia, Agustus 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar