Oleh Helmy Akbar
Mungkin tidak semua orang setuju dengan
pelekatan istilah negara bahari untuk Indonesia. Tapi bukti-bukti
sangat kuat mengarah ke sana. Bukti kejayaan bahari Bangsa Indonesia
telah ada sejak zaman pra-sejarah adanya temuan-temuan situs di gua-gua
Pulau Muna, Seram dan Arguni dipenuhi oleh lukisan perahu-perahu layar,
menggambarkan bahwa nenek moyang Bangsa Indonesia merupakan bangsa
pelaut.
Robert
Dick-Read telah melacak jejak armada laut Nusantara bahkan hingga
Madagaskar. Dalam karyanya, The Phantom Voyagers: Evidence of Indonesian
Settlement in Africa in Ancient Times (2005), ia mendalami riset
tentang jejak peradaban bahari nenek moyang manusia Indonesia. Ia telah
menemukan jejak di perairan sekitar Kalimantan dan di selat antara
Singapura dan Sumatera yaitu sejumlah besar orang laut atau suku bangsa
yang hidup dengan kultur dekat dengan laut, seperti orang Tambus, orang
Mantang, orang Barok, orang Galang, dan lain sebagainya.
Di
antara Sulawesi dan Mindanao, terdapat suku Somal yang gemar berperang
yang memiliki perahu jenis kora-kora. Pada 1847, kapal uap Inggris,
Nemesis, berjumpa dengan armada yang terdiri dari 40 sampai 60 kapal
perompak berjenis itu. Kapal tersebut terdiri dari berbagai tipe ukuran
yang dapat menampung awak berjumlah 40 hingga 80 orang. Kemudian,
keberadaan orang Bajo yang terkenal, sangat mungkin menjadi angkatan
laut Sriwijaya.
Keberadaan
kerajaan adidaya masa lampau seperti Sriwijaya maupun Majapahit yang
menunjukkan corak maritim. Di Candi Borobudur terpahat relief gambar
perahu layar dengan tiang-tiang layar yang kokoh dan telah menggunakan
layar segi empat yang lebar. Kerajaan-kerajaan Indonesia yang melegenda
adalah kerajaan maritim besar seperti, Kerajaan Tarumanegara (358 M -
670 M), Mataram Kuno (732 M - 928 M), Sriwijaya (683 M - 1030 M),
Majapahit (1293 M - 1500 M) memiliki armada laut kuat, menguasai jalur
perdagangan lintas laut hingga pelayaran internasional sekaligus
menanamkan pengaruh dan interaksi budaya. Untuk melestarikan sejarah
kemaritiman, Negara Indonesia telah membangun Museum Bahari di Jalan
Pasar Ikan, Sunda Kelapa, Jakarta Barat. Di sini, terdapat beberapa
koleksi-koleksi ragam jenis perahu tradisional dengan aneka bentuk, gaya
dan ragam hias, hingga kapal zaman VOC. Serta, model dan miniatur kapal
modern. Juga peralatan yang digunakan oleh pelaut di masa lalu seperti
alat navigasi, jangkar, teropong, model mercusuar dan meriam.
Dapat
dijumpai pula koleksi biota laut, data jenis dan sebaran ikan di
perairan Indonesia dan aneka perlengkapan serta cerita dan lagu
tradisional masyarakat nelayan Nusantara. Museum tersebut menampilkan
koleksi kartografi, maket Pulau Onrust, serta profil tokoh-tokoh maritim
Nusantara. Dalam hal kemaritiman/kelautan, posisi strategis Indonesia
memberikan manfaat setidaknya dalam tiga aspek, yaitu, alur laut
kepulauan bagi pelayaran internasional (innocent passage, transit
passage, dan archipelagic sea lane passage), luas laut territorial yang
mempunyai sumberdaya kelautan melimpah, dan sumber devisa luar biasa
jika dikelola dengan baik. Melihat hal tersebut, peran ilmu pengetahuan
dan teknologi di bidang perikanan dan kelautan sangatlah penting dan
hendaknya senantiasa ditingkatkan.
Untuk
menguatkan riset di bidang kelautan-perikanan, pada masa lalu,
pemerintah telah membentuk embrio Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan
(FPIK) di kampus kampus besar seperti Universitas Riau, Universitas
Di-ponegoro, Universitas Brawijaya, Universitas Hasanuddin, dan Institut
Pertanian Bogor (IPB). Sekarang, pendirian FPIK marak baik di kampus
negeri maupun swasta.
Di
FPIK-IPB, para peneliti berusaha menemukan inovasi-inovasi baru untuk
memajukan pembangunan dan mengembalikan kejayaan maritim Indonesia.
Misalnya, sebagai salah satu upaya mengobservasi kekayaan bawah laut,
FPIK-IPB menciptakan robot jelajah bawah laut (RJBA-45). Hingga
pengupayaan penggunaan baterai basah ramah lingkungan dari air tambak.
Untuk
membantu petambak dan nelayan agar tidak kesulitan menangkap ikan, para
peneliti telah bersinergi dalam menciptakan teknologi penangkapan ikan
ramah lingkungan melalui penggunaan rumpon elektronik untuk menggantikan
rumpon tradisional yang lebih mahal dan tidak efektif. Selanjutnya
adalah bagaimana memasalkan teknologi. Inovasi dan teknologi bidang
perikanan dan ilmu kelautan perlu mendapat support pemerintah. Idealnya,
riset-riset ini perlu dicangkokkan pada Badan Usaha Milik Negara
strategis yang bergerak bidang perindustrian didukung oleh pihak swasta
yang berkompeten mendukung pembangunan nasional. Diperlukan insentif
untuk industrialisasi serta kucuran dana penelitian memadai.
Saat
ini, dana penelitian di Indonesia hanya sekitar 0,15 persen dari produk
domestik bruto, tidak mencukupi. Riset dan teknologi Indonesia masih
tertinggal. Padahal, di negara-negara berkembang lainnya, seperti Cina
telah memiliki anggaran riset lebih dari 1 persen PDB dan terus
ditingkatkan. Jepang yang memang lebih maju riset dan teknologi jauh di
atas China, yang kini menjadi nomor dua di bawah AS. Korsel pendatang
baru, menganggarkan tiga persen untuk risetnya, dan akan ditingkatkan
menjadi 4 persen di tahun mendatang. Ketika era tinggal landas-nya
Soeharto, Indonesia dan Korea satu level.
Langkah
untuk perbaikan ekosistem inovasi setidaknya meliputi pendanaan,
kepemimpinan, budaya, dan kebijakan. Tentunya dengan dukungan empat
industri percepatan pertumbuhan ekonomi yang berdasarkan iptek seperti
industri kebutuhan dasar, industri kreatif, industri berbasis daya
dukung daerah, dan industri strategis. Harapannya, inovasi-inovasi
tersebut dapat menjadi sumbangsih para peneliti dalam mewujudkan kembali
negara bahari yang makmur.
Penulis adalah anggota Asosiasi Peneliti-Pemerhati
Sumberdaya Perairan dan Lingkungan
Sumber: SUARAKARYA ONLINE.COM Tanggal 25 April 2013 Hal.1
Tidak ada komentar:
Posting Komentar