Jakarta, Kompas - Kebijakan pemerintah mengizinkan kapal pukat
cincin berkapasitas di atas 1.000 GT di perairan lebih dari 100
mil atau sekitar 185,2 kilometer untuk menangkap ikan, mengalihkan
muatan untuk diangkut ke luar negeri, menuai penolakan dari
kalangan nelayan.
Kelompok nelayan di Cirebon yang tergabung dalam Serikat Nelayan Indonesia di Kecamatan Singajaya, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (9/3), menolak kebijakan tersebut.
Nelayan menuntut keistimewaan kapal pukat cincin 1.000 GT itu segera dicabut. Ketentuan bagi kapal pukat cincin 1.000 GT itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Cirebon Budi Laksana mengemukakan, kebijakan pemerintah tentang usaha perikanan tangkap itu sangat pro pemodal asing. Selama ini, Indonesia belum memiliki kapal pukat cincin berkapasitas 1.000 GT.
Nelayan Indonesia berjumlah 2,7 juta jiwa dengan 90 persen kapal merupakan kapal kecil berkapasitas di bawah 30 GT. Kelompok nelayan kecil hingga kini masih termajinalkan, kesulitan akses permodalan, dan pemasaran.
Kekurangan
Akan tetapi, pemerintah justru membuka kemudahan akses bagi pemodal besar kapal pukat cincin 1.000 GT untuk menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia untuk mengangkutnya ke luar negeri.
”Stop gadai laut ke pihak asing. Kenapa ikan kita boleh langsung dibawa ke luar negeri, sedangkan kita masih kekurangan ikan di dalam negeri,” ujar Budi.
Sebelumnya, penolakan terhadap kebijakan itu mengalir dari kalangan akademisi, Komisi IV DPR, pelaku usaha penangkapan ikan, dan industri pengolahan ikan, serta lembaga swadaya masyarakat.
Muhammad Billahmar, Ketua Bidang Hukum dan Organisasi Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) mengemukakan, negara tidak akan mendapat manfaat dari investasi kapal lebih dari 1.000 GT di ZEE dan laut lepas. (LKT)
http://cetak.kompas.com/read/2013/03/11/03191258/penolakan.kebijakan.kapal.1.000.gt.berlanjut
Kelompok nelayan di Cirebon yang tergabung dalam Serikat Nelayan Indonesia di Kecamatan Singajaya, Indramayu, Jawa Barat, Sabtu (9/3), menolak kebijakan tersebut.
Nelayan menuntut keistimewaan kapal pukat cincin 1.000 GT itu segera dicabut. Ketentuan bagi kapal pukat cincin 1.000 GT itu tertuang dalam Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor 30/2012 tentang Usaha Perikanan Tangkap di Wilayah Pengelolaan Perikanan Negara RI.
Sekretaris Jenderal Serikat Nelayan Indonesia (SNI) Cirebon Budi Laksana mengemukakan, kebijakan pemerintah tentang usaha perikanan tangkap itu sangat pro pemodal asing. Selama ini, Indonesia belum memiliki kapal pukat cincin berkapasitas 1.000 GT.
Nelayan Indonesia berjumlah 2,7 juta jiwa dengan 90 persen kapal merupakan kapal kecil berkapasitas di bawah 30 GT. Kelompok nelayan kecil hingga kini masih termajinalkan, kesulitan akses permodalan, dan pemasaran.
Kekurangan
Akan tetapi, pemerintah justru membuka kemudahan akses bagi pemodal besar kapal pukat cincin 1.000 GT untuk menangkap ikan di zona ekonomi eksklusif (ZEE) Indonesia untuk mengangkutnya ke luar negeri.
”Stop gadai laut ke pihak asing. Kenapa ikan kita boleh langsung dibawa ke luar negeri, sedangkan kita masih kekurangan ikan di dalam negeri,” ujar Budi.
Sebelumnya, penolakan terhadap kebijakan itu mengalir dari kalangan akademisi, Komisi IV DPR, pelaku usaha penangkapan ikan, dan industri pengolahan ikan, serta lembaga swadaya masyarakat.
Muhammad Billahmar, Ketua Bidang Hukum dan Organisasi Asosiasi Tuna Indonesia (Astuin) mengemukakan, negara tidak akan mendapat manfaat dari investasi kapal lebih dari 1.000 GT di ZEE dan laut lepas. (LKT)
http://cetak.kompas.com/read/2013/03/11/03191258/penolakan.kebijakan.kapal.1.000.gt.berlanjut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar