Masih menurut Wild Planet, ada dua lagi metode
cara menangkap tuna yang dianggap tak ramah lingkungan serta kurang
bersahabat dengan upaya optimalisasi konservasi sumberdaya laut. Berikut
keduanya :
1. Purse Seine
Purse seine atau pukat cincin adalah jaring raksasa yang mampu
mencakup 2 kilometer area laut hingga kedalaman 200 meter. Kapal ikan
yang memasang alat ini harus paham benar dimana letak gerombolan tuna,
karena pukat cincin harus dapat mengitari gerombolan itu. Pukat, usai
ditebar, kemudian dibiarkan menggantung seperti mangkuk di bagian kolom
laut. Saat gerombolan ikan tersebut secara tak sadar telah terkepung
oleh pukat, yang telah disesuaikan penebarannya, barulah nelayan
menariknya ke atas kapal. Nama pukat cincin tak lain berasal dari bentuk
alat tangkap ini, yakni jaring rakasasa yang ditebar secara sirkular
dan dikendalikan oleh dua sumbu tali pengeret (atas dan bawah).
Saat kapal tangkap mengeret sumbu atas dan bawah pukat, seluruh ikan
yang berada dalam kepungan pukat sudah pasti tertangkap dan siap ditarik
ke kapal. Target pukat cincin kebanyakan cakalang dan tuna sirip kuning
atau yellowfin tuna (thunnus albacares). Tak tanggung, alat
ini menguras hingga skala 60 persen tuna yang ada samudera bumi.
Kebanyakan kapal yang mendukung pukat cincin adalah buatan Perancis dan
Spanyol.
2. Longline
Longline atau dalam bahasa Indonesia disebut rawai, merupakan alat
tangkap yang metodenya umum digunakan untuk memancing albakor, di
seluruh dunia. Alat tangkap ini pasif, tidak seperti pukat yang aktif.
Namun rupanya, metode longline juga menarik perhatian varietas perenang
lautan lepas yang lain seperti penyu, hiu, dan beberapa ikan dilindungi.
Mahluk laut yang tak diharapkan ikut tertangkap namun malah terlibat,
diistilahkan sebagai by catch.
Bahkan by catch longline bukan hanya hewan yang hidup di
laut saja, melainkan termasuk elang laut! Pasalnya, elang laut juga ikut
berburu ikan. Cara mereka memburu mangsanya pun cukup spektakuler yakni
terbang menukik ke arah permukaan laut dan menghujam kan tubuhnya ke
dalam air untuk merenggut ikan yang diincarnya. Namun akhirnya elang
ikut terjerat longline.
Sejak belum adanya hukum internasional yang berkenaan dengan antisipasi tingginya by catch, longline diklaim telah berkontribusi menurunkan jumlah hewan laut yang dilindungi.
Alat tangkap longline atau rawai, penopangnya adalah tali utama (main line) yang sangat panjang, hingga 150 kilometer, bahkan ada yang lebih. Di tali utama tersebut terpasang sekitar 3.000 tali cabang (branch line)
pendek, yang ujungnya adalah kail besar. Di tali utama, terpasang pula
pelampung yang diberi jarak sesuai perhitungan. Usai ditebar, tali
cabang, dengan kail besarnya, dibiarkan menjuntai hingga di kedalaman
100 hingga 150 meter.
Bahkan untuk mengincar tuna mata besar (thunnus obesus), ada tali cabang yang panjangnya 300 meter. Tuna hasil tangkapan longline umumnya untuk memenuhi kebutuhan sashimi, makanan tradisional Jepang yang banyak digemari di Eropa dan Amerika Utara. Karena sashimi
memerlukan ikan segar dengan kualitas terbaik, kebanyakan kapal
longline dilengkapi dengan pendingin cepat atau “flash freezer” dengan
suhu di kabin penyimpanan ikan hingga -60 Celcius. Negara yang telah
lama bersahabat dengan longline adalah Taiwan dan Jepang. Mereka
mengincar tuna mata besar, albakor, dan sirip kuning.
Diterjemahkan utuh dari http://www.wildplanetfoods.com/Sustainability-and-Fishing-Methods.html




Tidak ada komentar:
Posting Komentar