Komisi E DPRD Sumut kesal melihat maraknya operasional Pukat Trawl menangkapi ikan di wilayah nelayan tradisional di kawasan Pantai Deliserdang, sehingga nelayan semakin menjerit dan berharap kepada aparat penegak hukum segera menertibkan operasional Pukat Trawl pembunuh mata pencaharian nelayan tradisional tersebut.
Kekesalan itu dilontarkan anggota Komisi E DPRD Sumut yang juga anggota dewan Dapem Deliserdang Abul Hasan Harahap SAg kepada wartawan, Jumat (5/12) di DPRD Sumut menyampaikan hasil temuan resesnya ke Kabupaten Deliserdang.
“Pada saat Tim Reses melakukan pertemuan dengan nelayan tradisional Pantai Deliserdang, mereka sangat mengeluh akan keganasan Pukat Trawl mengeruk ikan-ikan di daerah tangkapan nelayan tradisionil, sehingga kehidupan nelayan saat ini cukup memprihatinkan,” jelas Abul Hasan.
Pasalnya, ungkap Abul, saat dilakukan peninjauan ke lapangan, hampir seluruh lahan sepanjang Pantai Deliserdang telah dikuasai para pemilik modal untuk dijadikan tambak dan jikapun ada lahan telah dikuasai Pukat Trawl, sehingga nelayan tradisionil semakin terjepit. “Bahkan nyaris hutan bakau yang menjadi tempat ikan dan udang bertelur telah hancur dibabat untuk dijadikan tambak,” ujar Abul Hasan sembari berharap agar aparat penegak hukum segera bertindak membersihkan operasional Pukat Trawl dan para pembabat hutan Bakau.
Abul juga mengungkapkan keganasan pukat trawl memiliki alat penangkap ikan yang dapat merusak biota laut seperti terumbu karang, sehingga nelayan tradisional yang selama ini menangkap ikan di wilayah perairan sekitar empat mil dari garis pantai, tidak bisa lagi mencari nafkah menghidupi keluarganya.
“Karena ikan-ikan di wilayah itu tidak ada lagi yang bisa ditangkap.. Sedangkan untuk menangkap ikan di tengah laut, nelayan tradisional tidak memiliki alat yang canggih seperti yang dimiliki Pukat Trawl. Diperparah lagi, terjadinya Global Warning (pemanasan global) yang membuat seringnya terjadi gelombang laut cukup tinggi yang sangat berbahaya bagi perahu motor kecil,” katanya.
Keadaan seperti ini yang membuat para nelayan tradisional hidup dalam kesengsaraan. Bahkan tidak jarang mereka kembali dari laut tanpa memperolah apa-apa. Hal ini yang perlu. Jika selama ini kebijakan pemerintah hanya dengan memberi bantuan alat-alat tangkap bagi para nelayan tradisional, sekarang sudah saatnya diiringi dengan perbaikan alam sepanjang pantai serta penegakan hukum yang tegas, sehingga bisa merubah nasib nelayan tradisional. (M10/o)
Kekesalan itu dilontarkan anggota Komisi E DPRD Sumut yang juga anggota dewan Dapem Deliserdang Abul Hasan Harahap SAg kepada wartawan, Jumat (5/12) di DPRD Sumut menyampaikan hasil temuan resesnya ke Kabupaten Deliserdang.
“Pada saat Tim Reses melakukan pertemuan dengan nelayan tradisional Pantai Deliserdang, mereka sangat mengeluh akan keganasan Pukat Trawl mengeruk ikan-ikan di daerah tangkapan nelayan tradisionil, sehingga kehidupan nelayan saat ini cukup memprihatinkan,” jelas Abul Hasan.
Pasalnya, ungkap Abul, saat dilakukan peninjauan ke lapangan, hampir seluruh lahan sepanjang Pantai Deliserdang telah dikuasai para pemilik modal untuk dijadikan tambak dan jikapun ada lahan telah dikuasai Pukat Trawl, sehingga nelayan tradisionil semakin terjepit. “Bahkan nyaris hutan bakau yang menjadi tempat ikan dan udang bertelur telah hancur dibabat untuk dijadikan tambak,” ujar Abul Hasan sembari berharap agar aparat penegak hukum segera bertindak membersihkan operasional Pukat Trawl dan para pembabat hutan Bakau.
Abul juga mengungkapkan keganasan pukat trawl memiliki alat penangkap ikan yang dapat merusak biota laut seperti terumbu karang, sehingga nelayan tradisional yang selama ini menangkap ikan di wilayah perairan sekitar empat mil dari garis pantai, tidak bisa lagi mencari nafkah menghidupi keluarganya.
“Karena ikan-ikan di wilayah itu tidak ada lagi yang bisa ditangkap.. Sedangkan untuk menangkap ikan di tengah laut, nelayan tradisional tidak memiliki alat yang canggih seperti yang dimiliki Pukat Trawl. Diperparah lagi, terjadinya Global Warning (pemanasan global) yang membuat seringnya terjadi gelombang laut cukup tinggi yang sangat berbahaya bagi perahu motor kecil,” katanya.
Keadaan seperti ini yang membuat para nelayan tradisional hidup dalam kesengsaraan. Bahkan tidak jarang mereka kembali dari laut tanpa memperolah apa-apa. Hal ini yang perlu. Jika selama ini kebijakan pemerintah hanya dengan memberi bantuan alat-alat tangkap bagi para nelayan tradisional, sekarang sudah saatnya diiringi dengan perbaikan alam sepanjang pantai serta penegakan hukum yang tegas, sehingga bisa merubah nasib nelayan tradisional. (M10/o)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar