03 Agustus, 2008

RI-Australia Beda Persepsi Soal Penangkapan Ikan Tradisional

JAKARTA--Perbedaan persepsi tentang penangkapan secara tradisional yang telah disepakati pemerintah Indonesia dan Australia melalui MoU Box pada tahun 1974 yang sering menimbulkan permasalahan pada nelayan Indonesia masih belum terselesaikan.


"Masalah perbedaan persepsi tentang cara penangkapan tradisional DKP dengan Departemen Pertanian dan Perikanan Australia diharapkan dapat diselesaikan bersama sehingga masalah pelanggaran perbatasan juga berkurang," kata Dirjen Pengawasan dan Pengendalian Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (P2SDKP) Departemen Kelautan dan Perikanan (DKP), Aji Sularso, saat melakukan keterangan pers bersama pihak Perlindungan Perbatasan Australia, di Jakarta, Senin.


Dia mengatakan selama ini memang sudah ada kesepakatan dua negara yang dituangkan melalui MoU Box 1974 yang memberikan ijin pada nelayan-nelayan tradisional Indonesia untuk menangkap beberapa jenis ikan maupun biota laut seperti teripang di empat pulau yang berada di wilayah perairan Australia, yakni di sekitar Pulau Ashmore, Cartier, Sandy, dan Browse.


Namun ternyata, menurut dia, setelah kesepakatan kedua negara tersebut disetujui muncul perbedaan persepsi tentang cara penangkapan tradisional di masing-masing negara. Selama ini pihak Australia berpendapat bahwa nelayan tradisional adalah mereka yang menggunakan semacam sampan dan bukan perahu besar.


Selain itu, dia mengatakan, Pemerintah Australia tidak mengakui jika perahu yang digunakan berukuran besar dan menggunakan mesin. Cara tangkap yang disetujui adalah yang tidak menggunakan alat tangkap yang dibenamkan ke laut seperti jala.


"Selain teripang nelayan tradisional yang kebanyakan dari Pulau Rote itu juga hanya boleh menangkap ikan pelagis yang muncul di permukaan saja," ujar dia.


Diharapkan perbedaan persepsi tentang penangkapan ikan secara tradisional tersebut dapat segera diselesaikan, ujar dia. Sehingga nantinya bisa ada penetapan ijin serta kuota penangkapan ikan untuk nelayan tradisional Indonesia di wilayah Australia yang telah ditetapkan tersebut.


"Bila perlu DKP akan memberikan alat transmiter di kapal-kapal yang memang memperoleh ijin tersebut sehingga pengawasannya akan lebih mudah nantinya," ujar dia.

Masalah lain tentang pelanggaran negara oleh nelayan Indonesia saat ini, menurut dia, tidak hanya terjadi pada nelayan tradisional saja, justru pelanggaran juga banyak dilakukan oleh nelayan-nelayan yang menggunakan perahu motor yang menangkap hiu untuk diambil siripnya hingga melintasi batas "Seabed Line" Australia.


"Mereka secara tidak sadar melintasi `seabed line` Australia untuk menangkap hiu itu. Memang jumlah hiu di Australia banyak karena adanya pembatasan penangkapan ikan jenis ini, karena itu banyak nelayan kita yang ke sana," ujar dia. antara/pur

Tidak ada komentar: