Pemerintah melarang penggunaan rumpon berbahan ban bekas di perairan
Direktur Jenderal Perikanan Tangkap Departemen Kelautan dan Perikanan Ali Supardan mengemukakan, pihaknya segera menerbitkan
Kepala Pusat Data dan Informasi Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP) Soen’an Hadi Poernomo mengemukakan bahwa ban bekas mengandung senyawa dioksin, yaitu ”2,3,7,8-toxic strong TCDD” yang membahayakan kesehatan makhluk hidup. Studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) itu menyebutkan, senyawa itu mengandung racun yang berbahaya dan memicu penyebab kanker.
Di Amerika Serikat, pemakaian rumpon ban bekas gencar dilakukan pada tahun 1970-an, tetapi belakangan rumpon itu diambil kembali dari laut. Rumpon berbahan ban bekas telah banyak digunakan di sejumlah lokasi perairan di Jawa Tengah dan Jawa Barat.
Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) di Semarang bahkan sejak 2003 mengembangkan rumpon dasar dari rangkaian ban bekas untuk dipasok ke beberapa wilayah perairan di Kabupaten Demak, Pati, Rembang, dan Pekalongan di Jawa Tengah.
Buktikan dulu
Kepala Bidang Penyebaran Teknologi Balai Besar Pengembangan Penangkapan Ikan (BPPI) Semarang Nur Bambang mengemukakan, indikasi bahaya rumpon ban bekas masih harus dibuktikan dan diuji melalui riset pemerintah. Menurut Nur, penggunaan ban bekas selama ini sudah menjadi bagian dari kearifan lokal masyarakat, di antaranya dipakai pada sumur-sumur air masyarakat untuk mengerek ember air.
Pemerintah menerbitkan aturan tentang pemasangan dan pemanfaatan rumpon tahun 2004. Berdasarkan kajian, penggunaan rumpon dapat menghemat penggunaan BBM dan waktu tangkap bagi nelayan, serta meningkatkan hasil tangkapan hingga tiga kali lipat.
Pada tahun 2008, DKP menyiapkan dana Rp 15 miliar untuk pengadaan rumpon. Jenis rumpon terdiri atas rumpon permukaan air (rumpon pelagis) dan dasar perairan (rumpon dasar). Rumpon yang dipasang di permukaan atau dasar laut merupakan ”hunian alternatif” yang memikat kelompok ikan untuk berlindung di dalamnya serta berkumpul di sekitar rumpon. Berkumpulnya ikan itu dimanfaatkan nelayan untuk menjaring ikan. (lkt) Jakarta, Kompas - Jumat, 19 September 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar