Hampir setengah tahun ini Beny Manggapro (65) setiap sore hanya nangkring, duduk di atas dahan ranting pohon ketapang yang menjulur ke laut. Matanya sayu menatap riak- riak air yang tak lagi memantulkan warna biru cerah yang bermandi sinar matahari. Dari batas ujung barat ke timur perairan pantai Kampung Warwanai yang tampak hanya warna coklat lumpur.
Ia masih ingat beberapa waktu lalu perairan setempat masih jernih berwarna kebiruan. Ia dan warga sekitar tinggal mengayuh kole-kole, menebar kail, dan mendapatkan berbagai ikan karang. Kalau sanggup menyelam, aneka biota ada di dasar laut.
Namun, kini, bagian dari laut Raja Ampat, Papua Barat, yang tersohor itu mulai menutup pintu berkah hasil alamnya. Material lumpur yang mengendap dan partikel halusnya yang melayang-layang di air membuat ikan tak lagi betah di situ. Biota air yang lambat dan tak dapat bergerak seperti karang, kerang, teripang, dan udang tak mampu mempertahankan kehidupannya. Mereka mati karena lingkungan dipenuhi lumpur.
Pada awal Agustus kemarin, ketika air pasang-turun ketinggian lumpur di pinggir pantai dapat mencapai pinggang orang dewasa. Saat pasang-naik, perairan setempat berwarna coklat kemerahan. Dari atas pesawat patroli TNI Angkatan Laut, Cassa P-851, yang melintas ke Pulau Waigeo, 17 Juli, kerusakan lingkungan ini tampak sangat jelas. Garis pantai selebar hingga 100 meter membentuk jalur berwarna kecoklatan. Di atas perbukitannya, tampak jalur-jalur berwarna coklat merobek hijau daratan setempat. Jalur-jalur itu merupakan jalan dan gerusan alat-alat berat milik perusahaan tambang nikel PT Karunia Alam Waigeo (KAW).
Bupati Raja Ampat Markus Wanma memberikan waktu 15 tahun bagi perusahaan asal Karawang ini secara ”bebas” mengoyak keindahan kabupaten kepulauan bahari ini. Tak hanya KAW, beberapa perusahaan tambang nikel pun hingga kini masih beroperasi, di antaranya PT Anugrah Surya Pratama beserta grupnya, PT Anugrah Surya Indotama, yang beroperasi di Manoram.
Sebelumnya, ada PT Kawei Minning Sejahtera (KMS) yang menambang di Pulau Kawei, sebelah barat Pulau Waigeo. Namun, kini perusahaan milik anggota DPRP, Daniel Daat, ini ditutup paksa setelah berselisih dengan Bupati Markus Wanma.
Kawasan konservasi
Peta Balai Konservasi Sumber Daya Alam (KSDA) Sorong menunjukkan areal tambang berbagai perusahaan tambang ini berimpitan dengan kawasan konservasi. Lahan konsesi PT KAW ini berada di dekat zona penunjukan cagar alam Pulau Waigeo Timur yang diatur dalam Surat Keputusan Menteri Kehutanan Nomor 251/Kpts-II/ 1996, 3 Juni 1996.
Wilayah daratan ini menjadi habitat satwa kakatua jambul kuning (Cacatua galerita triton), cenderawasih (Paradise rubra), raja udang hutan (Halycon macleayii), julang irian (Aceros Plicatus), kakatua raja (Probosciger atterimus), bayan (Lorius floratus), nuri merah kepala hitam (Lorius domisella), mambruk (Caura cristata), dan maleo (Magrocephalon maleo). Selain fauna yang dilindungi itu, ada anggrek waigeo yang hanya tumbuh di daerah ini.
Cagar Alam Waigeo Timur secara geografis terletak antara 130° 33’ 51” sampai 130° 55’ 54” bujur timur dan 0° 02’ 27” sampai 0° 08’ 51” lintang selatan. Jenis batuan aluvium undak, neogen, dan batuan basa termasuk kelompok efiolit di timur. Jenis tanah rendzina, red yellow podsolik, dan gray brown podsolik. Tipe iklim A dengan curah hujan rata-rata 4.-62 milimeter dan rata-rata hujan 203,9 hari per tahun.
Kepala Bidang I Balai Besar KSDA Sorong, Suartana, mengaku sedang menyelidiki dampak aktivitas tambang PT KAW. Ia mengaku sedikit tahu aktivitas pertambangan ini. Pasalnya, peraturan Bupati Raja Ampat tentang pemberian kuasa pertambangan hanya ditembuskan ke Menteri ESDM, Mendagri, dan Gubernur, tidak ditembuskan ke Menteri Kehutanan maupun Menneg Lingkungan Hidup.
Adapun Komandan Lanal Sorong Yudo Margono yang langsung bergerak melaporkan kerusakan lingkungan ini ke Polres Raja Ampat. Mereka dituding lalai dalam menerapkan dokumen analisis mengenai dampak lingkungan (amdal). Lanal Sorong mencatat PT KAW ini sudah tujuh kali mengekspor bahan galian mengandung nikel ke China, rata-rata setiap pengapalan 35.000 ton.
Adapun menurut data Forum Kerja Sama LSM Regio Kepala Burung, pengiriman nikel ke Queensland, Australia, sejak 2004 hingga awal 2008 diperkirakan telah 15 kali, rata-rata bermuatan 50.000 ton bahan galian nikel. Menurut data Dinas Pertambangan dan Energi Raja Ampat, terdapat 16 perusahaan tambang nikel yang sedang dalam tahap eksplorasi, eksploitasi, maupun penyusunan amdal. Beberapa di antaranya beralamat kantor sama. PT. KMS tidak dicantumkan dalam daftar.
Namun, menurut Asisten II Raja Ampat, Samuel Belseram, hanya tiga perusahaan yang kini masih aktif, yaitu KAW di Warwanai, PT Anugrah Surya Pratama, PT Anugrah Surya Indotama di Manoram seluas 9.500 ha. Sebagai daerah yang telah dideklarasikan sebagai kawasan konservasi laut daerah, Raja Ampat seharusnya mulai menata diri dan berfokus pada bidang nonpertambangan. Sebab, eksploitasi lingkungan ini pasti berdampak negatif pada lingkungan dan merusak daya tarik wisata alam yang sudah mendunia itu. Kamis, 9 Oktober 2008, kompas.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar