Kupang, (ANTARA) - Pulau Bidadari yang merupakan bagian dari gugusan pulau-pulau cantik menuju Taman Nasional Komodo (TNK) di ujung barat Pulau Flores, Nusa Tenggara Timur (NTT), namanya cukup populer sekitar tahun 2006.
Ketika itu, media massa memberitakan bahwa pulau berpasir putih dengan luas sekitar 30 hektare itu, sudah dibeli dan dikuasai oleh seorang warga negara Inggris bernama Ernest Lewan Dawsky.
Pulau tersebut dibeli dari Haji Machmud, seorang penduduk Labuanbajo di Kabupaten Manggarai Barat dengan harga sekitar Rp495 juta.
Setelah pulau itu dikuasai dan dikelola menjadi sebuah objek wisata yang memikat wisatawan, penduduk asli Labuanbajo pun dilarang masuk ke pulau tersebut dan melarang para nelayan mencari ikan di sekitar Pulau Bidadari.
Ketika mencuatnya kabar penjualan pulau ke tangan orang asing itu, Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang (saat itu), Kol Inf APJ Noch Bola, menginstruksikan para prajurit TNI-AD di Kodim Manggarai untuk menancapkan Bendera Merah Putih di atas pulau itu.
Ernest Lewan Dawsky sempat menolak prajurit TNI yang mau menancapkan Bendera Merah Putih pada saat itu, namun para prajurit tetap bersikeras masuk dengan alasan bahwa Bidadari merupakan bagian dari kepulauan nusantara yang tak terpisahkan dari NKRI.
Setelah Bendera Merah Putih berhasil ditancapkan, aparat keamanan dari Bintara Pembina Desa (Babinsa) Manggarai Barat langsung ditempatkan di pulau itu untuk mengawasi setiap aktivitas warga negara asing yang masuk ke Bidadari.
Menurut Ernest, dia diberi kuasa oleh pemerintah daerah setempat untuk mengelola Pulau Bidadari. Di pulau yang tidak terlalu luas itu sudah dibangun beberapa villa dan dilengkapi fasilitas parabola serta mesin pengubah air laut menjadi air tawar.
Ia mengaku bahwa lahan di atas pulau itu sudah dibeli dari seorang penduduk Labuanbajo bernama Haji Machmud yang mengklaim sebagai pemilih lahan di atas pulau tersebut.
Proses jual beli Pulau Bidadari ini dilakukan dalam dua tahap. Awalnya tanah seluas 30 hektare dijual oleh Haji Machmud pada Juni 2000 dengan Rp495 juta, sedangkan penjualan kedua pada April 2002 dilakukan atas lahan seluas 15,4 hektare dengan harga Rp279 juta.
Bupati Manggarai (pada saat itu), Anthony Bagul Dagur telah mengeluarkan rekomendasi kepada Ernest Lewan Dosky sebagai Direktur PT Reefseekers Cathernest Lestary untuk melakukan konservasi pantai sekaligus memberikan izin lokasi untuk keperluan pembangunan resort.
Pada tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) selama 30 tahun dan dalam surat itu tercantum Ernest baru akan meninggalkan Pulau Bidadari pada 24 September 2035.
Pulau Bidadari merupakan salah satu dari empat pulau yang indah di Flores Barat dan satu dari 26 pulau kecil yang dekat dengan Pulau Komodo. Selain Pulau Komodo, pulau besar lainnya adalah Pulau Rinca dan Pulau Padar.
Ketiga pulau ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) dengan 11 buah gunung/bukit yang ada serta dengan puncak tertinggi yaitu Gunung Satalibo, sekitar 735 meter dari permukaan laut (dpl).
Daratan Pulau Bidadari ini dikelilingi oleh bukit, pohon dan pasir putih yang indah. Dengan pasir putih yang indah dan pantai yang tenang, maka Pulau Bidadari kerap juga disebut pulau pasir putih.
Ikan-ikan di pulau ini juga berciri khas tropikal. Pulau ini juga bagus untuk para penyuka olah raga `snorkling` atau `diving` (selam). Karena itulah, sangat disayangkan jika pulau yang berpotensi besar untuk pariwisata ini jatuh ke orang asing.
Ernest bersama isterinya, sampai sekarang masih tetap berstatus sebagai warga negara Inggris, namun aktivitasnya dalam mengembangkan usaha pariwisata di Pulau Bidadari masih tetap berjalan seperti biasa, karena dia mengantongi izin usaha dari pemerintah daerah.
Sejumlah pulau terluar di NTT seperti Menggudu di selatan Pulau Sumba bagian timur, Pulau Ndana di Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Batek Kabupaten Kupang, sempat dihuni oleh warga negara asing untuk kegiatan pariwisata, namun langkah itu berhasil dibendung setelah TNI menempatkan para prajuritnya di pulau-pulau tersebut.
Aktivitas nyata
Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Wilhelmus Wetan Soge mengatakan, lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, sebenarnya menjadi sebuah pelajaran bagi Indonesia untuk menata pulau-pulau terluar dengan aktivitas nyata.
"Secara hukum, kedua pulau itu masuk dalam teritorial Indonesia, namun tidak ada bukti yang mendukungnya. Malaysia memiliki bukti hukum yang akurat, karena pulau tersebut dikelola menjadi objek wisata," katanya mencontohkan.
Menurut dia, konsep menjadikan pulau terluar sebagai serambi depan Indonesia di mata negara tetangga, harus diwujudkan dalam sebuah aktivitas nyata, bukan hanya sekadar dengan menanam bendera atau lampu mercusuar di pulau terluar itu.
Pulau-pulau terluar dari wilayah kepulauan Indonesia berpotensi dicaplok atau dijual kepada pihak asing, karena lemahnya sistem pengawasan negara terhadap pulau-pulau terluar yang disebut sebagai serambi depan Indonesia itu, katanya.
"Jika pulau terluar itu merupakan serambi depan rumah kita (Indonesia), harus ditata dan dikelola dengan baik sehingga ada aktivitas warga negara di pulau itu. Tidak bisa kita klaim dengan hanya menanam bendera atau memasang lampu mercusuar," katanya.
Menurut dia, masyarakat yang berada di pulau-pulau terluar yang letaknya lebih dekat dengan negara tetangga seperti di wilayah utara Sulawesi dengan Filipina, lebih cenderung berorientasi ke Filipina karena mereka sudah lama membangun hubungan komunikasi dan dagang dengan masyarakat di negara itu.
"Jika persoalan ini tidak secepatnya diatasi, tidak tertutup kemungkinan banyak pulau kecil yang berada di luar wilayah kepulauan Indonesia, akan dijual kepada pihak asing atau memilih bergabung dengan negara lain akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap rakyat di wilayahnya masing-masing," katanya.
"Pulau Bidadari yang bukan masuk dalam kategori pulau terluar, dengan mudah jatuh ke tangan asing, bagaimana dengan pulau-pulau terluar yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah? Pulau itu, berpotensi untuk dijual atau dicaplok oleh negara tetangga seperti dalam sejumlah kasus belakangan ini," katanya.
Ketika itu, media massa memberitakan bahwa pulau berpasir putih dengan luas sekitar 30 hektare itu, sudah dibeli dan dikuasai oleh seorang warga negara Inggris bernama Ernest Lewan Dawsky.
Pulau tersebut dibeli dari Haji Machmud, seorang penduduk Labuanbajo di Kabupaten Manggarai Barat dengan harga sekitar Rp495 juta.
Setelah pulau itu dikuasai dan dikelola menjadi sebuah objek wisata yang memikat wisatawan, penduduk asli Labuanbajo pun dilarang masuk ke pulau tersebut dan melarang para nelayan mencari ikan di sekitar Pulau Bidadari.
Ketika mencuatnya kabar penjualan pulau ke tangan orang asing itu, Komandan Korem 161/Wirasakti Kupang (saat itu), Kol Inf APJ Noch Bola, menginstruksikan para prajurit TNI-AD di Kodim Manggarai untuk menancapkan Bendera Merah Putih di atas pulau itu.
Ernest Lewan Dawsky sempat menolak prajurit TNI yang mau menancapkan Bendera Merah Putih pada saat itu, namun para prajurit tetap bersikeras masuk dengan alasan bahwa Bidadari merupakan bagian dari kepulauan nusantara yang tak terpisahkan dari NKRI.
Setelah Bendera Merah Putih berhasil ditancapkan, aparat keamanan dari Bintara Pembina Desa (Babinsa) Manggarai Barat langsung ditempatkan di pulau itu untuk mengawasi setiap aktivitas warga negara asing yang masuk ke Bidadari.
Menurut Ernest, dia diberi kuasa oleh pemerintah daerah setempat untuk mengelola Pulau Bidadari. Di pulau yang tidak terlalu luas itu sudah dibangun beberapa villa dan dilengkapi fasilitas parabola serta mesin pengubah air laut menjadi air tawar.
Ia mengaku bahwa lahan di atas pulau itu sudah dibeli dari seorang penduduk Labuanbajo bernama Haji Machmud yang mengklaim sebagai pemilih lahan di atas pulau tersebut.
Proses jual beli Pulau Bidadari ini dilakukan dalam dua tahap. Awalnya tanah seluas 30 hektare dijual oleh Haji Machmud pada Juni 2000 dengan Rp495 juta, sedangkan penjualan kedua pada April 2002 dilakukan atas lahan seluas 15,4 hektare dengan harga Rp279 juta.
Bupati Manggarai (pada saat itu), Anthony Bagul Dagur telah mengeluarkan rekomendasi kepada Ernest Lewan Dosky sebagai Direktur PT Reefseekers Cathernest Lestary untuk melakukan konservasi pantai sekaligus memberikan izin lokasi untuk keperluan pembangunan resort.
Pada tahun 2005, Pemerintah Kabupaten Manggarai Barat menerbitkan sertifikat hak guna bangunan (HGB) selama 30 tahun dan dalam surat itu tercantum Ernest baru akan meninggalkan Pulau Bidadari pada 24 September 2035.
Pulau Bidadari merupakan salah satu dari empat pulau yang indah di Flores Barat dan satu dari 26 pulau kecil yang dekat dengan Pulau Komodo. Selain Pulau Komodo, pulau besar lainnya adalah Pulau Rinca dan Pulau Padar.
Ketiga pulau ini masuk dalam kawasan Taman Nasional Komodo (TNK) dengan 11 buah gunung/bukit yang ada serta dengan puncak tertinggi yaitu Gunung Satalibo, sekitar 735 meter dari permukaan laut (dpl).
Daratan Pulau Bidadari ini dikelilingi oleh bukit, pohon dan pasir putih yang indah. Dengan pasir putih yang indah dan pantai yang tenang, maka Pulau Bidadari kerap juga disebut pulau pasir putih.
Ikan-ikan di pulau ini juga berciri khas tropikal. Pulau ini juga bagus untuk para penyuka olah raga `snorkling` atau `diving` (selam). Karena itulah, sangat disayangkan jika pulau yang berpotensi besar untuk pariwisata ini jatuh ke orang asing.
Ernest bersama isterinya, sampai sekarang masih tetap berstatus sebagai warga negara Inggris, namun aktivitasnya dalam mengembangkan usaha pariwisata di Pulau Bidadari masih tetap berjalan seperti biasa, karena dia mengantongi izin usaha dari pemerintah daerah.
Sejumlah pulau terluar di NTT seperti Menggudu di selatan Pulau Sumba bagian timur, Pulau Ndana di Kabupaten Rote Ndao dan Pulau Batek Kabupaten Kupang, sempat dihuni oleh warga negara asing untuk kegiatan pariwisata, namun langkah itu berhasil dibendung setelah TNI menempatkan para prajuritnya di pulau-pulau tersebut.
Aktivitas nyata
Pengamat hukum internasional dari Universitas Nusa Cendana (Undana) Kupang, Wilhelmus Wetan Soge mengatakan, lepasnya Pulau Sipadan dan Ligitan ke tangan Malaysia, sebenarnya menjadi sebuah pelajaran bagi Indonesia untuk menata pulau-pulau terluar dengan aktivitas nyata.
"Secara hukum, kedua pulau itu masuk dalam teritorial Indonesia, namun tidak ada bukti yang mendukungnya. Malaysia memiliki bukti hukum yang akurat, karena pulau tersebut dikelola menjadi objek wisata," katanya mencontohkan.
Menurut dia, konsep menjadikan pulau terluar sebagai serambi depan Indonesia di mata negara tetangga, harus diwujudkan dalam sebuah aktivitas nyata, bukan hanya sekadar dengan menanam bendera atau lampu mercusuar di pulau terluar itu.
Pulau-pulau terluar dari wilayah kepulauan Indonesia berpotensi dicaplok atau dijual kepada pihak asing, karena lemahnya sistem pengawasan negara terhadap pulau-pulau terluar yang disebut sebagai serambi depan Indonesia itu, katanya.
"Jika pulau terluar itu merupakan serambi depan rumah kita (Indonesia), harus ditata dan dikelola dengan baik sehingga ada aktivitas warga negara di pulau itu. Tidak bisa kita klaim dengan hanya menanam bendera atau memasang lampu mercusuar," katanya.
Menurut dia, masyarakat yang berada di pulau-pulau terluar yang letaknya lebih dekat dengan negara tetangga seperti di wilayah utara Sulawesi dengan Filipina, lebih cenderung berorientasi ke Filipina karena mereka sudah lama membangun hubungan komunikasi dan dagang dengan masyarakat di negara itu.
"Jika persoalan ini tidak secepatnya diatasi, tidak tertutup kemungkinan banyak pulau kecil yang berada di luar wilayah kepulauan Indonesia, akan dijual kepada pihak asing atau memilih bergabung dengan negara lain akibat kurangnya perhatian pemerintah terhadap rakyat di wilayahnya masing-masing," katanya.
"Pulau Bidadari yang bukan masuk dalam kategori pulau terluar, dengan mudah jatuh ke tangan asing, bagaimana dengan pulau-pulau terluar yang tidak mendapat perhatian dari pemerintah? Pulau itu, berpotensi untuk dijual atau dicaplok oleh negara tetangga seperti dalam sejumlah kasus belakangan ini," katanya.
2 komentar:
koq ga ada gambar pulaunya sih ???
sungguh di sayangkan jika jatuh ke tangan asing ..
Posting Komentar