16 Desember, 2010

Kasus Pencemaran Dibicarakan Ulang


Jakarta, Kompas - Perusahaan pengeboran minyak PTTEP Australasia di Australia menyampaikan jawaban tertulis atas klaim ganti rugi pencemaran akibat tumpahan minyak di Laut Timor yang diajukan Pemerintah RI. Negosiasi dengan perusahaan yang berinduk di Thailand itu akan berlangsung 17-18 Desember di Singapura.



Deputi Bidang Pengelolaan Bahan Beracun Berbahaya (B3) dan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Masnellyarti Hilman selaku Ketua Tim Advokasi Laut Timor (TALT) menerima jawaban PTTEP Australasia (PTTEPAA), Jumat (10/12). ”Itu sesuai tenggat yang disepakati antara Indonesia dan PTTEPAA,” kata Masnellyarti.

Namun, Masnellyarti menolak menyampaikan isi jawaban PTTEPAA, termasuk soal apakah klaim Indonesia ditolak atau diterima. ”Saya tidak berwenang menyampaikan jawaban itu. Yang jelas negosiasi akan dilanjutkan di Singapura pada 17 dan 18 Desember. Tanggapan Indonesia atas jawaban PTTEPAA akan dibahas tim kami pada 13-15 Desember,” kata Masnellyarti di Jakarta, kemarin.


Sumur pengeboran PTTEPAA di Blok West Atlas, perairan Australia, pada 21 Agustus 2009 menumpahkan minyak mentah di lautan. Arus dan gelombang laut membawa tumpahan minyak itu memasuki Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) Indonesia.


Tumpahan minyak itu menurunkan tangkapan ikan nelayan dan merusak rumput laut petani Nusa Tenggara Timur (NTT). Pihak TALT menyatakan, luasan area terdampak tumpahan minyak PTTEPAA mencapai 70.341,76 km persegi. Sejak 27 Juli, TALT mengajukan klaim kepada PTTEPAA, tetapi klaim itu belum dipenuhi PTTEPAA.


Masnellyarti menjelaskan, pada 16 Desember, TALT akan bertemu dengan tim Pemerintah Australia yang dipimpin Sekretaris Deputi Kementerian Energi, Sumber Daya, dan Pariwisata Australia Martin Hoffman. ”Pertemuan itu akan berlangsung di Jakarta.


Kami akan menyampaikan tanggapan kami atas sejumlah hasil penyidikan kasus Montara yang diumumkan Pemerintah Australia,” katanya.


Secara terpisah, Koordinator Program Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan Abdul Halim menyatakan, pertemuan TALT dengan tim Pemerintah Australia akan menjadi kunci keberhasilan negosiasi berikutnya.


”Penting bagi Indonesia bahwa Pemerintah Australia menerima dan mengakui kebenaran hasil investigasi TALT. Dan, penting bagi kedua negara melihat upaya Australia menekan PTTEPAA, sebagaimana kewajiban negara tempat sumber pencemaran yang diatur dalam Konvensi Hukum Laut Internasional 1982. Jika tidak, Australia bisa dianggap sebagai negara yang mendukung pencemaran,” kata Abdul.


Menurut dia, perkembangan sikap Pemerintah Australia akan memengaruhi jalannya negosiasi Indonesia dan PTTEPAA pada 17-18 Desember. ”Negosiasi di Singapura hanya bisa dianggap berhasil jika akhirnya PTTEPAA menerima hasil investigasi TALT,” kata Abdul. (ROW)


Sumber: http://cetak.kompas.com/read/2010/12/11/04451799/kasus.pencemaran.dibicarakan.ulang

Tidak ada komentar: