10 Maret, 2019

KKP dan FAO Bangun Ekosistem Laut Luas Indonesia

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) dan pemerintah daerah dari tujuh provinsi (Banten, Jabar, Jateng, Jatim, NTT, Kaltim dan NTB)  telah menyetujui rencana untuk meningkatkan pengelolaan Ekosistem Laut besar Indonesia (Indonesian Seas Large Marine Ecosystem/ISLME) dengan dukungan Badan Pangan dan Pertanian Perserikatan Bangsa-Bangsa (FAO). 

Ekosistem Laut besar (Large Marine Ecosystem) didefinisikan sebagai daerah pesisir yang memiliki produktivitas lebih tinggi daripada di daerah laut terbuka. Secara global, terdapat 66 ekosistem laut besar.  Ekosistem laut besar Indonesia merupakan yang terbesar di dunia dengan  500 spesies  terumbu karang, 2.500 spesies ikan laut, 47 spesies dari bakau dan 13 spesies lamun.
 
Lima area prioritas Ekosistem Laut besar Indonesia dalam program ini  terletak di pantai utara Jawa, Kalimantan Timur, Flores Timur, Lombok dan daerah perbatasan Batugede-Atapupu. Perencanaan terhadap kelima daerah tersebut diselesaikan dalam pertemuan di Bogor yang berakhir hari ini (6/3).

Program ini merupakan bagian dari proyek regional yang dilaksanakan oleh Indonesia dan Timor-Leste, meliputi 213 juta hektar perairan territorial, termasuk dalam Ekosistem Laut besar Indonesia (ISLME). Sekitar 185 juta orang yang tinggal di daerah itu sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan termasuk perikanan, akuakultur, produksi minyak dan gas, transportasi, dan pariwisata.

Wilayah Ekosistem Laut besar Indonesia telah menghadapi berbagai ancaman. Penangkapan ikan secara ilegal, tidak dilaporkan dan tidak diatur (IUU) merupakan ancaman serius bagi sumber daya perikanan,  termasuk di dalamnya penangkapan ikan lintas negara.  KKP memperkirakan bahwa kerugian dari penangkapan ikan illegal (IUU)  di perairan Indonesia berjumlah sampai USD 20 miliar per tahun.

Degradasi dan hilangnya ekosistem pesisir dan laut seperti hutan bakau, rumput laut dan terumbu karang di Ekosistem Laut besar Indonesia (ISLME), secara signifikan terus terjadi. Habitat ini  merupakan wilayah yang penting bagi habitat keanekaragaman hayati dan produktivitas perikanan.

Habitat ini saat ini berada di bawah tekanan langsung aktivitas manusia, serta perubahan iklim, dan berdampak pada sumber daya alam dan mata pencaharian mereka yang bergantung padanya.

“Di Indonesia, masyarakat di wilayah pesisir secara langsung bergantung pada laut sebagai sumber makanan dan pendapatan utama mereka. Bersama-sama dengan pemerintah daerah, inisiatif ini diharapkan dapat memberikan dampak yang positif dalam pengelolaan sumberdaya ikan khususnya pemulihan habitat dan stok ikan perairan pesisir dan laut yang selaras dengan rencana pengelolaan perikanan yang telah di tetapkan oleh kementerian” kata M. Zulficar Mochtar, Direktur Jenderal Perikanan Tangkap KKP, ketika menutup lokakarya. 

Sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia sangat bergantung pada industri pesisir dan kelautan, yang menyumbang 25% dari PDB negara dan menyerap lebih dari 15% tenaga kerja.

Kegiatan di lima lokasi prioritas akan mencakup demonstrasi implementasi pengelolaan dengan pendekatan ekosistem untuk pengelolaan perikanan dan budidaya, perencanaan tata ruang laut, dan kawasan lindung laut untuk rajungan, lobster, kepiting bakau dan perikanan perairan dalam. Dukungan juga akan diberikan untuk memperkuat institusi yang bertanggung jawab atas pengelolaan ekosistem ini, pelabuhan perikanan, dan pengelolaan sampah laut.

Ekosistem Laut Luas Indonesia berada di jantung perairan kepulauan Indonesia dan Timor-Leste. Wilayah ini adalah titik persilangan antara Samudra Hindia dan Pasifik, yang juga merupakan penghubung antara perairan di kepulauan lainnya di wilayah Asia Timur dan Tenggara. Wilayah Ekosistem Laut Luas Indonesia (ISLME) memiliki banyak masalah dan tantangan lintas batas.

“Proyek ini akan membantu Indonesia dan Timor-Leste untuk berkolaborasi dalam meningkatkan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut. Program ini juga bertujuan untuk meningkatkan kontribusi perikanan dalam meningkatkan ketahanan pangan dan mengurangi malnutrisi di kawasan ini, ” ungkap Stephen Rudgard, Kepala Perwakilan FAO di Indonesia di Bogor.

Contact:  Siska Widyawati,
FAO National Communication Advisor,  +6287884885489


Tidak ada komentar: