Pencemaran berbagai zat kimia berbahaya di Sungai Kapuas di Kalimantan Barat saat ini sudah terjadi mulai bagian hulu hingga hilir sungai. Untuk itu, Pemerintah Provinsi Kalbar berupaya meminimalisasi pencemaran tersebut dengan merancang peraturan daerah tentang standardisasi kualitas air sungai.
”Sungai Kapuas tak hanya tercemari zat kimia merkuri, tetapi juga limbah pabrik, bakteri coli, dan ada juga indikasi tercemar pestisida dari perkebunan,” kata Ketua Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Kalbar Tri Budiarto di Pontianak, Selasa (16/9).
Dari penelitian Fakultas MIPA Universitas Tanjungpura Pontianak pertengahan 2008 di hulu Sungai Kapuas, di Kabupaten Sintang dan Sekadau, tampak bahwa sungai dengan panjang 1.086 kilometer itu secara kimiawi dan biologis sudah tercemar.
Dekan Fakultas MIPA Untan Thamrin Usman mengungkapkan, hasil penelitian di Sekadau menemukan kandungan merkuri (Hg) mencapai 0,2 ppb ( parts per billion) dua kali lipat di atas ambang batas normal. Penelitian di Kabupaten Sintang menemukan kandungan Hg hingga 0,4 ppb. Dia yakin, pencemaran seperti itu di hulu pasti berdampak ke hilir
Temuan ini melengkapi penelitian beberapa tahun sebelumnya, saat ditemukan kandungan Hg yang melebihi ambang batas di bagian hilir Sungai Kapuas.
Merkuri merupakan bahan kimia yang biasa digunakan untuk memurnikan butiran emas pada penambangan emas tanpa izin. Merkuri yang masuk ke tubuh manusia bisa mengganggu sistem saraf dan sistem enzym yang berguna bagi metabolisme tubuh. Dampak pada manusia: menderita tremor, hilang ingatan, mengganggu pertumbuhan janin.
Pihaknya juga menemukan adanya biota Benthos jenis Chironomous. Jenis ini hanya dapat hidup di daerah tercemar. Di sana juga dijumpai plankton yang hanya hidup di air tercemar.
Kondisi itu, kata Thamrin, ironis karena hampir semua PDAM di kabupaten/kota yang dilalui sungai itu menggunakan air Sungai Kapuas sebagai baku mutu air minum. Apalagi pengolahan air minum di PDAM-PDAM itu sederhana.
Kini Bapedalda Kalbar menyusun rancangan peraturan daerah standardisasi kualitas air sungai untuk mengurangi pencemaran, dengan mengatur mekanisme penentuan standar kualitas air sungai yang layak untuk dijadikan baku mutu air minum.
”Diharapkan ada target peningkatan kualitas air yang terukur. Target ini diharapkan akan mendorong pemerintah kabupaten/kota untuk tegas menertibkan pembuangan limbah pabrik, permukiman penduduk, serta aktivitas lain,” kata Tri. (WHY) Pontianak, Kompas Rabu, 17 September 2008
Tidak ada komentar:
Posting Komentar